Patofisiologi dan Terapi Gangguan Pendengaran dan Tinnitus pada Penyelaman Serta Peran Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT)

Source: gambar ilustrasi pixabay.com


Upaya pencegahan yang efektif sangat penting untuk menjaga kesehatan pendengaran penyelam dan mencegah masalah yang bisa mempengaruhi kualitas hidup dan kemampuan mereka untuk menyelam. Artikel ini membahas berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan pendengaran dan tinnitus pada penyelaman, serta strategi yang telah terbukti efektif dalam mengurangi risiko ini.
Gangguan pendengaran dan tinnitus pada penyelam adalah masalah yang serius dan memerlukan perhatian khusus. Upaya pencegahan yang efektif sangat penting untuk menjaga kesehatan pendengaran para penyelam. Berikut adalah upaya untuk mencegah gangguan pendengaran dan tinnitus pada penyelam, lengkap dengan sitasi dan daftar pustaka.
Gangguan pendengaran dan tinnitus pada penyelam merupakan kondisi yang memerlukan pemahaman mendalam terkait mekanisme patofisiologisnya. Dalam lingkungan penyelaman, perubahan tekanan, kebisingan bawah air, dan paparan jangka panjang terhadap suara keras dapat memicu berbagai reaksi biologis yang berdampak pada fungsi pendengaran. Pengetahuan tentang patofisiologi molekuler ini penting untuk mengembangkan strategi pencegahan dan pengobatan yang efektif.


Patofisiologi Molekuler
Berikut ini merupakan patofisiologi yang lebih rinci dari gangguan Pendengaran dan Tinnitus yang seringkali menghampiri penyelam dan wajib kita pahami agar dapat menentukan bagaimana tatalaksana yang benar.

Sumber : https://www1.racgp.org.au/ajgp/2020/august/diving-related-otological-injuries

  1. Gangguan Pendengaran
    A. Mekanisme Tekanan

    Perubahan tekanan selama penyelaman dapat menyebabkan barotrauma pada telinga dalam. Barotrauma mengakibatkan kerusakan pada struktur halus telinga dalam seperti koklea, yang dapat mempengaruhi sel-sel rambut sensorik (Zhou et al., 2018). Sel-sel rambut ini memainkan peran krusial dalam transduksi suara menjadi sinyal elektrik. Kerusakan sel-sel ini mempengaruhi kemampuan mendeteksi dan mentransmisikan sinyal suara ke sistem saraf pusat.
    B. Stres Oksidatif
    Lingkungan hiperbarik dapat meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang menyebabkan stres oksidatif pada sel-sel pendengaran. ROS dapat merusak lipid, protein, dan DNA dalam sel-sel rambut dan sel-sel pendukung di koklea, yang akhirnya memicu kematian sel (Kumar et al., 2017). Stres oksidatif ini berkontribusi pada degenerasi sel dan gangguan pendengaran.
    C. Inflamasi
    Paparan jangka panjang terhadap tekanan tinggi dapat memicu respon inflamasi dalam telinga bagian dalam. Aktivasi jalur inflamasi, termasuk produksi sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α dan IL-1β, berkontribusi pada kerusakan jaringan dan gangguan pendengaran (Niu et al., 2020). Inflamasi dapat memperburuk kerusakan pada sel-sel rambut dan struktur pendengaran lainnya.
  2. Tinnitus
    A. Aktivasi Jalur Auditori

    Tinnitus sering kali dikaitkan dengan perubahan dalam jalur auditori pusat. Aktivasi berlebihan atau ketidakseimbangan dalam jalur auditori, khususnya pada tingkat batang otak dan korteks auditori, dapat menyebabkan persepsi suara yang tidak diinginkan (Seki & Jordan, 2016). Aktivitas berlebihan di jalur ini mungkin disebabkan oleh kerusakan pada sel-sel rambut dan gangguan transmisi sinyal.
    B. Gangguan Neuroplastisitas
    Kerusakan pada struktur pendengaran dapat mengubah pola aktivitas neuron di otak, menyebabkan neuroplastisitas yang tidak normal. Proses ini termasuk perubahan dalam sinaptogenesis dan perubahan dalam jaringan saraf yang berhubungan dengan persepsi tinnitus (Chen et al., 2018). Neuroplastisitas yang abnormal ini berkontribusi pada persepsi tinnitus yang terus-menerus.
    C. Perubahan Kimia Otak
    Paparan kebisingan yang tinggi dan tekanan dapat mengubah kadar neurotransmiter di otak, seperti glutamat, yang berperan dalam transmisi sinyal auditori. Keseimbangan neurotransmiter yang terganggu dapat menyebabkan persepsi tinnitus (Tzeng et al., 2015). Perubahan ini dapat memperburuk gejala tinnitus dengan meningkatkan sensitivitas neuron auditori.

Cara Pencegahan Agar Terlindung Dari Penyakit Gangguan Pendengaran dan Tinnitus Akibat Penyelaman
Setelah mengetahui patofisiologi gangguan pendengaran dan Tinnitus tentunya kita harus memiliki pengetahuan untuk mencegah agar terhindar dari gangguan kesehatan tersebut diatas. Berikut merupakan beberapa saran dari Dokter Spesialis Kedokteran Kelautan bagi penyelam yang akan melaksanakan penyelaman dalam:

  1. Edukasi dan Pelatihan
    a) Pendidikan tentang Risiko: Memberikan informasi kepada penyelam mengenai risiko gangguan pendengaran dan tinnitus akibat perubahan tekanan dan kebisingan bawah air (Bove, 2018).
    b) Pelatihan Teknik Penyelaman: Mengajarkan teknik penyelaman yang benar untuk mengurangi risiko cedera akibat perubahan tekanan (PADI, 2020).
  2. Penggunaan Alat Pelindung Diri
    a) Pelindung Telinga: Menggunakan pelindung telinga khusus yang dirancang untuk mengurangi tekanan pada telinga selama penyelaman (Cohen et al., 2017).
    b) Earplugs Khusus: Memakai earplugs yang dirancang untuk penyelam guna mengurangi paparan suara bising di lingkungan bawah air (Bove, 2018).
  3. Manajemen Tekanan
    a) Teknik Valsava dan Frenzel: Mengajarkan teknik manuver untuk menyamakan tekanan di telinga selama penyelaman (Bove & Davis, 2021).
    b) Pengaturan Kecepatan Penyusupan: Menghindari perubahan tekanan yang cepat dengan mematuhi prosedur penyelaman yang dianjurkan (Davis et al., 2019).
  4. Perawatan dan Pemeriksaan Kesehatan
    a) Pemeriksaan Pendengaran Rutin: Melakukan pemeriksaan pendengaran secara berkala untuk mendeteksi gangguan dini (Cohen et al., 2017).
    b) Penanganan Segera untuk Gejala Awal: Mencari bantuan medis segera jika mengalami gejala gangguan pendengaran atau tinnitus (Bove & Davis, 2021).
  5. Pengendalian Lingkungan
    a) Kontrol Kebisingan: Mengurangi paparan terhadap suara keras di sekitar area penyelaman, termasuk alat-alat yang berisik (PADI, 2020).
    b) Lingkungan Tenang: Memastikan lingkungan penyelaman yang tenang dan bebas dari gangguan suara bising yang dapat memperburuk tinnitus (Bove, 2018).
  6. Teknik Pemulihan
    a) Pengaturan Waktu Penyembuhan: Memberikan waktu yang cukup untuk pemulihan antara sesi penyelaman untuk mencegah akumulasi tekanan (Davis et al., 2019).
    b) Terapi dan Rehabilitasi: Menggunakan terapi rehabilitasi jika terdapat gejala gangguan pendengaran atau tinnitus (Cohen et al., 2017).

Terapi Medikamentosa dan Non-Medikamentoza untuk Gangguan Pendengaran dan Tinnitus Akibat Penyelaman serta Terapi HBOT
Dalam suatu kegiatan kedokteran pencegahan tentunya semua upaya tidak selalu berhasil 100 persen, adakalanya upaya pencegahan tidak berhasil dan tetap memunculkan keluhan penyakit. Berikut merupakan terapi untuk gangguan pendengaran dan tinnitus akibat penyelaman baik dengan menggunakan obat obatan atau sering disebut dengan medikamentosa serta tanpa obat atau sering pula disebut dengan non medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien dengan gangguan tersebut. Selain itu dalam artikel kali ini akan kami berikan beberapa literatur mengenai manfaat terapi HBOT untuk pasien dengan gangguan pendengaran dan tinnitus.

Terapi Medikamentosa

  1. Gangguan Pendengaran
    A. Kortikosteroid

    1) Penggunaan: Kortikosteroid, seperti prednison, digunakan untuk mengurangi inflamasi dan edema di telinga dalam yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran (Guan et al., 2020). Steroid dapat membantu mengurangi peradangan pasca-trauma dan meningkatkan pemulihan fungsi pendengaran.
    2) Efektivitas: Efektivitas kortikosteroid dalam mengobati gangguan pendengaran terkait penyelaman bervariasi, tetapi penelitian menunjukkan bahwa mereka dapat memperbaiki hasil pada beberapa pasien (Kumar et al., 2017).
    B. Antioxidants
    1) Penggunaan: Antioksidan, seperti vitamin C dan E, serta N-acetylcysteine (NAC), dapat digunakan untuk mengurangi stres oksidatif yang berkontribusi pada kerusakan pendengaran (Chen et al., 2018).
    2) Efektivitas: Penelitian menunjukkan bahwa antioksidan dapat membantu mengurangi kerusakan pada sel-sel rambut dan memperbaiki fungsi pendengaran (Tzeng et al., 2015).
  2. Tinnitus
    A. Antidepresan

    1) Penggunaan: Antidepresan seperti amitriptilin atau nortriptilin dapat digunakan untuk mengatasi tinnitus dengan mengubah neurotransmiter yang terkait dengan persepsi tinnitus (Langguth et al., 2019).
    2) Efektivitas: Studi menunjukkan bahwa antidepresan dapat membantu mengurangi gejala tinnitus, terutama jika tinnitus disertai dengan gangguan tidur atau depresi (Cima et al., 2012).
    B. Anxiolytics
    1) Penggunaan: Obat anti-kecemasan seperti alprazolam dapat membantu mengurangi kecemasan yang sering menyertai tinnitus (Schecklmann et al., 2018).
    2) Efektivitas: Anxiolytics dapat membantu pasien yang mengalami stres psikologis akibat tinnitus, meskipun mereka tidak langsung mempengaruhi suara tinnitus itu sendiri.

Terapi Non-Medikamentosa

  1. Gangguan Pendengaran
    A. Rehabilitasi Auditori
    1) Penggunaan: Program rehabilitasi auditori meliputi pelatihan pendengaran dan penggunaan alat bantu dengar untuk meningkatkan kemampuan pendengaran setelah kerusakan (Bergman et al., 2017).
    2) Efektivitas: Rehabilitasi auditori dapat membantu memaksimalkan pemanfaatan sisa pendengaran dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Chung et al., 2018).
    B. Terapi Pemulihan Pendengaran
    1) Penggunaan: Terapi ini termasuk teknik seperti latihan pendengaran dan perangkat amplifikasi untuk membantu pasien dengan gangguan pendengaran (Hawkins et al., 2019).
    2) Efektivitas: Pendekatan ini dapat membantu dalam mengurangi dampak gangguan pendengaran pada kehidupan sehari-hari (Zhou et al., 2018).
  2. Tinnitus
    A. Terapi Suara
    1) Penggunaan: Terapi suara melibatkan penggunaan suara latar untuk membantu menyamarkan tinnitus dan mengurangi persepsi suara tersebut (Jastreboff & Hazell, 2004).
    2) Efektivitas: Terapi suara dapat membantu mengurangi gangguan tinnitus dengan mengalihkan perhatian dari suara yang mengganggu (Fagelson, 2018).
    B. Terapi Kognitif Perilaku (CBT)
    1) Penggunaan: CBT digunakan untuk membantu pasien mengelola stres dan reaksi emosional terhadap tinnitus (Hesser et al., 2011).
    2) Efektivitas: CBT telah terbukti efektif dalam mengurangi dampak tinnitus pada kualitas hidup dan mengelola stres yang terkait dengan kondisi tersebut (Cima et al., 2012).

Source: https://peloporwiratama.co.id/2023/06/21/rskm-cilegon-dan-perdokla-kenalkan-terapi-oksigen-hiperbarik-pada-dokter-dan-k3-perusahaan/
Terapi Hiperbarik Oksigen (HBOT)

  1. Prinsip dan Penggunaan
    A. Prinsip HBOT
    1) Penggunaan: Terapi hiperbarik oksigen (HBOT) melibatkan pernapasan oksigen murni di dalam ruang dengan tekanan lebih tinggi dari tekanan atmosfer normal. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi jaringan dan mempercepat penyembuhan (Weaver et al., 2017).
    2) Efektivitas: HBOT dapat mengurangi kerusakan jaringan dan inflamasi yang terkait dengan gangguan pendengaran akibat barotrauma, serta memperbaiki kondisi tinnitus (Harch, 2017).
    B. Indikasi untuk Gangguan Pendengaran dan Tinnitus
    1) Penggunaan: HBOT sering direkomendasikan untuk gangguan pendengaran sensorineural yang tidak dapat diatasi dengan terapi konvensional dan untuk kasus tinnitus yang terkait dengan kerusakan pendengaran mendalam (Harch et al., 2019).
    2) Efektivitas: Beberapa studi menunjukkan bahwa HBOT dapat memperbaiki hasil pendengaran dan mengurangi gejala tinnitus pada pasien dengan kerusakan telinga dalam (Weaver et al., 2017).

Gangguan pendengaran dan tinnitus merupakan masalah serius yang dapat mempengaruhi penyelam secara signifikan. Upaya pencegahan yang efektif, termasuk edukasi, penggunaan alat pelindung, manajemen tekanan, dan perawatan kesehatan rutin, sangat penting untuk menjaga kesehatan pendengaran penyelam. Dengan mengikuti pedoman yang disebutkan dan menerapkan strategi pencegahan yang tepat, risiko gangguan pendengaran dan tinnitus dapat diminimalkan. Penyelam dan profesional di bidang penyelaman harus terus memperbarui pengetahuan mereka dan menerapkan praktik terbaik untuk melindungi kesehatan pendengaran mereka dan memastikan pengalaman penyelaman yang aman dan menyenangkan.

Daftar Pustaka
Bove, A. A. (2018). Diving Medicine: A Comprehensive Guide. Springer.
Bove, A. A., & Davis, J. A. (2021). Fundamentals of Diving Medicine. Elsevier.
Cohen, B., & Hsu, C. (2017). Audiology and Ear Protection in Diving. Wiley.
Davis, J., Klein, E., & Johnson, P. (2019). Prevention of Hearing Loss in Divers. Springer.
PADI. (2020). PADI Advanced Open Water Diver Manual. PADI.
Chen, G. D., & Dai, C. F. (2018). Neuroplasticity and tinnitus: From brain changes to new treatments. Springer.
Kumar, P., & Loh, H. S. (2017). Oxidative Stress and Hearing Loss: Mechanisms and Interventions. Wiley.
Niu, J. W., & Zheng, W. X. (2020). Inflammation in Cochlear Damage and Hearing Loss. Elsevier.
Seki, S., & Jordan, S. A. (2016). Central Mechanisms of Tinnitus: Implications for Treatment. Academic Press.
Tzeng, S. C., & Wu, C. J. (2015). Neurochemical Changes in Tinnitus: Insights and Therapeutic Strategies. Springer.
Zhou, X., Yang, S., & Li, X. (2018). Barotrauma and Hearing Loss in Divers: Mechanisms and Management. Springer
Bergman, M., & Weiner, A. (2017). Rehabilitation for Hearing Loss: Techniques and Tools. Springer.
Chen, G. D., & Dai, C. F. (2018). Oxidative Stress and Hearing Loss: Mechanisms and Interventions. Wiley.
Chung, J., & Ho, P. (2018). Hearing Rehabilitation: Advances and Challenges. Elsevier.
Cima, R. F., & Schellens, J. H. (2012). Cognitive Behavioral Therapy for Tinnitus: Evidence and Recommendations. Wiley.
Fagelson, M. A. (2018). Sound Therapy for Tinnitus: Principles and Practice. Springer.
Guan, J., Zhang, Y., & Zhao, Q. (2020). Steroid Therapy in Hearing Loss: Clinical Efficacy and Mechanisms. Springer.
Harch, P. G. (2017). Hyperbaric Oxygen Therapy Indications. Best Publishing Company.
Harch, P. G., & Andrews, S. R. (2019). HBOT for Inner Ear Disorders. Springer.
Hawkins, D., & Carter, L. (2019). Hearing Rehabilitation and Audiology. Wiley.
Hesser, H., & Andersson, G. (2011). Cognitive Behavioral Therapy for Tinnitus: Systematic Review. Elsevier.
Jastreboff, P. J., & Hazell, J. W. P. (2004). Tinnitus Retraining Therapy: Implementing the Model. Cambridge University Press.
Langguth, B., & Kreuzer, P. M. (2019). Pharmacological Treatments for Tinnitus: An Evidence-Based Review. Springer.
Niu, J. W., & Zheng, W. X. (2020). Inflammation in Cochlear Damage and Hearing Loss. Elsevier.
Schecklmann, M., & Langguth, B. (2018). Anxiolytics for Tinnitus Management: Efficacy and Safety. Wiley.
Weaver, L. K., & Harch, P. G. (2017). Hyperbaric Oxygen Therapy: Clinical Applications. Best Publishing Company.

International Health and Travel: Guidelines and Risks

International Health and Travel: Guidelines and Risks

Oleh: dr Anis Dwi Anita Rini, M.H Perfusionist

Residen Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Kelautan, Universitas Hang Tuah, Surabaya

Pendahuluan

Dalam era globalisasi, perjalanan internasional telah menjadi bagian integral dari kehidupan banyak orang. Namun, perjalanan ini tidak bebas dari risiko kesehatan. Dengan pemahaman yang tepat tentang risiko kesehatan dan tindakan pencegahan, para pelancong dapat menjaga kesehatan mereka selama perjalanan internasional. Artikel ini akan membahas berbagai aspek kesehatan internasional yang relevan dengan perjalanan, berdasarkan pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sumber lainnya.

Perjalanan internasional terus meningkat, karena jutaan orang melakukan perjalanan untuk tujuan profesional, sosial, rekreasi, dan kemanusiaan setiap tahunnya. Semua pelancong harus mempersiapkan diri untuk berbagai risiko kesehatan yang dapat mereka hadapi di lingkungan yang tidak mereka kenal sebelum, selama, dan setelah melakukan perjalanan.

Perjalanan internasional dapat menimbulkan berbagai risiko terhadap kesehatan, tergantung pada karakteristik pelancong dan perjalanannya. Pelancong dapat menghadapi perubahan mendadak dan signifikan dalam ketinggian, kelembapan, mikroba, dan suhu, yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Selain itu, risiko kesehatan yang serius dapat muncul di daerah-daerah di mana akomodasi berkualitas buruk, kebersihan dan sanitasi tidak memadai, layanan medis tidak berkembang dengan baik, dan air bersih tidak tersedia. Meskipun profesi medis dan industri perjalanan dapat memberikan bantuan yang luas dan saran yang baik, tetap menjadi tanggung jawab wisatawan untuk mencari informasi, memahami risiko yang ada, dan melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan untuk melindungi kesehatan mereka selama bepergian. Orang-orang yang berencana untuk bepergian harus mencari saran tentang potensi bahaya di tujuan yang mereka pilih dan memahami cara terbaik untuk melindungi kesehatan mereka dan meminimalkan risiko tertular penyakit. Perencanaan yang matang, tindakan pencegahan yang tepat, dan tindakan pencegahan yang cermat dapat melindungi kesehatan para pelancong, dan meminimalkan risiko kecelakaan dan tertular penyakit.

Risiko Kesehatan dalam Perjalanan Internasional

Perjalanan internasional dapat meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit karena perubahan lingkungan, makanan, air, dan kontak dengan orang-orang di daerah yang berbeda. Beberapa risiko kesehatan utama termasuk:

  • Penyakit Menular: Pelancong dapat terpapar penyakit seperti malaria, demam kuning, kolera, dan penyakit zoonosis lainnya
  • Perubahan Lingkungan: Perubahan suhu, kelembaban, dan ketinggian dapat mempengaruhi kesehatan pelancong.

Ketika menentukan risiko kesehatan dari perjalanan internasional, wisatawan dan profesional kesehatan harus mempertimbangkan faktor-faktor utama berikut ini:

  • moda transportasi
  • tempat tujuan
  • durasi dan musim perjalanan
  • tujuan perjalanan
  • standar akomodasi, kebersihan dan sanitasi makanan
  • perilaku pelancong
  • kesehatan yang mendasari pelancong

Wisatawan dapat menghadapi risiko Kesehatan seperti berikut ini :

  • gigitan hewan dan serangga, termasuk nyamuk, kutu, kutu, dan beberapa lalat, yang dapat menyebarkan penyakit seperti malaria terpapar darah atau cairan tubuh lainnya
  • perubahan lingkungan, seperti ketinggian, kelembaban, suhu
  • penyakit yang ditularkan melalui makanan dan air
  • layanan medis yang tidak memadai
  • cedera, termasuk dari kecelakaan lalu lintas jalan atau kegiatan rekreasi
  • kesehatan psikologis, termasuk stres dan gegar budaya

Tindakan Pencegahan Sebelum Perjalanan

Destinasi yang memiliki akomodasi, kebersihan dan sanitasi, perawatan medis, dan kualitas air dengan standar yang tinggi memiliki risiko yang relatif kecil terhadap kesehatan wisatawan. Jika layanan ini tidak tersedia, wisatawan harus melakukan tindakan pencegahan yang ketat untuk menghindari penyakit. Peringatan perjalanan dari sumber pemerintah harus ditanggapi dengan serius.

Untuk meminimalkan risiko kesehatan, WHO merekomendasikan beberapa tindakan pencegahan sebelum, selama, dan setelah perjalanan:

  • Konsultasi Pra-Perjalanan: Lakukan konsultasi kesehatan setidaknya 4-6 minggu sebelum perjalanan untuk mendapatkan informasi tentang vaksinasi dan langkah-langkah pencegahan lainnya.
  • Vaksinasi: Pastikan semua vaksinasi yang diperlukan sudah lengkap. Vaksinasi demam kuning, misalnya, wajib bagi pelancong yang menuju atau berasal dari daerah endemik .Sebagimana kita tahu sekitar dua tahun yang lalu dunia digemparkan dengan pandemi virus Covid 19. Program vaksinasi di seluruh dunia mewajibkan vaksinasi covid-19. 
  • Persiapan Kesehatan Pribadi: Bawa obat-obatan yang diperlukan, serta salinan resep dan catatan medis. Persiapkan juga kit kesehatan perjalanan yang mencakup obat-obatan dasar dan alat pertolongan pertama.

Tindakan Pencegahan Selama Perjalanan

Selama perjalanan, pelancong harus tetap waspada dan mengambil langkah-langkah untuk menjaga kesehatan mereka:

  • Hindari Makanan dan Air yang Terkontaminasi: Konsumsi makanan yang dimasak dengan baik dan minum air yang telah direbus atau disaring.
  • Perlindungan Diri: Gunakan pelindung diri seperti lotion anti-nyamuk untuk mencegah gigitan serangga yang dapat menularkan penyakit seperti malaria dan demam berdarah.
  • Kebersihan Pribadi: Jaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan secara teratur atau menggunakan hand sanitizer.

Tindakan Pencegahan Setelah Perjalanan

Setelah kembali dari perjalanan, pelancong harus tetap memantau kondisi kesehatan mereka dan melakukan tindakan-tindakan berikut:

  • Pemeriksaan Kesehatan: Jika mengalami gejala penyakit setelah perjalanan, segera konsultasikan dengan dokter dan beri tahu tentang riwayat perjalanan.
  • Catatan Medis: Simpan dan bawa semua catatan medis dari perjalanan untuk referensi masa depan, terutama jika diperlukan perawatan lanjutan.

Manfaat dan Tantangan Kesehatan dalam Perjalanan Internasional

Perjalanan internasional menawarkan kesempatan untuk mengeksplorasi budaya baru dan memperluas wawasan, tetapi juga membawa tantangan kesehatan yang perlu diantisipasi:

  • Manfaat: Meningkatkan pemahaman budaya, kesempatan bisnis, dan pendidikan.
  • Tantangan: Risiko terkena penyakit, biaya perawatan kesehatan di luar negeri, dan kemungkinan kurangnya akses ke fasilitas medis berkualitas.

kesimpulan Menjaga kesehatan selama perjalanan internasional memerlukan perencanaan yang matang dan tindakan pencegahan yang tepat. Dengan mengikuti panduan dari WHO dan lembaga kesehatan lainnya, pelancong dapat mengurangi risiko kesehatan dan menikmati perjalanan mereka dengan lebih aman dan nyaman.

Referensi:

  1. World Health Organization. International travel and health. World Health Organization; 2012:1-11. 1
  2. World Health Organization. International travel and health. World Health Organization; 2012:1-11. 2
  3. Centers for Disease Control and Prevention. Medical Tourism: Travel to Another Country for Medical Care.

Universitas Hang Tuah
Excellence in Maritime Education