KERACUNAN GAS DALAM PENYELAMAN
Menyelam adalah aktivitas bawah air yang sukar dan dapat mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh. Setiap orang yang melakukan penyelaman mungkin harus berenang cepat pada keadaan gawat darurat untuk menolong pasangan menyelamnya dan harus bertahan terhadap pajanan yang terjadi.1 Penyelam akan terpajan oleh beberapa faktor selama penyelaman seperti risiko tenggelam, turunnya suhu dan peningkatan tekanan lingkungan. Semua hal ini akan berpengaruh terhadap perubahan hemodinamik berupa peningkatan aliran darah dari perifer ke rongga dada sehingga meningkatkan volume darah intratoraks sekitar 700 ml yang akan menurunkan volume paru secara mekanis sekitar 300 ml dari KV yang mirip dengan pajanan suhu rendah. Peningkatkan tekanan PO2 dan PN2 di dalam darah berhubungan dengan penurunan cardiac output karena penurunan denyut jantung dan isi sekuncup.5 Bahaya tekanan tinggi tidak dikhawatirkan lagi karena penemuan alat SCUBA.6,7 Penyelam akan memiliki volume paru lebih besar daripada orang biasa. Kapasitas vital paksa akan lebih besar nilainya dibanding VEP1 yang akan menyebabkan penurunan rasio VEP1 /KVP hal ini akibat efek menahan napas saat menyelam dan tahanan saat bernapas selama penyelaman. Tetzlaff dkk.8 pada penelitian cross sectional pada 180 orang penyelam laki-laki dan 35 kontrol menemukan pada penyelam terdapat penurunan FEF25 dan FEF50 dibanding kontrol yang berhubungan dengan lama menyelam. Skogstad dkk.9 mendapatkan nilai KVP yang lebih besar pada 87 penyelam SCUBA profesional pada awal pemeriksaan. Follow up selama 3 tahun memperlihatkan nilai KVP yang sama dan penurunan nilai yang bermakna untuk VEP1 sebesar 1,8% dan arus FEF75 sebesar 10,4% dalam 3 tahun yang menunjukkan perubahan fungsi jalan napas kecil. Crosbie dkk.10 pada penelitiannya mendapatkan rasio nilai VEP1 /KVP menurun seiring dengan peningkatan nilai KVP di atas 100% dari nilai prediksi. Skogstad dkk.11 pada penelitian lanjutan pada 87 penyelam yang diikuti selama 6 tahun mendapatkan penurunan nilai yang bermakna yaitu KVP sebesar 0,91 ml dan VEP1 sebesar 0,84 ml pertahun dibandingkan orang normal (KVP 0,24 ml, VEP1 0,16 ml) dan penurunan nilai transfer factor for carbon monoxide (TLCO2 ). Adir dkk.12 mendapatkan pada penyelam biasanya akan ditemukan nilai volume paru yang lebih besar yang berhubungan dengan rasio nilai VEP1 /KVP yang mirip dengan kondisi PPOK dan disebut large lung. Davey dkk.13 menyatakan terdapat hubungan bermakna antara kedalaman penyelaman dengan nilai KVP namun tidak berhubungan dengan VEP1 dan hal ini berkaitan dengan lama penyelaman. Campbell14, Thorsen dkk.15,16 menyatakan perubahan yang terjadi pada paru penyelam adalah perubahan struktur jalan napas kecil dan perubahan sementara faal paru terlihat setelah penyelaman.
Scuba diving atau selam scuba adalah alat bantu pernapasan ketika berada di dalam air. “SCUBA” atau yang disebut juga “Self Contained Underwater Breathing Apparatus”. Peralatan scuba pertama kali yang berhasil adalah Aqualung Open Circuit yang dikembangkan oleh Emile Gagnan dan Jacques Yves Cousteau, dimana kompresi gas yang biasanya berisi udara yang dihirup dari tangki dan kemudian dikeluarkan didalam air. Asal usul regulator scuba yang digunakan pada saat ini berasal dari Australia, dimana Ted Eldred telah mengembangkan regulator mulut pertama yang dikenal sebagai “Porpoise” Dalam kegiatan penyelaman terdapat dua jenis kegiatan selam menurut kebutuhan dan kelengkapannya, yaitu skin diving dan scuba diving.
Skin diving merupakan penyelaman yang dilakukan dengan menggunakan peralatan selam dasar (masker, snorkel dan fins) dan biasanya hanya dilakukan untuk kegiatan snorkling (menikmati pemandangan bawah permukaan air) atau sport diving (penyelaman olahraga). Sedangkan scuba diving merupakan penyelaman yang menggunakan peralatan selam lengkap atau biasa disebut peralatan SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus) yang biasanya digunakan untuk kegiatan penyelaman ilmiah (Scientific Diving), penyelaman komersial, ataupun penyelaman yang dilakukan oleh para marinir untuk kegiatan pertahan dan keamanan termasuk penyelamatan dari kecelakaan di bawah air oleh tim SAR. Semakin bertambahnya kecelakaan yang terjadi di laut menyebabkan banyak penyelam yang dibutuhkan untuk melakukan pencarian dan pertolongan terhadap korban oleh tim SAR.
Dengan pelatihan mengenai teknik dan prosedur penggunaan setiap latihan tentunya akan membuat kita merasa aman dan nyaman di tiap penyelaman. Saat melakukan penyelaman, tubuh kita diharuskan untuk terus menerus beradaptasi dengan kondisi bawah air. Untuk itulah keterampilan dan kedisiplinan mutlak diperlukan. 2 Keterampilan menyelam ini umumnya bisa diperoleh dengan mengambil kursus berlisensi dari organisasi resmi penyelaman seperti The National Association of Underwater Instructors (NAUI), Scuba Schools International (SSI), Confideration Mondiale des Activities Subaquatiques (CMAS), Professional Association of Diving Instructors (PADI) dan yang lain. Saat mengambil kursus berlisensi, kita akan dikondisikan pada keadaan terburuk yang bisa saja terjadi saat penyelaman. Tujuannya agar kita siap dalam penggunaan alat selam dan bisa mengatasi masalah terburuk yang mungkin terjadi saat menyelam. Meski begitu dalam penyelaman sesungguhnya, kalau kita mengerti dan memahami aturan, kejadian semacam itu akan sangat jarang terjadi. Selain memiliki keterampilan menyelam yang benar, kita juga harus tahu alat selam yang tepat yang memungkinkan kita bergerak di bawah air.
Penyelaman digunakan sejak dahulu untuk kepentingan komersial dan militer namun belakangan ini semakin banyak diminati sebagai pilihan olahraga dan diikuti perkembangan teknologi selam yang memudahkan penyelam mencapai tempat-tempat yang sebelumnya tidak mungkin dicapai. Olahraga selam berhubungan dengan berbagai risiko sehingga akan meningkatkan permintaan surat rekomendasi dokter terutama yang berhubungan dengan kemampuan respirasi.1,2 Penyelam akan terpajan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi faal paru.1,3 Saat menyelam paru dan jalan napas akan terpengaruh oleh beberapa kedaan khusus. Menghirup udara dingin dan kering melalui jalan napas akan menyebabkan kehilangan panas lewat jalan napas dan peningkatan tekanan PO2 selama penyelaman dapat menyebabkan kerusakan epitel jalan napas. Peningkatan usaha napas dan densitas gas akibat penyelaman akan menyebabkan peningkatan kerja otot napas dan kapasitas vital (KV)
Pembahasan
Menyelam adalah aktivitas bawah air yang sukar dan dapat mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh. Setiap orang yang melakukan penyelaman mungkin harus berenang cepat pada keadaan gawat darurat untuk menolong pasangan menyelamnya dan harus bertahan terhadap pajanan yang terjadi.1 Penyelam akan terpajan oleh beberapa faktor selama penyelaman seperti risiko tenggelam, turunnya suhu dan peningkatan tekanan lingkungan. Semua hal ini akan berpengaruh terhadap perubahan hemodinamik berupa peningkatan aliran darah dari perifer ke rongga dada sehingga meningkatkan volume darah intratoraks sekitar 700 ml yang akan menurunkan volume paru secara mekanis sekitar 300 ml dari KV yang mirip dengan pajanan suhu rendah. Peningkatkan tekanan PO2 dan PN2 di dalam darah berhubungan dengan penurunan cardiac output karena penurunan denyut jantung dan isi sekuncup.5
Efek merokok pada faal paru penyelam diteliti oleh Suzuki. Didapatkan tidak ada perbedaan nilai KVP, VEP1 , FEF75 antara dua kelompok penyelam perokok dan tidak perokok namun APE pada perokok secara bermakna lebih rendah. Peneliti menyimpulkan volume paru penyelam lebih besar nilainya dibanding populasi umum.17 Ambilan oksigen maksimal adalah ukuran kesehatan seorang atlet yang dinilai dari rerata O2 tertinggi yang dapat dikonsumsi tubuh per menit saat latihan maksimal. Weber dkk.dikutip dari 18 menyatakan VO2 maks adalah ambilan O2 yang tetap atau berubah kurang dari 1 ml/menit/kgBB selama 30 detik atau lebih pada perubahan beban kerja atau uji latih yang bertambah. Kenaikan VO2 maks akan berhubungan secara linier dengan kenaikan beban kerja sampai tahap maksimal dan selanjutkanya akan mendatar. Titik ini memperlihatkan konsumsi oksigen menjadi mendatar memperlihatkan jumlah O2 maksimal yang dapat digunakan tubuh atau VO2 maks. Kondisi ini merupakan indikator terbaik untuk menilai ketahanan kardio- respirasi dan kemampuan aerobik seseorang.
Pada tahun 2012 kasus PAK dan KAK meningkat menjadi 103.000 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Indonesia belum berjalan dengan baik. Masalah K3 tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung jawab dari semua pihak terutama pengusaha, tenaga kerja dan masyarakat. Pelaksanaan SMK3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari PAK dan KAK, pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. (JKS 2015; 2: 91-95).
FISIKA PENYELAMAN
Penyelaman pada kedalaman lebih dari 20 meter berisiko besar terhadap keselamatan dan kesehatan penyelam sehingga harus dilakukan dengan syarat tertentu dan menggunakan alat selam terstandar. Penyelaman berdampak terhadap organ terutama paru. Hukum fisika berperan penting menjelaskan proses pengaruh tekanan kedalaman bawah laut terhadap tubuh dan organ manusia. Unsur fisika berperan pada proses penyelaman yaitu tekanan, suhu, serta komposisi gas. Penyelam harus mentoleransi dan mengkompensasi perubahan tekanan, suhu dan komposisi gas. 30,31
a. Tekanan
Tekanan adalah faktor lingkungan terpenting mempengaruhi penyelam. Pada saat penyelaman tekanan atmosfer di permukaan laut dengan di dalam laut berbeda. Tubuh penyelam akan terpapar peningkatan tekanan berbanding lurus dengan kedalaman. Paparan tekanan dihitung berdasar gaya per satuan luas yaitu Newton per meter persegi. Perubahan paru, peredaran darah, dan jantung penyelam diinduksi oleh tekanan didalam air. Hukum Pascal menyatakan bahwa tekanan terdapat di permukaan cairan akan menyebar ke seluruh arah secara merata dan tidak berkurang pada setiap tempat di bawah permukaan laut. Kompresi terhadap penyelam berasal dari dua unsur yaitu tekanan air dan tekanan atmosfir diatasnya. Tekanan akan meningkat bila seseorang menyelam di bawah permukaan air karena perbedaan berat dari atmosfir dan berat air di atas penyelam.30,31
Tekanan atmosfir adalah berat atmosfir pada permukaan tubuh bervariasi sesuai ketinggian di atas permukaan air laut dan kondisi cuaca lokal. Tekanan atmosfir konstan yaitu 760 milimeter Hidragyrum (mmHg) setara 14,7 Pounds per square inch (Psi) dijadikan dasar ukuran untuk 1 atmosfir (ATM). Tekanan akan meningkat 1 ATA untuk setiap kedalaman 10 m atau 33 kaki. Hukum fisika berhubungan dengan penyelaman dan tekanan yaitu hukum Boyle, Dalton, Charles, dan Henry.31,32
Hukum Boyle menyatakan bila suhu absolut dipertahankan konstan maka volume gas akan berbanding terbalik dengan tekanan absolutnya. Hukum Boyle berlaku terhadap semua gas-gas di dalam ruangan-ruangan tubuh sewaktu penyelam masuk ke dalam air maupun sewaktu naik ke permukaan. Volume udara rongga tubuh akan mengecil secara proporsional ketika menuju kedalaman dan sebaliknya udara yang mengisi rongga tubuh akan membesar secara proporsional ketika menyelam naik. Penyelam yang menghirup napas penuh di permukaan akan merasakan paru-parunya semakin lama semakin tertekan oleh air di sekelilingnya sewaktu penyelam tersebut turun.30,32
Tekanan udara di dalam paru-paru seimbang dengan tekanan udara atmosfer sebelum menyelam yaitu rata-rata 760 mmHg atau 1 ATM pada permukaan laut. Udara akan mengalir ke dalam paru saat menyelam sehingga tekanan udara di dalam paru harus lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer. Kondisi tersebut diperoleh dengan membesarnya volume paru. Sebagai contoh apabila seorang penyelam SCUBA menghirup napas penuh atau sebanyak 6 liter ke kedalaman 10 meter atau 2 ATA dengan menahan napas maka udara di dalam dadanya akan berlipat ganda volumenya menjadi 12 liter dan penyelam tersebut harus menghembuskan 6 liter udara saat naik ke permukaan untuk menghindari agar paru- parunya tidak meledak.31,32
Hukum Dalton menyatakan bahwa jumlah tekanan suatu campuran gas adalah jumlah tekanan parsial tiap gas yang membentuk campuran gas jika menempati seluruh ruang. Tekanan parsial tiap gas meningkat selama tekanan meningkat keseluruhan. Udara adalah suatu campuran yang terdiri dari oksigen 20% dan nitrogen (N2) 80%. Tekanan parsial suatu gas di dalam campuran diperoleh dengan mengalikan persentase gas dengan tekanan total pada tekanan sesuai kedalaman. Hukum Charles menyatakan bila tekanan konstan, volume dari sejumlah gas tertentu adalah berbanding lurus dengan suhu absolut. Hukum Charles berhubungan dengan sifat kompresi dan dekompresi gas juga berkaitan dengan gas dalam aliran darah berwujud cair di tubuh manusia yang dapat menjadi lewat jenuh saat menyelam dalam udara( tabung ).
Di permukaan laut (1 ATA) dalam tubuh manusia terdapat kira-kira 1 liter larutan nitrogen. Apabila seorang penyelam turun sampai kedalaman 10 meter (2 ATA) tekanan parsial dari nitrogen yang dihirupnya menjadi 2 kali lipat dan akhirnya yang terlarut dalam jaringan juga menjadi 2 kali lipat (2 liter). Waktu sampai terjadinya keseimbangan tergantung pada daya larut gas di dalam jaringan dan pada kecepatan suplai gas ke dalam jaringan oleh darah. Hal tersebut sesuai dengan hukum Henry. Hukum Henry menetapkan bahwa ketika tekanan parsial gas meningkat maka lebih banyak gas yang terlarut dalam seluruh cairan sampai terjadi saturasi. Oksigen untuk metabolisme dan nitrogen adalah gas inert disebarkan keseluruh sirkulasi cairan tubuh meningkat seiring peningkatan tekanan. Gas terlarut menjadi supersaturasi dan dilepaskan sebagai gelembung gas ketika tekanan menurun. Hukum Henry tersebut berpengaruh tidak langsung pada penyakit dekompresi. Rumus persamaan hukum Boyle, Dalton, Charles, dan Henry dijelaskan pada tabel satu.
Hukum fisika | Rumus persamaan |
Boyle | PV = konstan = P1V1 = P2V2 |
Dalton | P total = P1 + P2 + P3 + … |
Charles | V/T = konstan = V1/T1 =V2/T2 |
Henry | Hi = Csi /pi |
Keterangan : P: tekanan gas pada suhu tetap; V: volume gas pada suhu tetap; P1: tekanan gas pada keadaan 1, V2: volume gas pada keadaan 1; P2: tekanan gas pada keadaan 2, V2: volume gas pada keadaan 2; P total: tekanan parsial gass kumulatif; Hi: konstanta sifat gas; Csi: konsentrasi maksimum kejenuhan senyawa; pi: tekanan parsial gas.
Perubahan respons paru bersifat reversibel dan ireversibel berupa penurunan ventilasi, peningkatan ruang rugi fisiologis dan volume cadangan ekspirasi. Peningkatan tekanan hidrostatik menyebabkan peningkatan perbedaan tekanan alveolar dengan dinding dada. Peningkatan tekanan alveoler memicu kontraksi otot napas inspirasi mengatasi dispnea akibat penurunan KV. Penurunan aliran ekspirasi diakibatkan oleh aliran turbulen. Peningkatan ruang rugi pernapasan akibat fenomena choke yaitu penurunan diameter saluran napas distal karena resistensi saluran napas. Peningkatan resistensi memicu kontraksi otot napas dengan meningkatkan frekuensi nafas.
b. Suhu
Penyelam terpapar suhu air yang menyebabkan hilangnya panas secara progresif selama penyelaman. Hipotermia terjadi pada penyelam tanpa pakaian pelindung dan suhu air di bawah suhu termoneutral atau setara dengan 93-95ᵒ Fahrenheit (F). Penyelam pada suhu air tropis atau setara 76–82ᵒ F memerlukan beberapa bentuk pakaian pelindung termal untuk penyelaman yang aman. Perlindungan termal efektif dalam mencegah hipotermia dan disesuaikan dengan suhu air yang diharapkan. Penurunan suhu lingkungan sekitar saat penyelaman mempengaruhi mukosa saluran napas. Suhu air laut dan perairan dipengaruhi cuaca, musim, dan iklim.36,37
Suhu bawah air makin menurun seiring penurunan kedalaman. Suhu dingin memicu bronkokonstriksi saluran napas. Stres dingin memicu peningkatan volume oksigen (VO2) untuk menghasilkan panas metabolik dan meminimalkan perubahan suhu tubuh. Denyut jantung meningkat sebagai upaya mempertahankan sirkulasi tubuh akibat penurunan suhu. Vasokonstriksi terjadi sebagai respons refleks terhadap penyelaman dan suhu tubuh yang lebih rendah. Mukosa saluran napas cenderung kering akibat suhu dingin berakibat kerentanan kapiler terhadap jejas. Tekanan tinggi disertai paparan oksigen tinggi terhadap saluran napas kering akibat suhu dingin menyebabkan cedera saluran napas. Cedera saluran napas berulang penyelam mempengaruhi penurunan faal paru yaitu VEP1. Penyelam tidak mematuhi aklimatisasi dan waktu penyelaman menunjukan penurunan VEP1 lebih besar. Kebutuhan energi untuk berenang di bawah air juga mengharuskan penyelam mempertahankan tingkat kecukupan fisik yang wajar.
c. Komposisi Gas
Udara bebas terdiri atas komposisi nitrogen lebih besar dibanding oksigen. Tabung selam berisi udara campuran terdiri dari oksigen, helium-oksigen, helium- nitrogen-oksigen, serta hidrogen-nitrogen-oksigen. Komposisi udara berpengaruh terhadap kelarutan gas didalam darah. Fisiologis tubuh penyelam menghadapi stresor fisika yaitu peningkatan tekanan hidrostatik, densitas gas, tekanan parsial gas, serta kelarutan gas. Strain penyelaman adalah respons fisiologis tubuh menghadapi beban perbedaan lingkungan. Posisi penyelam, perubahan tekanan lingkungan penyelaman, aktivitas fisik bawah air, dan peningkatan densitas gas berakibat maladaptasi organ tubuh. Peningkatan densitas gas memicu perubahan aliran gas, penurunan aliran ekspirasi, dan peningkatan ruang rugi pernapasan.40,41 Penyelam saat menghirup udara pada tekanan 6 ATA maka tekanan partial oksigen (PO2) yang diinspirasi akan menjadi sekitar 126 kilo pascal (kPa) atau setara 945 mmHg dan PO2 alveolar adalah sekitar 120 kPa atau setara 900 mmHg. Hal ini di bawah ambang batas untuk oxygen convulsion yaitu sekitar 2 ATA tetapi di atas ambang batas toksisitas oksigen paru jika paparan diteruskan selama lebih dari beberapa jam. Pada kondisi di atas permukaan laut gas nitrogen terdapat dalam udara pernapasan sebesar 79%. Nitrogen tidak mempengaruhi fungsi tubuh karena sangat kecil yang larut dalam plasma darah karena rendahnya koefisien kelarutan pada tekanan di atas permukaan laut. Nitrogen membatasi seberapa dalam udara dapat dihirup dan memiliki tiga efek yang tidak diinginkan.40,41,42
Helium adalah gas inert pengencer yang lebih disukai pada tekanan yang lebih besar dari 6 ATA. PO2 inspirasi sekitar 0,5 ATA (50 kPa atau 375 mmHg) diberikan untuk memberikan margin keamanan jika terjadi kesalahan dalam pencampuran gas dan untuk memberikan perlindungan terhadap hipoventilasi atau pertukaran gas yang rusak. Tingkat PO2 ini berada di bawah ambang batas toksisitas oksigen paru bahkan selama saturation dives yang panjang. Masalah khusus pada helium adalah konduktivitas panasnya yang sangat tinggi yang cenderung menyebabkan hipotermia kecuali lingkungan penyelam dipanaskan. Kehilangan panas secara radiasi dan evaporasi umumnya tidak berubah, tetapi kehilangan panas secara konveksi dari saluran pernapasan dan kulit sangat meningkat. Sehingga ruangan dipertahankan pada suhu setinggi 30 sampai 32° C selama saturation dives dengan campuran helium-oksigen. Tekanan yang dapat dicapai saat menghirup campuran helium-oksigen saat ini dibatasi oleh high-pressure nervous syndrome (HPNS). High-pressure nervous syndrome adalah keadaan hipereksitasi dari sistem saraf pusat yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik perdetik dan tidak adanya perubahan tekanan parsial gas. High-pressure nervous syndrome pertama kali terlihat pada tekanan sekitar 20 ATA dan menjadi masalah serius bagi penyelam dengan tekanan lebih dari 50 ATA.41,42,43
PENGARUH PENYELAMAN TERHADAP KARDIORESPIRASI
Penyelam terpajan oleh beberapa faktor mempengaruhi organ kardiorespirasi. Pengaruh suhu dingin dan udara kering di jalan napas menyebabkan kehilangan panas. Lingkungan bawah air memberikan tekanan ke paru yaitu paparan tekanan ambien tinggi, perubahan karakteristik gas, dan efek kardiovaskular pada sirkulasi pulmonal. Penyelam terpajan oleh beberapa faktor selama penyelaman yaitu risiko tenggelam, penurunan suhu, dan peningkatan tekanan lingkungan.43,44
Potensi bahaya keadaan gawat darurat untuk menolong pasangan menyelamnya dengan berenang cepat menimbulkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan aliran darah dari perifer ke rongga dada. Peningkatan aliran darah perifer ke rongga dada meningkatkan volume darah intratoraks 700 mililiter (ml) sehingga menurunkan volume paru secara mekanis 300 ml dari KV. Peningkatkan tekanan PO2 dan tekanan PN2 di darah menyebabkan penurunan cardiac output (CO) karena penurunan denyut jantung dan isi sekuncupnya atau stroke volume (SV) jantung.44,45
Dampak menyelam pada fungsi paru tergantung faktor paparan menyelam individual. Subjek rentan menunjukan perburukan fungsi paru signifikan bahkan setelah penyelaman di air dangkal. Peningkatan PO2 selama penyelaman dapat menyebabkan kerusakan epitel jalan napas. Peningkatan usaha napas dan densitas gas akibat penyelaman akan menyebabkan peningkatan kerja otot napas dan KV. Perubahan efek merugikan jangka panjang akibat menyelam di paru yaitu penyakit saluran napas kecil dan percepatan penurunan fungsi paru. Paparan berulang stres oksidatif penyelam menyebabkan kerusakan epitel saluran napas serta destruksi jaringan penyangga sehingga menimbulkan efek seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Percepatan penurunan fungsi paru akibat menyelam terjadi karena paparan paru dan saluran udara terhadap hiperoksia dan stres dekompresi. Perubahan fungsi paru dan vaskular setelah penyelaman sering berada pada fase subklinis. Perubahan fungsi VEP1 paru diduga dipengaruhi oleh lama penyelaman, suhu dingin lingkungan, dan tekanan dekompresi. Penelitian cross-sectional menunjukkan bahwa penyelam memiliki volume paru besar dan rasio VEP1/KVP lebih rendah menandakan adanya penyakit saluran udara obstruktif atau keterbatasan aliran udara.45,46
Perubahan patologis paru penyelam dapat berkembang menjadi pulmonary oxygen toxocity (POT) atau disebut juga toksisitas oksigen pulmonal. Pulmonary oxygen toxocity terjadi akibat hiperoksia jika PO2 adalah antara 50-300 kPa atau setara 375–2250 mmHg. Fase akut POT bersifat reversibel mengarah ke perubahan patologis ireversibel. Fase akut POT diikuti fase kronis disebut biphasic. Fase akut ditandai eksudasi dan edema interstisial serta alveolar. Perubahan patologis fase akut ditandai kehilangan sel epitel tipe 1 alveolar, penghancuran endotelium kapiler pulmonal, distensi limfatik, edema septum alveolar, dan infiltrat sel inflamasi. Fase eksudatif akut POT dimulai setelah 8 jam pernapasan oksigen dan berlangsung 5–12 hari jika paparan oksigen dilanjutkan. Perubahan patologis fase akut bersifat reversibel meskipun dapat mengancam nyawa. Fase kronis POT disebut juga fase proliferasi ditandai oleh peningkatan sel alveolar tipe 2. Fungsi sel alveolar tipe 2 adalah menggantikan semua sel alveolar tipe 1 yang rusak. Fase proliferasi mengaibatkan penghalang darah-udara meningkat karena peningkatan viskositas 4- 5 kali. Fase proloferasi POT bersifat ireversibel sehingga akan terus berlangsung meskipun paparan oksigen dihentikan.
Penyebab | Perubahan patofisiologis | Efek samping klinis |
Peningkatan tekanan | ||
Oksigen | Hiperoksia | Stres oksidatif |
Inflamasi saluran napas | ||
Nitrogen | Mikrobubble gas vena | Penurunan kapasitas difusi |
Hipertensi pulmonal | ||
Tenggelam | Pengumpulan darah sentral | Sesak napas |
Penurunan komplians paru | ||
SCUBA | ||
Gas napas | Gas kering dan dingin | Kehilangan suhu pernapasan |
Peningkatan densita gas | Inflamasi saluran napas | |
Peningkatan resistensi saluran napas | Obstruksi saluran napas | |
Sesak napas | ||
Regulator tekanan | Peningkatan usaha napas | Sesak napas |
Pengeringan dan pendinginan mukosa saluran napas | ||
Pengerahan tenaga | Peningkatan kerja pernapasan | Sesak napas Retensi karbon |
dioksida (CO2) | ||
Exertion induces bronchoconstriction | ||
Kegagalan fungsi kapiler | ||
Edema paru | ||
Air | Peningkatan konduksi dan konveksi panas | Cold stress |
Peningkatan kehilangan panas saluran napas | Hipotermia Hipopnea Apnea |
PENYAKIT AKIBAT PENYELAMAN
Penyakit berhubungan dengan penyelaman bermacam-macam. Penyebab penyakit penyelaman tersering adalah penyakit dekompresi. Barotrauma penyakit akibat tekanan, penurunan visibilitas, narkosis gas selam, serta emboli udara adalah gangguan akibat penyelaman. Penatalaksaan penyakit akibat penyelaman disesuaikan dengan proses patogenesis penyakit. Pencegahan kejadian penyakit akibat penyelaman adalah lebih baik karena sebagian besar korban tidak selamat akibat keterlambatan dan jarak jauh saat proses transpor ke fasilitas kesehatan.
a. Barotrauma
Barotrauma di organ paru menimbulkan peregangan yang berlebihan di jaringan paru. Proses barotrauma paru terjadi saat naik atau turun kedalaman. Barotrauma paru waktu turun jarang terjadi baik pada breath hold diving maupun penyelaman dengan alat selam. Breath hold diving selam tanpa alat tetap mempunyai resiko mengalami barotrauma paru descent karena penyelam tidak mempunyai suplai udara untuk mengequalisasi tekanan intrapulmonal dengan tekanan sekeliling. Tekanan intrapulmonal dipertahankan sama dengan sekeliling dengan menurunkan volume paru saat fase permulaan breath hold diving.53,54
Barotrauma paru waktu naik kepermukaan terjadi akibat penurunan tekanan sekeliling dan sesuai hukum Boyle. Volume udara didalam paru ikut mengembang ketika naik ke permukaan. Keterlambatan ekshalasi memicu udara terperangkap, pengembangan berlebih volume paru (overdistension of the lungs), serta peningkatan tekanan intrapulmonal. Ruptur paru (brust lung) terjadi ketika overdistensi melebihi batas elastisitas paru.
b. Emfisema paru
Penyelam terpapar gas padat di bawah kondisi hiperbarik dan hiperoksik sehingga berisiko terkena penyakit pernapasan. Efek jangka panjang gangguan fungsi pernafasan telah dilaporkan pada penyelam komersial yang melakukan penyelaman dalam. Paru penyelam terpapar gas hiperoksia di kedalaman dan terjadi dekompresi tekanan saat naik ke permukaan. Penyelaman meningkatkan reaksi stres oksidatif dan decompression sickness menyebabkan kerusakan dan menimbulkan reaksi inflamasi saluran nafas. Perubahan struktur jalan napas akibat inflamasi DCS. Malondialdehid (MDA) dan Leukotrien B4 (LTB4) digunakan sebagai biomarker stres oksidatif pada saluran nafas akibat penyelaman. Peningkatan MDA dan LTB4 menjadi penanda kelainan saluran nafas kecil atau small airway disease.
c. Emboli pembuluh darah
Mikroembolism gas didalam vena terjadi ketika peyelam naik kepermukaan terlalu cepat tanpa adaptasi cukup. Penurunan kedalaman, peningkatan densitas gas, dan alat bantu pernapasan penyelam mempengaruhi ventilasi secara mekanis. Penyelaman di perairan dangkal 0-50 meter (m) di air laut menggunakan perlatan scuba berisiko terkena penyakit dekompresi. Emboli udara terjadi akibat masuknya gas dari alveoli ke sistem vena paru.
Emboli gas terbawa ke jantung dankemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi arterial sehingga menimbulkan obstruksi emboli gas di pembuluh koroner, serebral dan lainya. Emboli udara terjadi ketika distensi hebat paru, pembuluh darah kecil, dan peregangan kapiler. Gejala klinis emboli udara yaitu kehilangan kesadaran, gelisah, konvulsi, gangguan penglihatan, vertigo, gangguan saraf sensorik, nyeri dada, aritmia. Emboli gas berpotensi menimbulkan cerebrovasscular accident (CVA) susunan saraf pusat (SSP) bila terjadi lebih dari 30 menit. Terapi emboli udara yaitu rekompresi dengan menggunakan ruang udara bertekanan tinggi atau hiperbarik chamber.
d. Edema Paru
Edema paru saat menyelam terjadi akibat peningkatan afterload hipereaktivitas vaskular dipicu oleh suhu dingin ditambah peningkatan preload lingkungan bawah air hiperbarik. Tiga mekanisme akumulasi cairan ekstravaskular edema paru penyelam yaitu imersi air bersuhu dingin menimbulkan gradien tekanan hidrostatik terhadap tubuh menyebabkan pergeseran darah vena perifer. Imersi air menyebabkan efek pengumpulan darah sehingga terjadi redistribusi darah ke vascular bed pembuluh darah paru. Mekansisme ketiga penyebab edema paru yaitu kontraksi intens diafragma otomatis selama fase menahan napas menghasilkan pergeseran darah dari kapiler paru ke alveoli. Kegagalan kapiler menahan tekanan menyebabkan akumulasi air di kapiler paru. Edema paru akut non-kardiogenik terjadi akibat permeabilitas kapiler paru meningkat, atau ketika tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi tekanan plasma onkotik kardiogenik.
e. Emfisema Kutis
Peneliti Edmonds tahun 2006 membagi akibat barotrauma paru saat naik kepermukan menjadi empat yaitu kerusakan jaringan paru, emfisema subkutis, pneumotoraks, dan emboli udara. Emfisema subkutis terjadi akibat ruptur alveoli diikuti pelepasan gas ke jaringan interstitial paru. Gas menyebar disepanjang jaringan renggang di sekitar pembuluh darah besar dan jalan napas menuju hilus kemudian ke mediastinum dan leher menimbulkan emfisema mediastinalis dan subkutan.71,72
Gejala klinis emfisema subkutis yaitu nyeri di bawah sternum, penyempitan batas jantung, peredupan suara jantung, atau krepitasi suara jantung. Pneumotoraks terjadi akibat robekan pleura visceralis sehingga udara masuk kedalam cavum pleura dan menimbulkan pneumotorak. Pneumotoraks disertai perdarahan disebut hemopneumotoraks. Udara terperangkap didalam cavum pleura terus mengembang dan menimbulkan kenaikan tekanan selama naik ke permukaan. Gejala klinis nyeri pleural mendadak di daerah cavum pleura terkena, dispneu dan takipneu.
EFEK MENYELAM PADA FUNGSI PARU
Nilai faal paru dipengaruhi berbagai faktor yaitu umur, TB, jenis kelamin dan latihan fisik. Nilai faal paru tertinggi dicapai umur 19-21 tahun karena fungsi pernapasan dan sirkulasi darah meningkat dari masa usia anak menjadi optimal pada umur 20-30 tahun kemudian menurun karena penuaan. Difusi, ventilasi, ambilan oksigen dan semua parameter faal paru akan turun sesuai pertambahan umur setelah mencapai titik maksimal pada umur dewasa muda. Tes fungsi paru menggunakan spirometri dilakukan secara teratur terhadap penyelam. Fungsi paru optimal penting untuk meminimalkan risiko penyelaman.82,83
a. Efek Jangka Pendek
Resistensi jalan napas berbanding lurus dengan densitas gas ketika aliran laminar. Peningkatan kepadatan rongga toraks pada kondisi tekanan tinggi dibawah permukaan air akan meningkatkan resistensi jalan napas. Tekanan ambien tinggi menghasilkan peningkatan densitas gas menghasilkan aliran di saluran napas besar menjadi turbulen dan meningkat secara substansial. Kapasitas pernapasan berbanding terbalik dengan akar kuadrat kerapatan gas sehingga pada kedalaman 30 m ventilasi volunter maksimum berkurang 50% dibandingkan dengan nilai permukaan laut. Keterbatasan ventilasi di kedalaman terjadi karena peningkatan kepadatan gas membatasi kapasitas paru. Kapasitas paru di lingkungan menyelam lebih rendah dari kapasitas sistem kardiovaskular. Peningkatan usaha pernapasan di bawah air menyebabkan penurunan ventilasi alveolar berakibat hiperkarbia. Hipoventilasi penyelam diperparah oleh pencampuran gas paru buruk akibat difusi gas rendah di lingkungan padat.83,84
Penelitian menunjukkan menyelam di ruang kering RUBT menggunakan udara sebagai gas pernapasan menunjukan perubahan aliran ekspirasi atau volume paru hingga 24 jam serta penurunan sementara dalam diffusion capacity of the lung for carbon monoxide (DLCO) setelah kedalaman simulasi 39-87 m. Penurunan fungsi paru mencapai maksimum pada 20 menit setelah penyelaman berkorelasi dengan microbubbles gas vena yang terdeteksi menggunakan ultrasonografi Doppler. Subjek menghirup oksigen murni selama dekompresi tidak menunjukkan mikrobubbles atau penurunan DLCO signifikan. Microbubbles gas vena mikro menyebabkan perubahan DLCO setelah menyelam. Penurunan kapasitas difusi secara signifikan lebih tinggi pada subjek yang memiliki microbubbles gas vena dibandingkan dengan subyek tanpa microbubbles gas vena.
Penurunan kapasitas difusi pada kedalaman dangkal tidak berhubungan dengan tekanan dekompresi tetapi karena edema paru subklinis atau atelektasis.84,85,86
Toksisitas oksigen memicu perubahan fungsi paru setelah saturation dives dengan paparan O2 konsentrasi tinggi. Penyelam saturation dives mengalami perubahan setelah 21 hari menunjukan peningkatan KVP dan APE, serta penurunan DLCO. Tanda-tanda klinis toksisitas oksigen paru dan penurunan DLCO terjadi pada tekanan parsial oksigen yang dianggap aman (<50 kPa). Terdapat korelasi kuat diperoleh antara penurunan kapasitas difusi paru dan paparan hiperoksia kumulatif. Perubahan fungsi paru setelah saturation dives disebabkan oleh mekanisme counteracting volume paru statis dan dinamis serta pertukaran gas paru.85,86
b. Efek Jangka Panjang
Lingkungan menyelam memberikan tekanan ke paru akibat paparan tekanan tinggi, perubahan karakteristik gas, dan efek kardiovaskular sirkulasi paru. Multifaktor penyelaman mempengaruhi fungsi paru secara akut dan berpotensi menyebabkan efek berkepanjangan terakumulasi secara bertahap dengan paparan penyelaman berulang. Bukti eksperimen penyelaman penelitian longitudinal menunjukkan efek buruk jangka panjang dari menyelam terhadap paru penyelam komersial, yaitu penyakit saluran napas kecil dan percepatan penurunan fungsi paru. Bukti penelitian menunjukkan bahwa menyelam dengan SCUBA memungkinkan perubahan pada fungsi paru setelah berhubungan dengan immersion, suhu dingin sekitar, dan stres dekompresi, perubahan fungsi paru-paru meskipun tidak bermakna. Dampak penyelaman pada fungsi paru sangat tergantung faktor paparan menyelam individu. Subjek rentan secara klinis maka perburukan fungsi paru dapat terjadi bahkan setelah penyelaman scuba air dangkal.
Peneliti Lorrain-Smith di tahun 1899 menunjukkan menghirup oksigen dengan tekanan parsial lebih tinggi dari 50 kPa penyelam menyebabkan kerusakan paru, edema paru dan inflamasi saluran napas. Inflamasi paru akibat PO2 tinggi meningkatkan konsentrasi oksida nitrat yang dihembuskan. Penyelam mengalami proses peningkatan konsentrasi darah di rongga toraks. Konsentrasi darah rongga toraks meningkakan perbaikan ventilasi.
Penyelam profesional terlatih memiliki volume paru lebih besar dibandingkan orang biasa. Kapasitas vital paksa penyelam bernilai lebih besar dibanding VEP1 yang menyebabkan penurunan rasio VEP1/KVP akibat efek menahan napas dan tahanan selama penyelaman. Penelitian faal paru penyelam menunjukan penurunan forced expiratory flow 25-50 (FEF25-50) berhubungan dengan lama menyelam. Penelitian Skogstad selama 3 tahun pada penyelam menunjukkan penurunan nilai VEP1 bermakna berhubungan dengan perubahan fungsi jalan napas kecil. Penurunan nilai VEP1 penyelam menunjukan nilai lebih bermakna dibanding orang normal. Penelitian Crosbie mendapatkan penurunan rasio nilai VEP1/KVP seiring peningkatan nilai KVP. Penurunan rasio VEP1/KVP penyelam disertai penurunan nilai transfer factor of the lung for carbon monoxide (TLCO).Peningkatan volume paru penyelam berhubungan rasio nilai VEP1/KVP mirip dengan kondisi PPOK disebut sebagai large lung. Penelitian Davey menunjukan hubungan bermakna antara kedalaman penyelaman dengan nilai KVP namun tidak berhubungan dengan VEP1.
Cara Menghindari Risiko Kesehatan Saat Menyelam
Agar lebih aman dan terhindar dari penyakit penyelam, sebaiknya para penyelam memperhatikan aturan keamanan berikut ini:
- Mengecek terlebih dahulu dengan saksama peralatan selam dan diperiksa ulang oleh orang yang berkompeten (sebelum dan sesudah menyelam)
- Gunakan peralatan selam, termasuk baju menyelam, yang telah memenuhi standar
- Jangan pernah menyelam sendirian
- Ketahui cara mengatasi keadaan darurat di bawah air
- Jangan mencoba menyelam lebih lama atau lebih dalam dari rencana awal sebelum menyelam
- Naik ke permukaan dengan perlahan dan bertahap (berhenti sesaat di kedalaman tertentu)
KESIMPULAN
- Tekanan akan meningkat bila seseorang menyelam di bawah permukaan air karena perbedaan berat dari atmosfir dan berat air di atas penyelam.
- Perubahan respons paru bersifat reversibel dan ireversibel berupa penurunan ventilasi, peningkatan ruang rugi fisiologis dan volume cadangan ekspirasi. Peningkatan tekanan hidrostatik menyebabkan peningkatan perbedaan tekanan alveolar dengan dinding dada.
- Penatalaksaan penyakit akibat penyelaman disesuaikan dengan proses patogenesis penyakit. Pencegahan kejadian penyakit akibat penyelaman adalah lebih baik karena sebagian besar korban tidak selamat akibat keterlambatan dan jarak jauh saat proses transpor ke fasilitas kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
- Farrel P, Godden D, Curie G, Denison D, Ross J, Stephenson R, et al. British thoracic society guidelines on respiratory aspects of fitness for diving. Thorax 2003;58:3-13.
- Tetzlaff K,Theysohn J, Stahl C, Schlegel S, Koch A, Muth CM. Decline of FEV1 in scuba divers. Chest 2006;130:238-43.
- Adriano B, Sitepu BI, Kartarahardja S, Sutjiadi RH. Buku petunjuk one star scuba diver CMAS Indonesia. Dewan Instruktur Selam Indonesia 2005.
- Glen S, White S, Douglas J. Medical supervision of sport diving in Scotland: reassessing the need for routine medical examination. Br J Sports Med 2000;34:375-8.
- Boussuges A, Blanc F, Carturan D. Hemodynamic changes induced by recreational scuba diving. Chest 2006;129:1337-43.
- Sherwood L, The respiratory system. In: Sherwood L, editor. Textbook of medical physiology. 5th ed. Beldmont: Wadsworth Publishing. 1996. p.448- 50.
- Wilmshurst P. Diving and oxygen. BMJ 1998;317:996-9.
- Tetzlaff K, Friege L, Reuter M, Haber J, Mutzbauer T, Neubauer B. Expiratory flow limitation in compressed air divers and oxygen divers. Eur Respir J 1998;12:895–9
- Skogstad M, Thorsen E, Haldorsen T. Lung function over the first 3 years of a professional diving career. Occup Environ Med 2000;57:390–5.
- 10. Crosbie WA, Reed JW, Clarke MC. Functional characteristics of the large lungs found in comercial divers. J Appl Physiol 1979;46:639-45