Mengenal Apa Itu Terapi Oksigen Hiperbarik (HBOT) ?

Terapi Oksigen Hiperbarik (HBOT), adalah menghirup 100% oksigen di dalam ruang hiperbarik yang bertekanan lebih dari 1 atmosfer (atm). HBOT biasanya diberikan pada tekanan 1 hingga 3 atm. Sementara durasi sesi HBOT biasanya 90 hingga 120 menit. HBO telah digunakan secara luas dalam mengobati diabetes gangren, stroke, osteomielitis dan mempercepat penyembuhan luka. Penggunaan HBO pada penyakit menular sangat luas, sehingga mekanisme oksigen hiperbarik pada penyakit menular harus dipahami dengan baik. Pemahaman ini dapat membawa manajemen penyakit menular yang tepat dan bijaksana dan mencegah efek samping dari setiap terapi (Widiyanti, 2016). Perawatan dapat dilakukan di ruang monoplace atau multiplace. Di ruang monoplace, satu pasien diakomodasi, seluruh ruang diberi tekanan dengan oksigen 100%, dan pasien menghirup oksigen ruang sekitar secara langsung. Ruang multiplace menampung 2 orang atau lebih dan diberi tekanan dengan udara terkompresi sementara pasien menghirup oksigen 100% melalui masker, penutup kepala, atau pipa endotrakeal (Shah, 2010).

HBOT Tabung monoplace (Gretl Lam et al., 2017).
Tabung monoplace (Gretl Lam et al., 2017).
HBOT Tabung multiplace LAKESLA Surabaya.
Tabung multiplace LAKESLA Surabaya.

Sejarah HBOT, Terapi hiperbarik pertama kali dicatat pada tahun 1662, ketika Dr. Henshaw dari Inggris membuat RUBT untuk pertama kalinya. Sejak itu, penggunaan RUBT ini banyak menghasilkan manfaat dalam mengobati penyakit. Pada tahun 1879, penggunaan terapi hiperbarik dalam operasi mulai dilakukan. Pada tahun 1921 Dr. J. Cunningham mulai mengemukakan teori dasar tentang penggunaan oksigen hiperbarik untuk mengobati keadaan hipoksia. Tetapi usahanya mengalami kegagalan. Tahun 1930 penelitian tentang penggunaan oksigen hiperbarik mulai terarah dan mendalam. Sekitar tahun 1960an Dr. Borrema memaparkan hasil penelitiannya tentang penggunaan oksigen hiperbarik yang larut secara fisik di dalam cairan darah sehingga dapat memberi hidup pada keadaan tanpa Hb yang disebut life without blood. Hasil penelitiannya tentang pengobatan gas gangren dengan oksigen hiperbarik membuat Dr. Borrema dikenal sebagai Bapak RUBT. Sejak saat itu, terapi oksigen hiperbarik berkembang pesat dan terus berlanjut sampai sekarang (Riyadi, 2013).

Indonesia pertama kali memanfaatkan terapi hiperbarik pada tahun 1960 oleh LAKESLA yang bekerjasama dengan RSAL Dr. Ramelan Surabaya. Hingga saat ini makin banyak rumah sakit yang memiliki salah satunya RS Paru Jember yang sudah memiliki hiperbarik sejak tahun 2011 (Ariyani, Wijaya and Rifai, 2018).

Indikasi penggunaan HBOT,

  • Indikasi mutlak terapi oksigen hiperbarik adalah (Riyadi, 2013):

1. Emboli gas

2. Decompression sickness

3. Keracunan gas karbon monoksida

  • Indikasi terapi HBO yang diterima secara universal:

1. Ulkus yang tidak mengalami penyembuhan, luka bermasalah, cangkok kulit.

2. Crush injury, sindrom kompartemen dan penyakit iskemi traumatik akut yang lain.

3. Gas gangren/infeksi clostridium.

4. Infeksi jaringan lunak yang necrotizing (jaringan subkutan, otot, fascia)

5. Thermal burn

6. Anemia parah

7. Abses intrakranial

8. Post-anoxic encephalopathy

9. Luka bakar

10. Tuli mendadak

11. Iskemik okuler patologik

12. Emboli udara atau gas (terapi kuratif / lini utama pengobatan)

13. Penyakit dekompresi (terapi kuratif / lini utama pengobatan)

14. Keracunan karbon monoksida dan inhalasi asap (terapi kuratif / lini utama pengobatan) 15. Kecantikan

Kontraindikasi penggunaan HBOT,

  • Kontraindikasi absolut (Medscape, 2020)
HBOT Kontraindikasi absolut (Medscape, 2020)
  • Kontraindikasi relatif (Medscape, 2020)
HBOT Kontraindikasi relatif (Medscape, 2020)

Daftar Pustaka :

Ariyani, P.D., Wijaya, D. and Rifai, A., 2018. Pengaruh Prosedur Orientasi terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien yang Menjalani Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB) di Rumah Sakit Paru Jember (The Effect of the Orientation Procedure on the Level of Anxiety of Patients who is Undergoing Hyperbaric Oxygen . e-Jurnal Pustaka Kesehatan, 6 No 2(2), pp.292–297.

Gretl Lam, B., Rocky Fontaine, C., Frank L. Ross, M. and Ernest S. Chiu, M., 2017. Hyperbaric Oxygen Therapy: Exploring the Clinical Evidence. 30.

Latham, Emi 2020, Hyperbaric Oxygen Therapy, Medscape, viewed 4 Juni 2024 , https://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview#showall

Riyadi 2013, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, Lakesla

Shah, J., 2010. Hyperbaric Oxygen Therapy. Journal of the American College of Certified Wound Specialists, [online] 2(1), pp.9–13. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.jcws.2010.04.001 Widiyanti, P., 2016. Basic Mechanism of Hyperbaric Oxygen in Infectious Disease. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease, 2(1), p.49

MENGENAL APA ITU ILMU KESEHATAN KELAUTAN

By Anis Dwi Anita Rini

Berbicara tentang ilmu kesehatan lautan adalah topik yang menarik. Lautan memainkan peran penting dalam ekosistem global dan memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Lautan adalah salah satu keajaiban alam yang penuh misteri dan potensi. Di dalamnya terdapat kehidupan yang beragam, serta sumber daya yang penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Jurusan Ilmu Kelautan adalah wahana bagi para ilmuwan untuk menjelajahi dan memahami lautan ini secara lebih mendalam.

Apa bedanya Ilmu Kelautan dan Ilmu Kesehatan Kelautan ?

Ilmu Kelautan adalah cabang ilmu yang memfokuskan penelitian dan pemahaman pada ekosistem laut dan semua komponennya.  Ini mencakup studi tentang geologi laut, oseonografi, biologi laut, ekologi laut, kimia laut dan managemen sumber daya laut.

Ilmu Kesehatan Kelautan adalah bidang studi yang berkaitan dengan kesehatan manusia, hewan dan lingkungan dalam konteks kelautan dan perairan. Ini mencakup berbagai topik, seperti epidemiologi penyakit yang berkaitan dengan lingkungan laut, polusi air, keamanan pangan dari hasil laut, kesehatan masyarakat pesisir, dan upaya untuk melestarikan ekosistem laut yang berdampak pada kesehatan manusia.

            Bidang ini sangat penting mengingat banyaknya tantangan kesehatan yang terkait dengan ekosistem laut dan perairan, seperti peningkatan polusi, perubahan iklim, penangkapan ikan yang berlebihan, dan dampak negatif aktivitas manusia lainnya terhadap laut dan lingkungan pesisir. Melalui ilmu kesehatan kelautan, berbagai penelitian dan intervensi dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan manusia dan ekosistem laut secara bersamaan.

Apa sih Prodi Pendidikan Ilmu Kesehatan Kelautan ?

Menurut SK Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia No.163/E/KPT/2022 tentang Nama Program Studi, pada bagian Program Studi Pada Jenis Pendidikan Profesi, Program Studi pada Program Spesialis (Sp.) nomor 23 Kedokteran Kelautan (Maritime medicine) dengan gelar K.L. Untuk Subspesialis dalam Kedokteran Kelautan di bagian Program Studi Subspesialis di nomor 33, terdiri atas Kepelautan dan Transportasi Air (K.T(K)), Penyelaman dan Hiperbarik (P.H(K)), dan Pelabuhan dan Pesisir (P.P(K)).

II. Program Studi Pendidikan Spesialis

NO.NAMA PROGRAM STUDINAMA PROGRAM STUDI DALAM BAHASA INGGRISINISIAL RUMPUN ILMU/NAMA PROGRAM STUDI
RUMPUN ILMU TERAPAN (PROFESSION AND APPLIED SCIENCES
19Kedokteran OkupasiOccupational MedicineOk
20Kedokteran OlahragaSports MedicineK.O
21Kedokteran PenerbanganAerospace MedicineK.P
22Kedokteran DaruratEmergency MedicineK.D
23Kedokteran KelautanMaritime MedicineK.L
24Keperawatan AnakPediatric NursingKep.A

            Dokter spesialis yang memiliki kompetensi dalam penanganan masalah-masalah kesehatan kelautan, seperti masalah kesehatan pada lingkungan pelayaran (mikro dan makroklimat), standar kesehatan untuk berkerja, paparan bahaya pada pelaut, penumpang, tenaga penunjang pelayaran, pekerja galangan kapal dan pelabuhan, kondisi lingkungan kerja, sanitasi, nutrisi dan toksikologi, pelayanan telemedical dan ketersediaan pelayananmedis dasar sampai dengan evakuasi medis di atas kapal dan pekerja selam anjungan lepas pantai, sampai pada permasalahan pada kesehatan penyelaman, hiperbarik serta aplikasi terapannya di fasilitas pelayanan kesehatan.

Apakah Pendidikan Sp KL sudah ada koligiumnya?

Kolegium Kedokteran Kelautan telah berdiri sejak tahun 2006, dengan pengakuan Ilmu Kedokteran Kelautan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dengan Keputusan KKI No.45/KKI/KEP/X/2019 tentang Daftar Percabangan Ilmu Kedokteran dan Kedokteran Gigi. Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Kelautan sudah ada dan melandasi penyusunan kurikulum PPDS KL, yaitu melalui Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 71 Tahun 2020.

Demikian kutipan yang saya berikan , semoga dapat bermanfaat dan mengenalkan lebih jauh tentang ilmu Kesehatan kelautan. Dengan adanya Program Studi Spesialis Kedokteran Kelautan Universitas Hang Tuah, Surabaya semoga dapat memberikan sumbangsih yang semakin besar dalam perkembangan keilmuan dan inovasi baru dalam dunia kedokteran serta menjadikan Indonesia menjadi Negara Maritim yang Terbesar dan terdepan di Dunia.

Referensi

  1. Salinan-Kepdirjen-Nama-Prodi-No.-163-Th-2022.pdf (kemdikbud.go.id)
  2. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 45/KKI/KEP/X/2019

Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and Technology

Manfaat Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT) di Bidang Kecantikan

Oleh: Arif Rahman Nurdianto

Pemberian terapi oksigen hiperbarik atau Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT) merupakan salah satu disiplin dalam bidang spesialisasi Kedokteran Kelautan yang dimiliki oleh Universitas Hang Tuah Surabaya. Sebagai salah satu pelopor dalam HBOT di Indonesia tentunya banyak penelitian dan riset telah dilakukan disamping pemberian terapi klinis pada pasien dalam chamber milik Lakesla Surabaya. HBOT juga telah lama menjadi bidang yang menarik dalam industri kecantikan karena potensinya dalam meningkatkan kesehatan kulit dan memberikan manfaat estetika. Dalam kajian kali ini kami akan membahas beberapa manfaat utama pemberian terapi oksigen hiperbarik terhadap kecantikan:

HBOT dapat membantu dalam meningkatkan pasokan oksigen ke jaringan kulit dengan meningkatkan peredaran darah. Hal ini membantu meningkatkan vitalitas kulit dan meningkatkan warna kulit yang sehat. (Marx dan Johnson, 1988; Hunt, 1975). Sehingga dengan meningkatnya pasokan Oksigen dalam jaringan, maka akan berdampak pada stimulasi produksi kolagen di kulit yang bermanfaat pada kecantikan. Hal tersebut disebabkan karena Oksigen merupakan komponen penting dalam sintesis kolagen, protein struktural utama dalam kulit yang menjaga kekencangan dan kelembapan kulit. Dengan meningkatkan pasokan oksigen ke kulit, HBOT dapat merangsang produksi kolagen, yang mengurangi tanda-tanda penuaan seperti garis halus dan kerutan. (Marx dan Johnson, 1988; Hunt, 1975)

Sumber: https://srivijaya.id/2018/07/17/hbot-kini-ada-di-palembang-apakah-itu

Terapi oksigen hiperbarik telah terbukti efektif dalam mempercepat proses penyembuhan setelah prosedur kecantikan seperti mikrodermabrasi, laser, atau peeling kimia. Oksigen tambahan membantu kulit untuk pulih lebih cepat, mengurangi risiko peradangan dan infeksi (Zamboni dkk, 1997; Kalliainen dkk, 2013). Dengan dasar tersebut kiranya perlu diberikan kolaborasi antara pemberian terapi oleh dokter spesialis kulit dengan dokter Spesialis Kedokteran Kelautan yang mendalami HBOT.

Pasokan oksigen yang lebih besar ke jaringan kulit juga dapat dapat membantu mengurangi kemerahan dan peradangan. Hal ini bermanfaat bagi individu dengan kondisi kulit sensitif atau yang rentan terhadap jerawat atau rosacea. (Moon, 2017; Hampson dkk, 2001). Selain itu Oksigen membantu meningkatkan kadar air dalam kulit dengan meningkatkan aktivitas sel-sel kulit yang bertanggung jawab untuk menjaga kelembapan kulit. Dengan demikian, terapi oksigen hiperbarik dapat membantu meningkatkan hidrasi kulit dan menjaga kulit tetap lembut dan kenyal (Alsina-Gibert dkk, 2017; Marx dan Ehler, 1990).

Dengan kemampuannya dalam menjaga kekenyalan kulit dengan stimulasi produksi kolagen, meningkatkan peredaran darah, dan mengurangi peradangan, hasilnya dapat mengurangi tanda-tanda penuaan pada kulit seperti kerutan, garis halus, dan kehilangan elastisitas (Alsina-Gibert dkk, 2017; Marx dan Ehler, 1990).

Hal terakhir dalam pembahasan kali ini yakni, HBOT dapat membantu meningkatkan penyerapan produk perawatan kulit yang digunakan selama atau setelah sesi terapi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan aktif dalam produk perawatan kulit untuk bekerja lebih efektif di dalam kulit. Orras dkk, 1994; Khatri dkk, 2018). Dari penjelasan manfaat diatas maka HBOT tidak hanya menawarkan manfaat kesehatan, tetapi juga memberikan manfaat estetika yang signifikan bagi kulit, membantu individu untuk mencapai penampilan kulit yang lebih sehat dan lebih muda.

Semoga Program Studi Spesialis Kedokteran Kelautan Universitas Hang Tuah, Surabaya dapat memberikan sumbangsih yang semakin besar dalam perkembangan keilmuan dan inovasi baru dalam dunia kedokteran di Indonesia, termasuk dalam bidang kecantikan yang saat ini menjadi primadona kaum Hawa di dunia.

Referensi:    

  1. Marx, R. E., & Johnson, R. P. (1988). Problem wounds in oral and maxillofacial surgery: The role of hyperbaric oxygen. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 46(1), 2-11.
  2. Hunt, T. K., Pai, M. P., & Annenberg School for Communication (University of Pennsylvania). (1975). The effect of varying ambient oxygen tensions on wound metabolism and collagen synthesis. Annals of Surgery, 182(3), 340.
  3. Zamboni, W. A., Wong, H. P., Stephenson, L. L., Pfeifer, M. A., & Winter, D. L. (1997). Evaluation of hyperbaric oxygen for diabetic wounds: A prospective study. Undersea & Hyperbaric Medicine, 24(3), 175-179.
  4. Kalliainen, L. K., Gordillo, G. M., Schlanger, R., Sen, C. K., & Andarawis-Puri, N. (2013). Physiology of Hyperbaric Oxygen. Operative Techniques in Plastic and Reconstructive Surgery, 20(4), 238-247.
  5. Moon, R. E., & Brodsky, A. (2017). Use of hyperbaric oxygen in otolaryngology. Otolaryngologic Clinics of North America, 50(4), 773-788.
  6. Hampson, N. B., Simonson, S. G., & Kramer, C. C. (2001). Central nervous system oxygen toxicity during hyperbaric treatment of patients with carbon monoxide poisoning. Undersea & Hyperbaric Medicine, 28(1), 5-13.
  7. Alsina-Gibert, M., Pedret, C., Soler, A. M., Ballester, R. J., & Casals, M. (2017). A new approach to the treatment of burns: Hyperbaric oxygen with superoxide dismutase. Undersea & Hyperbaric Medicine, 44(6), 527-533.
  8. Marx, R. E., & Ehler, W. J. (1990). The application of hyperbaric oxygen therapy in craniofacial surgery and trauma. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 48(6), 617-623.
  9. Torras, O., Thistlethwaite, P. A., & Ganz, J. C. (1994). A controlled study on the effect of hyperbaric oxygen treatment on normal skin and on subcutaneous wound healing. Undersea & Hyperbaric Medicine, 21(4), 431-437.
  10. Khatri, S., Ghosh, C., & Ghosh, J. (2018). Hyperbaric oxygen therapy in diabetic foot. Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences, 7(13), 1625-1627.