Filsafat Ilmu Kedokteran Masa Kegelapan
Ilmu filsafat adalah pengetahuan yang bisa dicerna menggunakan akal budi terkait segala hal yang berhubungan dengan alam semesta atau upaya mengetahui kebenaran mengenai adanya sesuatu.
Sejarah hukum adalah suatu metode dan ilmu yang merupakan cabang dari ilmu sejarah (bukan cabang dari ilmu hukum), yang mempelajari (studying), menganalisa (analising), memverifikasi (verifiying), menginterpretasi (interpreting), menyusun dalil (setting the clausule), dan kecenderungan (tendention), menarik kesimpulan tertentu (hipoteting), tentang setiap fakta, konsep, kaidah, dan aturan yang berkenaan dengan hukum yang pernah berlaku. Hal tersebut sejalan dengan munculnya sebuah ilmu yang dikenal dengan sebutan Filsafat Hukum, Filsafat Hukum muncul melalui kebingungan serta proses pemikiran yang panjang dan kompleks. Berkembangnya Filsafat Hukum seperti sekarang tentu tidaklah lepas dari pembacaan terhadap sejarah-sejarah terdahulu dari mulai zaman yunani kuno sampai abad sekarang. Keberadaan sejarah pada akhirnya bukan menjadi sesuatu yang menghalangi perkembangan dari sebuah ilmu. Melalui sejarah lah suatu ilmu dapat berkembang. Dalam perjalanan perkembangan pemikiran hukum dimulai dari sebuah zaman yakni Yunani Kuno. Banyak ahli, aliran serta pemikiran yang lahir di masa itu yang pada akhirnya pemikiran tersebut menjadi benih terciptanya Filsafat Hukum.
Sejarah perkembangan ilmu filsafat dikelompokkan ke dalam beberapa fase. Sebut saja Fase Yunani Kuno, Fase Zaman Kegelapan, Fase Zaman Pencerahan, Fase Zaman Awal Modern, Fase Zaman Modern, dan Fase Zaman Pos Modern.Tidak hanya zaman Yunani Kuno yang menjadi pengaruh besar dalam dunia Filsafat Hukum, namun ada juga zaman Romawi, Abad Pertengahan, Zaman Renaissance, Zaman Aufklarung, Zaman Modern, Zaman Ideologi, hingga Reformasi dunia. Mempelajari Filsafat Hukum bertujuan untuk memperluas cakrawala keilmuan sehingga dapat memahami dan mengkaji dengan kritis atas hukum dan diharapkan akan menumbuhkan sifat kritis sehingga mampu menilai dan menerapkan kaidah-kaidah hukum.
Fase Zaman Kegelapan
Zaman kegelapan terjadi antara abad 12-13 M yang dikenal pula sebagai abad pertengahan. Pemikiran keagamaan kristiani menguasai filsafat zaman ini. Pemikiran dari Aristoteles pun dikenal lagi lewat karya-karya filsuf Islam dan Yahudi, seperti Maimonides (1135-1204) serta Avicena Ibn. Sina (980-1037).
Keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 476 disepakati para sejarawan sebagai permulaan dari abad pertengahan. Tidak ada satupun imperium yang mampu menggantikan Romawi yang pernah menguasai seluruh Laut Tengah. Kekaisaran Bizantium yang masih bertahan pun hanya bisa mengendalikan kekuasaannya di Balkan dan Anatolia. Munculnya kekuatan baru seperti Orang Islam di selatan berbanding terbalik dengan Eropa yang tidak memiliki kiblat kekuasaan besar. Bangsa Eropa memasuki masa transisi yang diisi dengan instabilitas, absolutisme feodal dan gereja, serta kualitas hidup yang rendah.
Abad pertengahan muncul setelah kekuasaan Romawi jatuh pada abad ke 5 (lima) Masehi, ini ditandai dengan kejayaan agama Kristen di Eropa dan mulai berkembangnya agama Islam pada abad ke 6 (enam) M. Pada zaman itu pemikir-pemikir diantaranya: Agustinus (354-430 M) dan Thomas Aquino (1225- 1275). Dan para pemikir Islam seperti Ibnu Rusy, Ibnu Sina, Al Ghazali, dll.1 Dalam mengembangkan pemikirannya ternyata tidak terlepas dari pengaruhpengaruh zaman Yunani kuno. Agustinus misalnya banyak mendapat pengaruh dari pemikiran Plato tentang hubungan antara ide-ide abadi dengan benda-benda duniawi.
– Ciri-Ciri Abad Pertengahan
Abad Pertengahan merupakan peralihan Eropa dari zaman klasik menuju masa yang baru. Sehingga terdapat beberapa perubahan dan karakteristik unik yang berubah seiring dengan perkembangan zaman pertengahan. Beberapa ciri-ciri penting yang dimiliki oleh peradaban Eropa pada masa ini adalah :
- Meluasnya praktek kristenisasi di tengah masyarakat;
- Jatuhnya populasi Eropa akibat kelaparan dan wabah;
- Menurunnya kesejahteraan masyarakat akibat instabilitas politik dan ekonomi;
- Tumbuhnya semangat kebangsaan yang memunculkan negara-negara baru;
- Feodalisme muncul menjadi tatanan sosial yang banyak dipergunakan;
- Munculnya banyak konflik misalnya negara, bangsa, atau agama;
- Berkembangnya sistem ekonomi manorial;
- Terhambatnya ilmu pengetahuan akibat feodalisme dan gereja sebelum akhir Abad Pertengahan;
Awal Abad Pertengahan (±Abad 5-10 M)
Masuknya Eropa ke dalam Abad Pertengahan dimulai dengan penyesuaian diri terhadap hilangnya kekuasaan besar Romawi. Periode ini dianggap sebagai kegelapan Eropa pasca Zaman Klasik. Kota-kota besar kehilangan penduduk yang bermigrasi untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Hal ini berdampak pada lesunya aktivitas perekonomian yang sebelumnya ramai berlangsung. Selain itu, pada masa ini, kekuatan lembaga gereja menguat dan meletakkan Alkitab sebagai sumber rujukan utama masyarakat. Sehingga membatasi munculnya karya ilmiah dan kesusasteraan yang dapat menjadi sumber pembaharuan. Pada periode ini, Bangsa Eropa dihadapkan pada kebangkitan Umat Islam yang menaklukkan banyak wilayah di Mediterania sejak abad ke-7. Kesusasteraan dan keilmuan juga berkembang pesat di Cordoba yang dikuasai oleh Islam, meninggalkan kebanyakan wilayah Eropa. Salah satu peristiwa penting dari masa ini adalah berdirinya Kekaisaran Romawi Suci oleh Karel yang Agung pada tahun 800, monarki penting Eropa yang berdiri sampai tahun 1806.
Puncak Abad Pertengahan (±1001-1300 M)
Abad Pertengahan pada periode ini mencapai puncak peradabannya. Eropa mengalami peningkatan jumlah penduduk yang signifikan, sehingga berdampak positif pada perkembangan perekonomian dan politik. Meskipun terjadi beberapa invasi seperti Viking dan Bangsa Mongol, kekuasaan Eropa tumbuh secara sehat di banyak wilayah. Sementara gereja yang kuat masih menyerukan Perang Salib melawan Islam memperebutkan Yerusalem.Bibit negara-bangsa baru seperti Inggris, Perancis, Hungaria dan Jerman mulai muncul pada masa ini. Selain itu, ilmu pengetahuan mulai sedikit mendapat tempat di publik, misalnya Albertus Magnus dan Thomas Aquinas yang membangkitkan filsafat khas Aristoteles dan Cicero.
Akhir Abad Pertengahan (±1301-1500 M)
Periode terakhir dari Abad Pertengahan yang didominasi oleh bencana besar bagi Bangsa Eropa dalam berbagai bidang. Black Death dan Black Famine menghancurkan demografi dan perekonomian Eropa, hal ini diperparah dengan konflik seperti Perang Seratus Tahun antara Perancis dan Inggris. Kejayaan pada periode sebelumnya dalam waktu singkat runtuh termasuk kekuasaan Gereja yang terlibat dalam Skisma Barat.
Pemikiran umum dari Aliran Masa Pertengahan adalah :
- Ketaatan manusia terhadap hukum positif bukan lagi karena ia sesuai dengan hukum alam, tetapi karena sesuai dengan kehendak Illahi (Tuhan).
- Adanya hukum yang abadi yang berasal dari rasio Tuhan, yang disebut Lex Aeterna. Melalui Lex Aeterna inilah Tuhan membuat rencana-Nya terhadap alam semesta.
- Hukum abadi dari Tuhan itu mengejawantah pula dalam diri manusia, sehingga manusia dapat merasakan, misalnya apa yang disebut “Keadilan” itu. Inilah yang disebut dengan hukum alam (Lex Naturalis).
Abad Pertengahan merupakan suatu era di mana pemikiran serba Ilahiah (terutama teologi Kristen) begitu dominan. Rezim Ilahi “dilibatkan” (secara langsung) dalam pengelolaan dunia ini. Manusia dan alam dianggap berada di bawah kendali Alhalik. Sama seperti logos di era sebelumnya, Tuhan-dengan sekalian kehendak dan firman-Nya, menuntun hidup manusia pada penenalan akan Alhalik yang menjadi sumber hukum serentak sumber hukum. Dengan demikian, tidak saja dimungkinkan hidup “tertib” di dunia, tetapi juga memperoleh keselamatan di akhirat. Praktis, kehadiran rezim Ilahi menjadi “kekuasaan” yang dihadapi di era ini. Maka seperti tampat pada pemikiran Agustinus (dipenghujung akhir zaman klasik/1200 M), tertib hidup manusia (termasuk teori tentang hukum) diletakan dalam tatanan “cinta kasih dan hidup damai”. Ini merupakan jawaban atas campur tangan Ilahi dalam kehidupan manusia . Selama Abad Pertengahan tolok ukur segala pikiran orang adalah kepercayaan bahwa aturan semesta alam telah ditetapkan oleh Allah Sang Pencipta. Sesuai dengan kepercayaan itu hukum pertama-tama dipandang sebagai suatu aturan yang berasal dari Allah.
Oleh sebab itu dalam membentuk hukum positif manusia sebenarnya harus dicocokan dengan aturan yang telah ada, yakni dalam penentuan-penentuan agama. Selayaknya hukum itu disebut bersifat ideal, yakni mendapat akarnya dalam ideal hidup sebagaimana disampaikan dalam agama seperti
- Hukum dibentuk mendapat akarnya dalam agama, atau secara langsung atau tidak langsung.
- Menurut agama Islam hukum berhubungan dengan wahyu secara langsung (Al-Syafi’i dan lain-lain), sehingga hukum agama Islam dipandang sebagai bagian wahyu (Syariah).
- Menurut agama kristiani hukum berhubungan dengan wahyu secara tidak langsung (Agustinus, Thomas Aqiuinas), yakni hukum yang dibuat manusia, disusun di bawah inspirasi agama dan wahyu.
Pengertian hukum yang berbeda ini ada konsekuensinya dalam pandangan terhadap hukum alam. Para tokoh Kristiani cenderung untuk mempertahankan hukum alam sebagai norma hukum, akan tetapi bukan lagi karena itulah alam, melainkan oleh sebab itu alam merupakan ciptaan Tuhan. Menurut Thomas Aquinas aturan alam tidak lain dari partisipasi (pengambil bagian) aturan abadi (lex eterna) yang ada pada Tuhan sendiri.
Pada Abad Pertengahan dalam tradisi filsafat hukum lima jenis hukum disebut :
- Hukum abadi (lex aeterna) : rencana Allah tentang aturan semesta alam. Hukum abadi itu merupakan suatu pengertian teologi tentang asal mula segala hukum, yang kurang berpengaruh atas, maka pengertian hukum lainnya.
- Hukum Ilahi positif (lex divina positiva) : hukum Allah yang terkandung dalam wahyu agama, terutama mengenai prinsip-prinsip keadilan.
- Hukum alam (lex naturalis) : hukum Allah sebagaimana nampak dalam aturan semesta alam melalui akal budi manusia.
- Hukum bangsa-bangsa (ius gentium) : hukum yang diterima oleh semua atau kebanyakan bangsa. Hukum itu yang berasal dari hukum Romawi, lambat laun hilang sebab diresepsi dalam hukum positif.
- Hukum positif (lex humana positiva) : hukum sebagaimana ditentukan oleh yang berkuasa ; tata hukum negara. Hukum ini pada zaman modern ditanggapi sebagai hukum yang sejati.
Peristiwa-peristiwa Penting di Abad Pertengahan
The Black Death dan Great Famine
Kualitas hidup yang rendah adalah salah satu dari hal yang Bangsa Eropa rasakan pada Abad Pertengahan. Pada abad ke-14, kedua peristiwa ini mengakibatkan populasi Eropa turun hingga setengahnya. Black Famine (1315-1317) merupakan bencana kelaparan yang melanda sebagian besar Eropa, sementara Black Death (1347-1350) adalah wabah pes menewaskan lebih dari 20 juta jiwa. Populasi binatang-binatang ternak yang mati juga mengakibatkan guncangan terhadap ekonomi. Kedua krisis ini membawa keruntuhan demografi dan instabilitas politik-ekonomi.
Perang Salib
Perang Salib adalah rangkaian pertempuran yang berlangsung antara tentara Katolik dan Islam. Berlangsung sejak abad ke-11 sampai abad ke-17 Masehi, gereja Katolik menjadi motor utama yang memaksa penguasa-penguasa beragama Katolik untuk membebaskan Yerusalem dari tangan Islam. Hal ini merupakan peristiwa penting yang menandai betapa kuatnya organisasi gereja pada Abad Pertengahan.
Magna Carta
Piagam yang disahkan dikeluarkan di Inggris pada tahun 1215, sebagai langkah awal terbentuknya hukum konstitusional. Magna Carta membatasi kekuasaan raja dan penegak hukum dalam menjalankan kekuasaannya. Di tengah kuatnya feodalisme, Magna Carta adalah salah satu langkah penting dalam mewujudkan supremasi hukum.
Perang Seratus Tahun
Perang ini adalah serangkaian konflik antara Wangsa Valois (Perancis) dan Wangsa Plantagenet (Inggris) antara 1337-1453. Konflik ini dilatarbelakangi oleh sengketa wilayah dan perebutan pengaruh pasca bencana demografi yang melanda pada abad ke-14. Konflik ini dipandang sebagai pertempuran terpenting dalam sejarah Abad Pertengahan. Menjadi penanda peralihan menuju Abad Penjelajahan dan Renaisans.
Perjalanan Marco Polo
Marco Polo adalah seorang saudagar Venesia yang menulis catatan perjalanan penting dari Eropa ke Tiongkok melalui jalur sutera pada 1271-1295. Bukunya memberi gambaran informasi mengenai dunia timur yang menjadi misteri bagi bangsa Eropa. Catatan mengenai megahnya dunia timur menginspirasi banyak negara mengirimkan penjelajah dunia, terutama setelah Konstantinopel direbut pada 1453.
Penaklukan Konstantinopel
Pasukan Turki Utsmani menyerbu Konstantinopel pada tahun 1453, menaklukkan kota bersejarah bagi Eropa dan Gereja Katolik. Kekalahan ini membuka mata Eropa atas ketertinggalannya dari dunia timur yang semula masih menjadi misteri. Peristiwa ini menjadi titik balik kebangkitan Eropa dalam Abad Penjelajahan dan Renaisans.
Fase Zaman Modern
Filsafat modern adalah pembagian dalam sejarah Filsafat Barat yang menjadi tanda berakhirnya era skolastisisme. Waktu munculnya filsafat modern adalah abad ke-17 hingga awal abad ke-20 di Eropa Barat dan Amerika Utara. Filsafat Modern ini pun dimulai sejak munculnya rasionalisme lewat pemikiran Descartes, seorang filsuf terkemuka pada zaman Modern.
Masa modern menjadi identitas di dalam filsafat Modern. Pada masa ini rasionalisme semakin dipikirkan. Tidak gampang untuk menentukan mulai dari kapan Abad Pertengahan berhenti. Namun, dapat dikatakan bahwa Abad Pertengahan itu berakhir pada abad 15 dan 16 atau pada akhir masa Renaisans. Masa setelah Abad Pertengahan adalah masa Modern. Sekalipun, memang tidak jelas kapan berakhirnya Abad Pertengahan itu. Akan tetapi, ada hal-hal yang jelas menandai masa Modern ini, yaitu berkembang pesat berbagai kehidupan manusia Barat, khususnya dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan ekonomi. Usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik Yunani–Romawi. Kebudayaan ini pulalah yang diresapi oleh suasana kristiani. Di bidang Filsafat, terdapat aliran yang terus mempertahankan masa Klasik. Aliran-aliran dari Kungfu dan mazhab Stoa menjadi aliran-aliran yang terus dipertahankan. Pada masa Renaissance ini tidak menghasilkan karya-karya yang penting.
Satu hal yang menjadi perhatian pada masa Renaissance ini adalah ketika kita melihat perkembangan pemikirannya. Perkembangan pada masa ini menimbulkan sebuah masa yang amat berperan di dalam dunia filsafat Inilah yang menjadi awal dari masa modern. Timbulnya ilmu pengetahuan yang modern, berdasarkan metode eksperimental dan matematis. Segala sesuatunya, khususnya di dalam bidang ilmu pengetahuan mengutamakan logika dan empirisme. Aristotelian menguasai seluruh Abad Pertengahan ini melalui hal-hal tersebut.
Pada masa Modern terjadi perkembangan yang pesat pada bidang ekonomi. Hal ini terlihat dari kota-kota yang berkembang menjadi pusat perdagangan, pertukaran barang, kegiatan ekonomi monoter, dan perbankan. Kaum kelas menengah melakukan upaya untuk bangkit dari keterpurukan dengan mengembangkan suatu kebebasan tertentu. Kebebasan ini berkaitan dengan syarat-syarat dasar kehidupan. Segala macam barang kebutuhan bisa dibeli dengan uang. Makanisme pasar pun sudah mulai mengambil peranan penting untuk menuntut manusia untuk rajin, cerdik, dan cerdas. Dari sudut pandang sosio-ekonomi menjelaskan bahwa individu berhadapan dengan tuntutan-tuntutan baru dan praktis yang harus dijawab berdasarkan kemampuan akal budi yang mereka miliki. Kemampuan ini tanpa harus mengacu kepada otoritas lain, entah itu dari kekuasaan gereja, tuntutan tuan tanah feodal, maupun ajaran muluk-muluk dari para filsuf.
Dari sudut pandang sejarah Filsafat Barat melihat bahwa masa modern merupakan periode dimana berbagai aliran pemikiran baru mulai bermunculan dan beradu dalam kancah pemikiran filosofis Barat. Filsafat Barat menjadi penggung perdebatan antar filsuf terkemuka. Setiap filsuf tampil dengan gaya dan argumentasinya yang khas. Argumentasi mereka pun tidak jarang yang bersifat kasar dan sini, kadang tajam dan pragmatis, ada juga yang sentimental. Sejarah filsafat pada masa modern ini dibagi ke dalam tiga zaman atau periode, yaitu: zaman Renaissans (Renaissance), zaman Pencerahan Budi (Aufklarung), dan zaman Romantik, khususnya periode Idealisme Jerman.
Ada beberapa tokoh yang menjadi perintis yang membuka jalan baru menuju perkembangan ilmiah yang modern antara lain :
- Leonardo da Vinci (1452-1519),
- Nicolaus Copernicus (1473-1543),
- Johannes Kepler (1571-1630) dan Galileo Galilei (1564-1643).
Sedangka Francis Bacon (1561-1623) merupakan filsuf yang meletakkan dasar filosofisnya untuk perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Dia merupakan bangsawan Inggris yang terkenal dengan karyanya yang bermaksud untuk menggantikan teori Aristoteleles tentang ilmu pengetahuan dengan teori baru.
Sekalipun demikian, Rene Descartes merupakan filsuf yang paling terkenal pada masa filsafat modern ini. Rene Descartes (1596-1650) diberikan gelar sebagai bapa filsafat modern. Dia adalah seorang filsuf Perancis. Descartes belajar filsafat pada Kolese yang dipimpin Pater-pater Yesuit di desa La Fleche. Descartes menulis sebuah buku yang terkenal, yaitu Discours de la method pada tahun 1637. Bukunya tersebut berisi tentang uraian tentang metode perkembangan intelektuilnya. Dia dengan lantang menyatakan bahwa tidak merasa puas dengan filsafat dan ilmu pengetahuan yang menjadi bahan pendidikannya. Dia juga menjelaskan bahwa di dalam dunia ilmiah tidak ada sesuatu pun yang dianggapnya pasti. Segala sesuatu dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya memang dipersoalkan juga.
Kondisi Pemikiran Hukum dan Sejarah Filsafat Hukum pada Zaman Renaissance (Kebangkitan Kembali)
Masa kebangkitan kembali untuk kembali berfikir bebas dan mengembangkan ilmu pengetahuan seperti yang dilakukan oleh para pemikir Yunani. Masa reinaisance adalah masa reformasi atas hegemonie gereja Katholic Roma. Pada masa ini melahirkan para pemikir seperti Niccolo Machiavelli (1469- 1527M), Jean Bodin (1530-1596M), Thomas Hobbes. Ilmu pengetahuan itu harus bebas tanpa campur tangan dari kekuasaan negara. Pemikiran yang serba moral dan serba Ilahi era Klasik dan abad pertengahan, cenderung ditinggalkan oleh teoritikus zaman modern. Teori hukum zaman modern menempatkan “manusia duniawi”yang otonom sebagai titik tolak teori. Hukum tidak lagi terutama dilihat dalam bayang-bayang alam dan agama, tetapi melulu sebagai tatanan manusia yang bergumul dengan pengalaman sebagai manusia duniawi.
Pemikiran secara umum Zaman Renaisance adalah :
- Falsafah harus ditingkatkan derajatnya, di mana tidak dibatasi oleh siapapun apalagi negara.
- Pengetahuan empiris harus dikembangkan, sehingga akan muncul eksperimen-eksperimen.
- Individualisme harus dikembangkan untuk melakukan hak-haknya.
Meski begitu, sebagai sebagai filsuf, para pemikir zaman modern, terutama era Renaisance, masih juga dipengaruhi kosmologi metefisika. Mereka tetap mengakui hukum alam, tetapi tidak menjadikannya sebagai perhatian utama. Bagi filsuf-filsuf sperti Jean Bodin (1530-1596), Hugo Grotius (1583-1645), dan Thomas Hobbes (1588-1679), yang teorinya segera dibahas, hukum posisitiflah (buatan manusia lewat negara) yang menjadi fokus perhatian. Ini bisa di mengerti oleh karena “kekuatan” yang dihadapi manusia zaman ini adalah : (i) manusiamanusia duniawi yang secara individual menjinjing kebebasan tanpa batas, (ii) keberadaan “nationstate” di bawah pemerintahan raja-raja (yang kuat). Teori hukum (sebagai tertib manusia), dikonstruksi dalam konteks yang demikian itu.8 Menurut para ahli sejarah terdapat beberapa faktor yang menandakan datangnya suatu zaman baru, yang disertai suatu mentalitas baru juga. Titik tolaknya ialah kenyataan bahwa pada abad ke 15 (lima belas) orang-orang terdidik di Italia mulai menimba inspirasi segar pada zaman klasik, yakni pada kebudayaan Yunani dan Romawi kuno. Sebab itu zaman itu, yang merupakan awal zaman modern, disebut zaman Renaissance (kelahiran kembali). Pada zaman itu hidup manusia mengalami banyak perubahan. Bila pada Abad Pertengahan perhatian orang masih diarahkan kepada dunia akhirat dan keselamatan manusia pada Tuhan, pada zaman baru pikiran orang-orang berpaling ke hidup manusia di dunia. Maka Renaissance itu adalah “penemuan kembali dunia dan manusia” (Burckhardt). Bagi para pemikir tentang hukum perubahan-perubahan tersebut besar artinya :
- Sesuai dengan mentalitas baru pembentukan hukum dianggap sebagai bagian kebijakan manusia di dunia;
- Organisasi negara nasional disertai pemikiran tentang peraturan hukum yang tepat, baik untuk dalam negeri, maupun untuk hubungan dengan luar negeri (hukum internasional).
- Oleh sebab peraturan-peraturan yang berlaku bagi negara dibuat atau perintah raja-raja, raja dipandang sebagai pencipta hukum
Tokoh-tokoh Filsafat Modern
Empirisisme
- John Locke (29 Agustus 1632 – 28 Oktober 1704)
Seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal.[2] Bersama dengan rekannya, Isaac Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting pada era Pencerahan. Selain itu, Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Kemudian Locke juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. - George Berkeley (12 Maret 1685 – 14 Januari 1753)
Seorang filsuf Irlandia yang juga menjabat sebagai uskup di Gereja Anglikan. Bersama John Locke dan David Hume, ia tergolong sebagai filsuf empiris Inggris yang terkenal. Ia dilahirkan pada tahun 1685 dan meninggal pada tahun 1753. Berkeley mengembangkan suatu pandangan tentang pengenalan visual tentang jarak dan ruang. Selain itu, ia juga mengembangkan sistem metafisik yang serupa dengan idealisme untuk melawan pandangan skeptisisme. - David Hume (26 April 1711 – 25 Agustus 1776)
filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia dimasukkan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia. Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History of Englandmerupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai Karya Macaulay. Karya tepenting dari Hume adalah An Inquiry Concerning Human Understanding (1748) dan An Inquiry into the Principles of Moral (1751).
Filsafat Politik
- Thomas Hobbes (5/15 April 1588 – 4/14 Desember 1679)
Seorang filsuf Inggris. Hobbes terkenal karena bukunya tahun 1651 yang berjudul Leviathan, yang di dalamnya ia menguraikan bentuk teori kontrak sosial yang berpengaruh. Selain filsafat politik, Hobbes berkontribusi pada bidang-bidang ilmu pengetahuan lain yang beragam, antara lain sejarah, teori hukum, geometri, teologi, etika, dan filsafat secara umum. Ia dianggap sebagai salah satu pendiri filsafat politik modern. - John Locke (29 Agustus 1632 – 28 Oktober 1704)
Seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Bersama dengan rekannya, Isaac Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting pada era Pencerahan. Selain itu, Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Kemudian Locke juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. - Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778)
Seorang filsuf, penulis, dan komposer asal Republik Geneva (Swiss modern). - Karl Heinrich Marx ( 5 Mei 1818 – 14 Maret 1883)
Seorang filsuf, ekonom, sejarawan, pembuat politik, sosiolog, jurnalis dan sosialis revolusioner asal Jerman. - Friedrich Engels (28 November 1820 – 5 Agustus 1895)
Anak sulung dari industrialis tekstil yang berhasil. Sewaktu ia dikirim ke Inggris untuk memimpin pabrik tekstil milik keluarganya yang berada di Manchester Inggris, ia melihat kemiskinan yang terjadi kemudian menulis dan dipublikasikan dengan judul Kondisi dari kelas pekerja di Inggris (Condition of the Working Classes in England, 1844). - John Stuart Mill (20 Mei 1806 – 7 Mei 1873),
Seorang filsuf Inggris, ekonom politik, Anggota Parlemen (MP) dan pegawai negeri. Ia adalah salah satu pemikir paling berpengaruh dalam sejarah liberalisme klasik. Ia berkontribusi secara luas pada teori sosial, teori politik, dan ekonomi politik. Dijuluki “filsuf berbahasa Inggris paling berpengaruh pada abad kesembilan belas”,ia memahami kebebasan sebagai pembenaran atas kemerdekaan yang dimiliki setiap individu, suatu konsep yang bertentangan dengan kontrol sosial dan kekuasaan negara yang tidak terbatas.
Kesimpulan
Abad Pertengahan merupakan suatu era di mana pemikiran serba Ilahiah (terutama teologi Kristen) begitu dominan. Rezim Ilahi “dilibatkan” (secara langsung) dalam pengelolaan dunia ini. Manusia dan alam dianggap berada di bawah kendali Alhalik. Oleh sebab itu dalam membentuk hukum positif manusia sebenarnya harus dicocokan dengan aturan yang telah ada, yakni dalam penentuan-penentuan agama. Selayaknya hukum itu disebut bersifat ideal, yakni mendapat akarnya dalam ideal hidup sebagaimana disampaikan dalam agama. Pada Abad Pertengahan perhatian orang masih diarahkan kepada dunia akhirat dan keselamatan manusia pada Tuhan, pada zaman baru pikiran orang-orang berpaling ke hidup manusia di dunia. Maka Renaissance itu adalah “penemuan kembali dunia dan manusia”. Para pemikir zaman modern, terutama era Renaisance, masih juga dipengaruhi kosmologi metefisika. Mereka tetap mengakui hukum alam, tetapi tidak menjadikannya sebagai perhatian utama. Sejak zaman baru, tekanan tidak terletak atas hukum alam, yang di luar kebijakan manusia, melainkan atas hukum positif. Bahwa sejak zaman baru, tekanan tidak terletak atas hukum alam, yang di luar kebijakan manusia, melainkan atas hukum positif. Namun pada umumnya filsif-filsuf zaman itu menerima juga adanya suatu hukum alam, yang nampak dalam akal budi manusia, umpamanya saja tentang perlunya ditemukan adanya pelanggaran.89 Filsuf-filsuf hukum negara, baik nasional maupun internasional adalah N. Macciavelli (1469-1527), Jean Bodin (1530- 1596), Hugo Grotius (1583-1645) dan Thomas Hobbes (1588-1679)
Refrensi
- Husaini, Adian (2005). Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler Liberal. Jakarta: Gema Insani. hlm. 30.
- Bertens, Kees (1976). Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 42-89.
- Tjahjadi, Simon Petrus L. (2004). Petualangan Intelektual: Konfrontasi dengan Para Filsuf dari Zaman Yunani hingga Zaman Modern. Pustaka Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 175–184.
- Borchert, Donald M. (1996). The Encyclopedia of Philosophy (dalam bahasa bahasa Inggris). Simon & Schuster Macmillan. hlm. 127–128.
- Hunnex, Milton D. (1986). Chronological and Thematic Charts of Philosophies and Philosophers (dalam bahasa bahasa Inggris). Grand Rapids, MI: Zondervan. hlm.3-21
- Bertens, Kees (1988). Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 127–169.
- Ibid. Syachran Basyah
- Op.Cit. Darji Darmodiharjo dan Sidharta Hlm 93
- Op.Cit. Syachran Basyah
- Op.Cit. Bernard L, Tanya. Et.Al. Hlp 5
Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Kelautan
Universitas Hang Tuah