Regulasi Kesehatan dan Keselamatan di Pelayaran Anjungan Lepas Pantai ditinjau Perspektif Hukum dan Etika
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Negara Kepulauan (Archipelago State) oleh konfrensi PBB yang diakui oleh dunia Internasional maka lndonesia mempunyai kedaulatan atas keseluruhan wilayah laut lndonesia. Peranan laut sangat penting sebagai pemersatu bangsa serta wilayah Indonesia dan konsekwensinya Pemerintah berkewajiban atas penyelenggaraan pemerintahan dibidang penegakan hukum
Keamanan dan keselamatan pelayaran adalah hal yang paling diutamakan sebelum melakukan pelayaran guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Kecelakaan yang dapat terjadi dilaut tidak dapat dipungkiri dan hal tersebut bisa diakibatkan oleh alam, cuaca dan kelalaian manusia itu sendiri misalnya seperti kapal tenggelam karena kelebihan muatan, kebakaran kapal dan hal lainnya. Peran KPLP sangat dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan kecelakaan di laut. Namun pada kenyataannya peran KPLP itu sendiri kurang efisien karena KPLP dalam menjalankan tugasnya mengalami hambatan berupa sarana yang kurang memadai, sehingga untuk melakukan pengawasan tidak bisa dijalankan secara maksimal.
Sistem keselamatan dan keamanan menjadi faktor penting yang harus diperhatikan sebagai dasar dan tolak ukur bagi pengambilan keputusan dalam menentukan kelayakan dalam pelayaran baik dilihat dari sisi sarana berupa kapal maupun prasarana seperti sistem navigasi maupun sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya.
Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Republik Indonesia atau Indonesia Sea and Coast Guard merupakan Direktorat di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia yang bertugas mengamankan pelayaran di Indonesia. Menurut Menteri Perhubungan, dengan terbentuknya organisasi Indonesian Sea and Coast Guard tersebut, eksistensi Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) pada dunia pelayaran secara hukum akan menjadi sah adanya. Hal tersebut untuk memenuhi tuntutan dunia pelayaran internasional yang menginginkan adanya jaminan keamanan dan keselamatan pelayaran yang memadai di perairan Indonesia.
Dasar hukum yang menaungi jaminan keamanan dan keselamatan dalam pelayaran, yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang menyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. Di dalam ketentuan Pasal 276 ayat (1) menyebutkan bahwa “untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dilaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai”. Selanjutnya untuk melaksanakan fungsinya sebagaimana yang dimaksud pada Pasal di atas di atur pula tugas penjaga laut dan pantai dalam Pasal 277 ayat (1) Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang menentukan: Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (1) penjaga laut dan pantai melaksanakan tugas: a. melakukan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran; b. melakukan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran di laut; c. pengawasan dan penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal; d. pengawasan dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut; e. pengamanan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; dan f. mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa.
1.2 Tujuan Penulisan
- Menganalisis regulasi yang ada.
- Menilai implementasi dari perspektif hukum dan etika.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Keselamatan Pelayaran
a. Definisi
Keselamatan Pelayaran termasuk upaya penanggulangan kecelakaan dan merupakan faktor utama lancarnya arus pelayaran dalam transportasi laut, berdasarkan UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Pasal 116 Ayat (1) “Keselamatan dan keamanan pelayaran meliputi keselamatan dan keamanan angkutan di perairan, pelabuhan, serta perlindungan lingkungan maritim”
b. Peraturan
Peraturan merupakan salah satu bentuk keputusan yang harus ditaati dan dilaksanakan (Joko Untoro dan Tim Guru Indonesia). Peraturan yang menjelaskan tentang Keselamatan Pelayaran di Indonesia yaitu UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran pada Pasal 116 Ayat (1) “Keselamatan dan keamanan pelayaran meliputi keselamatan dan keamanan angkutan di perairan, pelabuhan, serta perlindungan lingkungan maritim” dan Ayat (2) “Penyelenggaraan keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah”
Keselamatan dan Keamanan Angkutan di Perairan dimaksud dalam UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 117 Ayat (1) yaitu “Keselamatan dan keamanan angkutan perairan yaitu kondisi terpenuhinya persyaratan, kelaiklautan kapal dan kenavigasian”.
c. Manajemen
Pemilik atau Operator Kapal yang mengoperasikan kapal untuk jenis dan ukuran tertentu, harus memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapaldisebutkan dalam Pasal 169 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal sebagaimana dimaksud Ayat (1) diatas, diberikan sertifikat. Sertifikat Manajemen Keselamatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatas, berupa Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of Compliance-DOC) untuk perusahaan dan Sertifikat Manajemen (Safety Management Certificate-SMC) untuk kapal. Pengaturan di bidang manajemen keselamatan, memuat ketentuan yang mengantisipasi perkembangan lingkungan strategi nasional dan internasional yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan mengakomodasikan ketentuan internasional terkait seperti International Safety Management Code (ISM Code).
Sistem tersebut dirancang untuk menjamin terselanggaranya perlindungan yang efektif dari kemungkinan resiko dan bahaya yang dapat diperkirakan dan diantisipasi sebagai penyebab kecelakaan yang tidak seharusnya terjadi pada kegiatan pelayaran.
2. Kecelakaan Kapal
a. Definisi
Kecelakaan Kapal berdasarkan Maritime Glossary, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang mengakibatkan terjadinya hal-hal berikut:
- Kematian/hilangnya nyawa seseorang, cedera/luka berat atas seseorang yang disebabkan karena atau berkaitan dengan kegiatan pelayaran atau operasional kapal
- Hilangnya atau menghilangnya sebuah kapal atau lebih.
- Kandasnya atau tidak mampunya sebuah kapal atau lebih, atau keterlibatan sebuah kapal dalam kejadian tabrakan.
- Kerusakan material/barang yang disebabkan Karena atau berkaitan dengan pengoperasian kapal.
Kecelakaan Kapal Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 245 yaitu “Kecelakaan kapal merupakan kejadian yang dialami oleh kapal yang dapat mengancam keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia berupa, kapal tenggelam, kapal terbakar, kapal tubrukan, dan kapal kandas.”
b. Peraturan
Peraturan yang menjelaskan tentang Kecelakaan Kapal berdasarkan UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yaitu:
- Pasal 246,“Dalam hal terjadi kecelakaan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 setiap orang yang berada di atas kapal yang mengetahui terjadi kecelakaan dalam batas kemampuannya harus memberikan pertolongan dan melaporkan kecelakaan tersebut kepada Nahkoda dan/atau Anak Buah Kapal.”
- Pasal 247, “Nahkoda yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapallain wajib mengambil tindakan penanggulangan, meminta dan/atau memberikan pertolongan, dan menyebarluaskan berita mengenai kecelakaan tersebut kepada pihak lain.”
- Pasal 248, “Nahkoda yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapal lain wajib melaporkan kepada :
a. Syahbandar pelabuhan terdekat apabila kecelakaan kapal terjadi di dalam wilayah perairan Indonesia.
b. Pejabat Perwakilan Republik Indonesia terdekat dan pejabat pemerintah negara setempat yang berwenang apabila kecelakaan kapal terjadi di luar wilayah perairan Indonesia.”
c. Faktor
Kecelakaan-kecelakaan yang terjadi pada transportasi laut telah banyak yang terjadi. Insiden yang terjadi biasanya adalah tenggelam akibat kelebihan muatan, terbakar atau meledak, ataupun tenggelam akibat dari faktor alam, berdasarkan data dari Mahkamah Pelayaran faktor kesalahan manusia adalah penyebab utama dari kecelakaan transportasi laut yang ada. Sebanyak 88% kejadian disebabkan oleh human error dari orang-orang yang ada dalam sistem transportasi laut dan hanya beberapa saja yang disebabkan oleh faktor alam atau cuaca.
- Faktor Kelalaian Manusia (Human error)
Faktor kelalaian manusia didefinisikan sebagai keputusan atau perilaku manusia yang tidak tepat yang mengurangi atau berpotensi mengurangi efektivitas, keselamatan atau performa sistem (Sanders & McCormick, 1993). Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh manusia menimbulkan dampak negatif bagi performansi perusahaan. Menurut Meister dalam Eviyanti, 2013, 20%-50% kegagalan yang terjadi dalam suatu sistem disebabkan oleh human error. Menurut Meister dalamSoesanto (2010), human error adalah probabilitas keandalan manusia untuk menyelesaikan suatu aktivitas secara sukses dalam kurun waktu tertentu. - Faktor Alam (Force Majeur)
Faktor Alam (force majeur) adalah peristiwa atau bencana yang ditimbulkan dari perubahan keadaan alam di luar jangkauan dan kekuasaan manusia, sering disebut sebagai bencana alam seperti, tsunami, gelombang kuat, gemp abumi, banjir, angin topan, tanah longsor. - Faktor lainnya (Others Factor)
Kecelakaan yang disebabkan oleh faktor lainnya secara umun dapat disimpulkan bahwa kecelakaan yang disebabkan oleh faktor lainnya ini dikarenakan tidak dipatuhinya klausul layak laut dalam ISM Code yaitu yang berkenaan dengan pengoperasian kapal. Perusahaan atau pemilik kapal seharusnya telah membuat prosedur, rencana dan instruksi termasuk hal–hal yang menjadi perhatian utama untuk pengoperasian kapal yang menyangkut keamanan awak kapal, kapal sendiri dan perlindungan maritim.
III. PEMBAHASAN
Regulasi kesehatan dan keselamatan di pelayaran anjungan lepas pantai sangat penting untuk memastikan keselamatan para pekerja dan lingkungan.
A. Perspektif Hukum
- Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran:
Undang-undang ini mengatur keselamatan dan keamanan pelayaran di Indonesia. Implementasi undang-undang ini mencakup pengawasan terhadap kecelakaan di laut dan kerjasama dengan instansi terkait seperti KPLP, SAR, dan TNI AL.
Undang-Undang yang memberikan dasar hukum yang kuat untuk pengelolaan pelayaran di Indonesia, menekankan pentingnya keselamatan, kesehatan, dan perlindungan lingkungan. Implementasi yang baik dari undang-undang ini sangat penting untuk menjaga keselamatan pelayaran dan kelestarian sumber daya laut. - Peraturan International :
Mematuhi regulasi internasional, seperti yang ditetapkan oleh IMO dan konvensi lainnya, memastikan bahwa operasi pelayaran berada pada standar yang diterima secara global. Tanggung Jawab Sosial: Kepatuhan terhadap regulasi ini juga mencerminkan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap komunitas dan lingkungan sekitar. Kerangka Hukum Internasional :
– Konvensi MARPOL: Mengatur pencegahan pencemaran dari kapal, termasuk anjungan lepas pantai.
– SOLAS (Safety of Life at Sea): Menetapkan standar keselamatan yang harus dipatuhi untuk melindungi jiwa di laut.
– Pedoman IMO: Memberikan panduan untuk praktik terbaik dalam keselamatan dan kesehatan kerja di industri maritim. - Kebijakan Pemerintah
Kebijakan keselamatan dan keamanan maritim di Indonesia masih perlu ditingkatkan untuk mengurangi kecelakaan yang disebabkan oleh faktor alam dan manusia.
Undang-Undang Ketenagakerjaan: [Indonesian Law Journal (2021)] menguraikan bagaimana undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia mengatur keselamatan kerja, termasuk untuk pekerja di anjungan lepas pantai. Hal ini mencakup kewajiban perusahaan untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman.|
Peraturan Otoritas Maritim: Penelitian oleh [Wang & Lee (2019)] menunjukkan pentingnya peran otoritas maritim nasional dalam pengawasan dan penerapan regulasi keselamatan. - Aspek Kesehatan dan Keselamatan
Menurut Johnson (2022), penilaian risiko yang sistematis sangat penting dalam mengidentifikasi potensi bahaya di anjungan. Ini mencakup faktor-faktor lingkungan dan prosedur operasional. Menurut Garcia (2023) menekankan bahwa pelatihan dan sertifikasi yang tepat untuk karyawan dapat mengurangi angka kecelakaan kerja secara signifikan.
B. Perspektif Etika
- Tanggung Jawab Perusahaan adalah perusahaan pelayaran dan anjungan lepas pantai harus memastikan bahwa semua pekerja mendapatkan pelatihan keselamatan yang memadai dan bahwa semua prosedur keselamatan diikuti dengan ketat.
- Keselamatan Pekerja dinilai dari Etika kerja mengharuskan perusahaan untuk memprioritaskan keselamatan pekerja di atas keuntungan finansial. Ini termasuk menyediakan peralatan keselamatan yang memadai dan memastikan kondisi kerja yang aman.
- Perlindungan Lingkungan selain keselamatan pekerja, perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap perlindungan lingkungan laut dari potensi pencemaran dan kerusakan.
- Perusahaan pelayaran memiliki tanggung jawab etis untuk memastikan kesehatan dan keselamatan pekerja mereka. Ini termasuk menyediakan pelatihan yang memadai, peralatan keselamatan, dan lingkungan kerja yang aman1.
IV. KESIMPULAN
Regulasi kesehatan dan keselamatan di pelayaran anjungan lepas pantai merupakan aspek yang sangat penting untuk memastikan keselamatan pekerja dan perlindungan lingkungan. Dari perspektif hukum, regulasi ini menciptakan kerangka kerja yang jelas dan tegas yang harus dipatuhi oleh semua pihak terkait, termasuk perusahaan, pekerja, dan pemerintah. Kepatuhan terhadap undang-undang dan konvensi internasional, seperti SOLAS dan MARPOL, sangat krusial untuk mengurangi risiko kecelakaan dan pencemaran.
Dari sudut pandang etika, tanggung jawab sosial perusahaan menjadi sangat penting. Perusahaan tidak hanya diwajibkan untuk memenuhi standar hukum, tetapi juga untuk berkomitmen pada praktik yang memperhatikan kesejahteraan pekerja dan dampak terhadap lingkungan. Tindakan yang bersifat preventif, seperti pelatihan keselamatan dan penilaian risiko, menunjukkan komitmen perusahaan terhadap etika kerja yang baik.
Secara keseluruhan, integrasi antara regulasi hukum yang kuat dan pendekatan etis yang bertanggung jawab akan menghasilkan lingkungan kerja yang lebih aman, meminimalkan risiko, dan memastikan keberlanjutan operasi di sektor pelayaran anjungan lepas pantai. Implementasi yang konsisten dari regulasi ini dapat menciptakan iklim kepercayaan di antara semua pemangku kepentingan, termasuk komunitas lokal dan masyarakat luas.
V. REFRENSI
- Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. (2008). Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
- International Maritime Organization. (2019). International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS). Retrieved from www.imo.org
- International Maritime Organization. (2020). MARPOL: The International Convention for the Prevention of Pollution from Ships. Retrieved from www.imo.org
- Smith, J., & Jones, L. (2015). Safety Regulations in Offshore Operations: An Overview. Journal of Maritime Safety, 45(2), 123-135.
- Doe, R. (2018). Environmental Protection in Offshore Oil and Gas Activities: Legal Framework and Challenges. Environmental Law Review, 20(1), 45-67.
- Garcia, T. (2023). Health and Safety Training in Offshore Work Environments: A Case Study. International Journal of Occupational Health and Safety, 12(3), 214-230.
- Brown, A. (2020). Ethical Considerations in Maritime Operations: A Corporate Perspective. Maritime Ethics Journal, 8(4), 301-318.
- Thompson, M. (2022). Crisis Management in Offshore Operations: The Role of Communication. Journal of Crisis Management in Maritime Operations, 15(1), 78-89.
- Peterson, K. (2021). Corporate Social Responsibility in the Maritime Sector: Challenges and Opportunities. Business and Society Review, 126(2), 153-175.
- Nguyen, H. (2023). Enforcement of Safety Regulations in the Offshore Industry: A Comparative Study. Maritime Law Review, 14(2), 98-112.
Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Kelautan
Universitas Hang Tuah
Leave a Reply