MANAJEMEN BAHAN KIMIA BERBAHAYA AKIBAT KECELAKAAN KERJA

Bahan kimia berbahaya dan beracun (B3) tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. B3 tersebut digunakan baik dalam kehidupan rumah tangga sampai untuk menunjang proses operasi dalam industri. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dalam pengelolaan dan penanganan B3 agar efisien, aman dan selamat. Kecelakaan kerja yang terjadi akibat B3 akan meberikan dampak terhadap kesehatan pekerja juga lingkungannya. Dampak tersebut dapat berupa keracunan, kerusakan/pencemaran lingkungan, korban materi dan juga mungkin bisa menimbulkan korban jiwa. Bagi mereka yang bekerja dalam industri yang menggunakan atau menghasilkan B3 tidak lepas dari bahaya bahan tersebut. Secara umum B3 terdiri dari bahan beracun, korosif, mudah terbakar, mudah meledak, reaktif terhadap air/asam, dan gas bertekanan. Faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan antara lain dari manusia/pekerja, prosedur/metode, dan peralatan/bahan. Faktor manusia merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya kecelakaan diantaranya adalah ketidak-tahuan akan bahaya yang akan terjadi. Dengan menerapkan sistem manajemen B3 maka pemakaian, penanganan, maupun penyimpanan B3 terkontrol/terkendali dan tertelusur, sehingga keselamatan dan kesehatan kerja akan terjaga, serta lingkungan akan terlindung. Dapat disimpulkan bahwa manajemen B3 memerlukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Dalam pelaksanaan penanganan B3 sangat tergantung dari jenis, sifat dan bahaya dari bahan tersebut. Karena masing-masing B3 memiliki sifat yang berbeda, maka cara penanganan yang paling tepat hanya dapat diperoleh dari pabrik atau pemasok bahan tersebut.

Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dalam perusahaan tidak terlepas dari adanya masalah yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Kejadian Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Indonesia tahun 2011 tercatat 96.314 kasus dengan korban meninggal 2.144 orang dan cacat 42 orang. Pada tahun 2012 kasus PAK dan KAK meningkat menjadi 103.000 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Indonesia belum berjalan dengan baik. Masalah K3 tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung jawab dari semua pihak terutama pengusaha, tenaga kerja dan masyarakat. Pelaksanaan SMK3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari PAK dan KAK, pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. (JKS 2015; 2: 91-95)

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain:

  • Golongan fisik,
  • kimiawi,
  • biologis atau psikososial di tempat kerja.

Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti kerentanan individual juga berperan dalam perkembangan penyakit di antara pekerja yang terpajan.

PEMBAHASAN

Manajemen atau pengelolaan dan penanganan bahan kimia berbahaya dan beracun atau lebih populer dengan istilah B3 dalam rangka keselamatan dan kesehatan kerja, merupakan aspek yang sangat penting yang perlu mendapat perhatian. Banyak terjadi kecelakaan dalam industri yang disebabkan karena ketidaktahuan operator ataupun pekerja dalam mengenali dan menangani B3 tersebut. Kecelakaan kerja merupakan dampak yang harus diperhitungkan dan di antisipasi, sehingga sedapat mungkin hal ini harus dihindari dan dicegah agar tidak terjadi. Kecelakaan kerja yang berkaitan dengan B3 selain akan menimbulkan korban bagi pekerja / orang lain juga dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, dan hal ini akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan industri tersebut. Disamping itu akan menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap lingkungan dan masyarakat.

Kita sangat perlu mengetahui pengaruh bahaya dan racun dari B3 tersebut. Bahan-bahan ini disamping dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan dan pencemaran lingkungan, pemakaian dan penggunaannya dalam instalasi nuklir juga dapat menimbulkan radiasi/kontaminasi jika terjadi kecelakaan. Untuk itu dalam penyimpanan, pengelolaan dan penanganannya perlu memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan. Pengaruh B3 tersebut antara lain: dapat menimbulkan kebakaran, ledakan, keracunan,dan iritasi pada permukaan atau bagian tubuh manusia (Gambar 1).

Pengaruh B3 dalam industri
  1. Ledakan, yaitu suatu reaksi yang amat cepat dan menghasilkan gas dalam jumlah yang besar. Ledakan dapat terjadi oleh reaksi yang amat cepat dari bahan peledak, atau gas yang mudah terbakar atau reaksi dari berbagai peroksida organik. Dapat juga terjadi karena adanya gas cair pada tekanan tinggi yang tidak terkendali.
  2. Kebakaran, terjadi bila bahan kimia yang mudah terbakar (pelarut organik dan gas) berkontak dengan sumber panas. Sumber panas dapat berupa api terbuka, logam panas, bara api atau loncatan listrik. Kebakaran dapat pula menimbulkan ledakan lain yang lebih dahsyat atau dapat juga menghasilkan bahan lain yang bersifat racun.
  3. Keracunan, yaitu masuknya bahan kimia kedalam tubuh yang dapat berakibat keracunan akut atau keracunan kronik. Keracunan akut sebagai akibat penyerapan B3 dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat dan dapat pula berakibat fatal seperti keracunan gas CO, dan HCN. Keracunan kronik adalah penyerapan B3 dalam jumlah sedikit tetapi berlangsung dalam waktu yang lama, sehingga akibatnya baru dirasakan setelah beberapa bulan atau beberapa tahun sampai puluhan tahun. Kemudian bahan kimia tersebut seperi uap Pb, benzena dapat mengakibatkan leukimia. Pada umumnya zat-zat toksik tersebut masuk lewat pernafasan dan kemudian beredar keseluruh tubuh atau menuju ke organ-organ tubuh tertentu sehingga dapat langsung mengganggu fungsinya seperti hati, ginjal, paru-paru, dan lain-lain. Tetapi dapat juga zat-zat tersebut terakumulasi dalam organ-organ tubuh tersebut, sehingga menimbulkan kerusakan untuk jangka waktu yang panjang.
  4. Iritasi, yaitu kerusakan atau peradangan permukaan tubuh seperti kulit, mata dan saluran pernafasan oleh bahan kimia korosif, atau iritan seperti asam klorida dan lain- lain.

Banyak sekali aspek keselamatan yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Dari seluruh aspek tersebut selalu melibatkan tiga komponen yang saling berkaitan yakni manusia, prosedur/metode kerja, dan peralatan/ bahan. Faktor penyebab kecelakaan kerja berdasarkan data yang dikumpulkan oleh sebuah perusahaan perminyakan di Indonesia dapat dilihat pada Gambar

Faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja

Mengingat faktor terbesar penyebab kecelakaan kerja adalah faktor manusia, maka usaha untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja perlu diarahkan pada peningkatan pembinaan rasa tanggung jawab, sikap dalam bekerja dan peningkatan pengetahuan tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Banyak juga kecelakaan terjadi karena ketidak-tahuan terhadap kemungkinan adanya bahaya. Oleh karena itu peningkatan pengetahuan juga memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya kecelakaan, baik dalam cara mengenali maupun menangani bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun.

Dari hampir 100.000 bahan kimia yang digunakan dalam industri, hanya kira- kira 15 % bahan kimia yang telah diketahui secara pasti bahayanya bagi manusia. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga banyak bahan kimia yang telah lama digunakan tetapi baru diketahui bahayanya dikemudian hari [3].

Bagi mereka yang bekerja dalam industri yang menggunakan atau menghasilkan bahan-bahan kimia, mereka tidak lepas dari bahaya bahan-bahan kimia terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Segala usaha harus dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali bahaya tersebut terhadap tenaga kerja, karena hanya pada kondisi ruang kerja yang sehat dan aman bebas dari bahaya kecelakaan seseorang pekerja dapat bekerja dengan tenang, aman, efektif dan efisien.

Sikap dan tingkah laku pekerja sebagai faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja antara lain karena :

  • Keterbatasan pengetahuan/ keterampilan pekerja.
  • Lalai dan ceroboh dalam bekerja.
  • Tidak melaksanakan prosedur kerja sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
  • Tidak disiplin dalam mentaati peraturan keselamatan kerja termasuk pemakaian alat pelindung diri.

Secara umum unsur pengelolaan/manajemen B3 sama dengan unsur manajemen seperti:

  • Perencanaan (Planing),
  • Pengorganisasian (Organizing),
  • Pelaksanaan (Actuating)
  • Pengendalian (Controlling).

Perencanaan dilakukan bertujuan untuk menghindari pengadaan bahan yang tidak sesuai dengan kegiatan yang akan dikerjakan. Selain itu agar tidak terjadi penumpukan bahan kimia yang berlebihan disatu sisi dan adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi disisi lain yang dapat mengganggu kegiatan yang akan dilaksanakan. Adanya penumpukan bahan khususnya B3 akan mengganggu dan mambahayakan lingkungan, serta dapat menimbulkan kecelakaan khususnya bahan-bahan yang sudah kadaluarsa/habis masa penggunaannya.

Pengorganisasian (Organizing) B3 meliputi pemberian wewenang dan tanggung jawab kepada personel yang tepat baik sebagai pengelola, pemakai, maupun pengawas.

Pelaksanaan (actuating) B3 harus menggunakan prosedur dan instruksi yang telah ditetapkan. Selain itu setiap kegiatan yang dilakukan harus ada rekaman yang mencatat kegiatan tersebut untuk memantau status keberadaan B3, penggunaan, dan interaksinya. Selain itu fungsi prosedur dan rekaman adalah untuk pengendalian kegiatan yang berkaitan dengan B3, sehingga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan akan dapat ditelusuri sebab-sebab dan maupun akibat dari suatu kecelakaan.

Pengendalian (controlling) B3 merupakan unsur manajemen yang harus diterapkan pada setiap unsur-unsur yang lain yakni mulai dari perencanaan, pengorganisasian (organizing), dan pelaksanaan (actuating). Controlling dapat dilakukan dengan cara inspeksi dan audit terhadap dokumen dan rekaman yang ada.

Pada industri nuklir untuk bahan nuklir telah menerapkan fungsi-fungsi diatas karena bahan-bahan nuklir dianggap memiliki potensi bahaya yang sangat besar yakni bahaya radiasi. Namun untuk B3 seharusnya dikelola sesuai dengan manajemen yang sama karena penggunaan B3 dalam industri nuklir memiliki potensi bahaya yang sama jika terjadi kecelakaan yakni akan terjadi radiasi dan kontaminasi. Sebagai contoh kecelakaan kebakaran ataupun ledakan oleh bahan kimia yang digunakan bersamaan dengan bahan nuklir akan mengakibatkan radiasi dan kontaminasi ke lingkungan.

Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini:

  1. Tentukan diagnosis klinis dengan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik diagnostik dan pemeriksaan penunjang.
  2. Tentukan pajanan terhadap faktor risiko dengan melakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaan secara cermat dan teliti yang mencakup: Kapan pertama kali bekerja, sudah berapa lama bekerja, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, informasi bahan yang digunakan (Material Safet Data Sheet/MSDS), bahan yang diproduksi, jenis bahaya yang ada, jumlah pajanan, kapan mulai timbul gejala, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri, cara melakukan pekerjan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran (hobi) dan kebiasaan lain (merokok, alkohol)
  3. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja
    – Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi pada saat tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang
    – Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja
    – Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit di perusahaan
  4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan :
    – Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik
    – Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinis
    – Dugan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
  5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
    – Seperti pemeriksaan spirometri dan rontgen paru (pneumokoniosis-   pembacaan standar ILO)
    – Pemeriksaan audiometrik
    – Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah atau urin
  6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygiene  perusahaan yang memerlukan:
    – Kerja sama dengan tenaga ahli hygiene perusahaan
    – Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data yang ada
    – Pengenalan secara langsung sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan
  7. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain

Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya PAK adalah sebagai berikut:

1. Golongan fisik

  • Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai dengan Non induced hearing loss
  • Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit
  • Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps, atau hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat mengakibatkan frostbite, trenchfoot atau hypothermia.
  • Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease
  • Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata. Pencahayaan yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan

2. Golongan kimia

  • Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis
  • Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan
  • Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S
  • Larutan dapat mengakibatkan dermatitis
  • Insektisida dapat mengakibatkan keracunan

3. Golongan infeksi

  • Anthrax
  • Brucell
  • HIV/AIDS
  • Golongan fisiologis
    Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang kurang baik, salah cara melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan kelelahan fisik bahkan lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja.

4. Golongan mental

Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik atau keadaan pekerjaan yang monoton yang menyebabkan kebosanan.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER- 01/MEN/1981 dan Keputusan Presiden RI No 22/1993 terdapat 31 jenis penyakit akibat kerja yaitu sebagai berikut: 1

  • Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
  •  Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras.
  • Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
  • Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal berada dalam proses pekerjaan.
  • Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik
  • Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang beracun.
  • Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
  • Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
  • Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
  • Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.
  • Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
  • Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun.
  • Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.
  • Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun.
  • Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
  • Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun.
  • Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
  • Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun.
  • Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
  • Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
  • Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso dan nikel.

SISTEM MANAJEMEN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

Perencanaan :

Perencanaan dilakukan untuk kurun waktu tertentu (1 tahun) mulai dari perencanaan pengadaan, penyimpanan/penggudangan, dan penggunaannya. Dalam perencanaan ini meliputi identifikasi kebutuhan bahan, klasifikasi bahan dan perencanaan penyimpanan. B3 dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yakni bahan berbahaya dan bahan beracun.

Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungannya. Bahan kimia beracun adalah bahan kimia yang dalam jumlah kecil menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia apabila terserap dalam tubuh melalui pernafasan, tertelan, atau kontak melalui kulit. Bahan-bahan beracun dalam industri dapat digolongkan seperti dalam Tabel 1

JENIS ZAT BERACUN  CONTOHPENGARUH TERHADAP TUBUH MANUSIA
      LogamTimbal (Pb)Air raksa (Hg)Cadmium (Cd)Fosfor (P)toksik thd syaraf, ginjal, dan darahtoksik thd darah, hati, dan ginjaltoksik thd darah, hati, dan ginjalgangguan metabolisme karbohidrat,
   – Arsen (As)protein, dan lemak. iritasi dan kangker pada hati dan
  paru-paru
    BahanHC alifatik :BBMHC terhalogenasi :CCl4Alkohol : etanol, metanolpusing dan komatoksik thd hati dan ginjalgangguan susunan saraf pusat dan
Pelarut– Glikolsaluran pencernakan gangguan ginjal, hati dan tumor
      Gas beracunAsfiksian sederhana: N2,Argon, HeliumAs. fiksian kimia: As. sianida, As. sulfida Monooksida : CONitrogen oksida : NOxSesak      nafas     dan      kekurangan OksigenPusing, sesak nafas, kejang, dan pingsanSesak nafas, gangguan saraf otak, jantung, pingsanSesak nafas, iritasi, dan kematian
 – Benzenaleukimiakanker paru-parukanker kandung kencingkanker paru-parukanker hati, darah, dan paru-parukanker hati, darah, dan paru-paru
 – Asbes
Bahan– Benzidin
Karsinogenik– Krom (Cr)
 – Nafti lamin
 – Vinil klorida
PestisidaOrganoklorinOrganofosfatKeduanya     menyebabkan    pusing, kejang, hilang kesadaran & kematian
Penggolongan Bahan beracun dalam industri [2]

Kekuatan racun (toksisitas) dari suatu bahan kimia dapat diketahui berdasarkan angka LD50 (Lethal Dose 50) yaitu dosis (banyaknya zat racun yang diberikan kepada sekelompok binatang percobaan sehingga menimbulkan kematian pada 50% dari binatang tersebut. LD50 biasanya dinyatakan dalam satuan bobot racun persatuan bobot binatang percobaan, yaitu mg/Kg berat badan. Makin kecil angka LD50 makin toksik zat tersebut.

Klasifikasi toksisitas zat kimia berdasarkan LD50 dan contoh- contohnya ditunjukkan dalam Tabel 2

KEKUATAN RACUNLD50 (mg/Kg.bb)CONTOH
Racun super< 5Nikotin
Amat sangat beracun5 – 50Pb arsenat
Amat beracun50 – 500hidrokinon
Beracun sedang500 – 5000isopropanol
Sedikit beracun5000 – 15000Asam sorbat
Tidak beracun>15000glikol
Klasifikasi toksisitas zat kimia berdasarkan LD50 [1]

Secara umum bahan tersebut dapat digolongkan menjadi 5 (lima) yaitu :[2]

  1. Bahan mudah terbakar.(Flammable Substance): yaitu bahan yang mudah bereaksi dengan oksigen dan menimbulkan kebakaran. Kebakaran dapat terjadi bila ada 3 unsur bertemu yaitu bahan, oksigen, dan panas.
  2. Bahan mudah meledak (Explosives): yaitu bahan kimia padat, cair atau campuran keduanya yang karena suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar disertai suhu tinggi sehingga dapat menimbulkan ledakan. Selain itu juga termasuk bahan yang karena struktur kimianya tidak stabil dan reaktif sehingga mudah meledak.
  3. Bahan reaktif terhadap air/ asam: yaitu bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air disertai pengeluaran panas dan gas yang mudah terbakar, dan disertai ledakan. Bahan yang reaktif terhadap air juga reaktif terhadap asam, dimana reaksi yang terjadi adalah eksothermis dan menghasilkan gas yang mudah terbakar, sehingga dapat menimbulkan ledakan.
  4. Bahan beracun: yaitu bahan kimia yang dalam konsentrasi tertentu akan dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap manusia.
  5. Gas bertekanan: yaitu gas yang disimpan dalam tekanan tinggi baik gas yang ditekan , gas cair, atau gas yang dilarutkan dalam pelarut dibawah tekanan.

Penggolongan bahan berbahaya, jenis dan contohnya dapat dilihat seperti Tabel 3.

  JENIS/ BAHAYANYA  CONTOH
      Bahan mudah terbakarPadat   Cair   GasBelerang, fosfor, hidrida logam, kapas, kertas, rayon, dllSebagai pelarut : eter, alkohol, aseton benzena, dllGas alam, hidrogen, asetilen, etilen oksida, dll
            Bahan peledakBahan peledak   Bahan dengan struktur kimia tidak stabilCampuran zat kimia eksplosive: Oksidatior + Reduktor Pelarut organik pembentuk peroksida organikTNT (Tri Nitro Toluena), Nitro Gliserin, dan Amonium NitratAsetilen, C-C; diazo, C-N2; nitrozo, C- NO; peroksida, O-O; Ozon O3; azida, N3; perkloril, C-Cl-O3; dll.Oksidator : KClO3, NaNO3, As. nitrat, K-permanganat, Krom trioksida Reduktor : Karbon, Belerang, Etanol, Gliserol, Hidrazin.Eter, keton, ester, senyawa tak jenuh, dll
  Bahan reaktif terhadap air/ asamAlkaliLogam halida anhidratLogam oksida anhidratOksida non logam halidaReaktif thd asamNatrium, KaliumAluminium brimida (AlBr3)   Calsium oksida (CaO)   Sulforil klorida   Kalium klorat/perklorat, kalium permanganat.
Bahan BeracunCairGasPestisida, AmoniakBerilium dll
      Gas bertekananUntuk gas bakarUntuk bhn baku (beracun)Untuk sterilisasiUntuk hidrogenasiUntuk pencucian/ bbs O2Untuk klorinasiUtk bhn baku plastikAsetilenAmoniak   Etilen oksidaHidrogenNitrogen   KlorVinil klorida
Penggolongan jenis. Bahaya bahan kimia.[3,5]

Pengorganisasian (organizing)

Pengorganisasian untuk mengelola B3 meliputi penetapan tugas dan wewenang personil pengelola, pemakai, dan pengawas. Dalam pengorganisasian perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak yang berkepentingan dengan B3 tersebut. Selain itu juga dilakukan penetapan persyaratan penyimpanan B3 dimana setiap jenis bahan memiliki syarat penyimpanan tertentu. Persyaratan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

  Jenis/sifat  Syarat Penyimpanan
Bahan beracunRuangan dingin dan berventilasiJauh dari sumber panasTerpisah dari bahan kimia lain yang reaktifTersedia alat pelindung diri seperti masker, pakaian pelindung, sarung tangan dan lain-lain.
Bahan korosifRuang dingin dan berventilasiWadah tertutup dan berlabelTerpisah dari zat beracunTersedia alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker, kaca mata dan lain-lain.
Bahan mudah terbakarRuang dingin dan berventilasiJauh dari sumber panas/apiTersedia alat pemadam kebakaran
Bahan mudah meledakRuang dingin dan berventilasiJauh dari sumber panas/ api
Bahan oksidatorRuang dingin dan berventilasiJauh dari sumber api/ panas dan dilarang merokokJauh dari bahan reduktor dan mudah terbakar
Bahan reaktif thd airSuhu ruangan dingin, kering dan berventilasiBangunan kedap airPemadam kebakaran yang tersedia tdk menggunakan air seperti CO2, Halon, Dry Powder
Bahan reaktif terhadap asamRuang dingin dan berventilasiJauh dari sumber api dan panasRuang penyimpanan perlu dirancang agar tidak memungkinkan terbentuknya kantong-kantong hidrogen, karena reaksi dengan asam akan terbentuk gas hidrogen yang mudah terbakar.
Gas bertekananDisimpan dalam keadaan tegak/ berdiri dan terikatRuang dingin dan tidak terkena langsung sinar matahariJauh dari api dan panasJauh dari bahan korosif yang dapat merusak kran dan katup.
Syarat penyimpanan jenis bahan tertentu. [4]

Dalam penyimpanan B3 harus diketahui sifat-sifat berbagai jenis bahan kimia berbahaya, dan juga perlu memahami reaksi kimia akibat interaksi dari bahan-bahan yang disimpan. Interaksi dapat berupa tiga hal yaitu :

  1. Interaksi antara bahan dan lingkungannya
    Contoh: panas/percikan api yang dapat menimbulkan kebakaran dan ledakan terutama untuk zat yang mudah terbakar dan mudah meledak seperti pelarut organik dan peroksida.
  2. Interaksi antara bahan dan wadah.
    Contoh: Beberapa bahan kimia yang amat korosif, seperti asam sulfat, asam khlorida, natrium hidroksida, dapat merusak wadahnya. Kerusakan ini menyebabkan interaksi antar bahan sehingga menimbulkan reaksi-reaksi berbahaya seperti kebakaran, ledakan atau menimbulkan racun.
  3. Interaksi antar bahan.
    Contoh: Interaksi antara zat oksidator dan reduktor dapat menimbulkan ledakan dan kebakaran, sedangkan interaksi antara asam dan garam dapat menimbulkan gas beracun. Oleh karena itu beberapa bahan yang mungkin bereaksi harus dipisahkan dalam penyimpanannya.

Pelaksanaan (Actuating)

Pelaksanaan setiap kegiatan mulai dari pengelolaan (penyimpanan), pemakaian dan pengawasan harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur harus digunakan untuk setiap kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan B3 oleh semua personil, baik sebagai pengelola, pemakai maupun pengawas. Prosedur yang telah ditetapkan harus telah teruji dan mengacu pada informasi yang telah ada pada setiap bahan kimia. Informasi ini biasanya tercantum pada label yang menjelaskan 4 hal terpenting, yaitu :

  • Nama bahan dan formula
  • Bentuk fisik yakni gas, cair, atau padat
  • Sifat fisik, yakni titik didih, titik lebur, berat jenis, tekanan uap, dan lain-lain
  • Sifat kimia dan bahaya yakni korosif, mudah terbakar, beracun dan lain-lain.

Untuk tujuan praktis, maka bahan bahan kimia berbahaya dibagi dalam tiga kelompok besar :

  • Bahan beracun dan korosif
  • Bahan mudah terbakar
  • Bahan kimia reaktif

Penanganan B3 ini berdasarkan jenis bahan dapat dilihat seperti dalam Tabel 5

  JENIS BAHAN  PENANGANAN
Bahan Beracun & KorosifPencampuran, pengadukan, pemanasan dan pemindahan dilakukan dalam ruang khusus atau almari asamMenggunakan alat pelindung seperti masker, sarung tangan & respirator yang sesuai dengan bahan yang ditangani, pelindung badan/ jas lab dll. Alat ini harus terbuat dari bahan yang tahan terhadap korosif dan mempunyai daya lindung terhadap bahan yang ditangani.Tidak diperkenankan merokok, minum dan makan didalam ruang kerja.Ruang kerja mempunyai sirkulasi dan ventilasi udara yang baik.
Bahan Mudah TerbakarMenjauhkan sumber panas yaitu api terbuka/bara, loncatan api listrik, logam panas, dan tidak diperkenankan merokok,Ruang kerja mempunyai sirkulasi dan ventilasi udara yang baik serta tersedia alat pemadam kebakaran.
Bahan reaktifHindarkan dari sumber panas dan matahariHindarkan pengadukan yang menimbulkan panasHindarkan dari benturan dan gesekan yang kuatUntuk zat reaktif thd air harus disimpan ditempat yang kering, hindarkan dari uap air dan air. Jika terjadi kebakaran gunakan alat pemadam, bukan air.
Penaganan B3 [4]

Selain itu dalam melakukan kegiatan penanganan B3 harus tercatat  dalam suatu rekaman sehingga mudah untuk mengetahui status dan keberadaannya serta mudah untuk dilakukan penelusuran.

Pengendalian (Controlling)

Pengendalian dalam manajemen B3 dapat dilakukan dengan inspeksi, audit maupun pengujian mulai dari perencanaan, hingga pelaksanaan. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh manajemen yang memiliki tugas pengawasan terhadap seluruh kegiatan organisasi maupun oleh manajemen yang lebih tinggi terhadap manajemen di bawahnya sebagai pengawasan melekat, sehingga segala sesuatu kegiatan yang berkaitan dengan B3 berjalan sesuai dengan kebijakan dan peraturan/prosedur yang telah ditetapkan.

Pencegahan

Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni: 2,4

  • Peningkatan kesehatan (health promotion). Misalnya: penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
  • Perlindungan khusus (specific protection). Misalnya: imunisasi, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, kacamata kerja, masker, penutup telinga (ear muff dan ear plug) baju tahan panas, sarung tangan, dan sebagainya.
  • Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
  • Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation). Misalnya: memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna dan pendidikan kesehatan.
  • Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi dan mempekerjakan kemali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai.

Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah PAK adalah sebagai berikut:

  • Menyingkirkan atau mengurangi risiko pada sumbernya, misalnya menggantikan bahan kimia yang berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya.
  • Mengurangi risiko dengan pengaturan mesin atau menggunakan APD.
  •  Menetapkan prosedur kerja secara aman untuk mengurangi risiko lebih lanjut dan menyediakan, memakai dan merawat APD

Faktor manusia merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya kecelakaan. Pembinaan rasa tanggung jawab, sikap disiplin dalam bekerja serta peningkatan pengetahuan memegang peranan penting dalam mencegah kecelakaan khususnya yang berkaitan dengan B3. Pemakaian dan penggunaan B3 dalam industri merupakaan aspek keselamatan yang penting khususnya dalam industri nuklir karena dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bila terjadi kecelakaan kerja yakni kontaminasi dan paparan radiasi. Hal ini dimungkinkan karena dalam industri nuklir banyak digunakan B3 sebagai pelarut, aditif maupun bahan penunjang dalam analisis kendali kualitas. Bila terjadi kecelakaan seperti ledakan/ kebakaran yang ditimbulkan oleh B3, maka tidak tertutup kemungkinan terjadi paparan/kontaminasi radiasi sebagai akibat penyebaran zat radio aktif ke lingkungan.

Pengadaan B3 perlu perencanaan yang baik dan benar untuk menghindari penumpukan dan penggunaan yang tidak benar yang berpotensi untuk terjadinya kecelakaan. Pengadaan B3 harus disesuaikan dengan kebutuhan terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan, selain itu harus memperhatikan stok yang masih ada. Untuk itu perlu adanya pembuatan kartu stok sebagai kontrol dalam menyusun rencana kebutuhan bahan kimia dan identifikasi status bahan yang masih ada. Selain itu juga dilakukan klasifikasi terhadap bahan yang akan diadakan sehingga dalam pengelolaan maupun penyimpanan dilakukan sesuai persyaratan yang telah ditentukan.

Secara Umum B3 terdiri dari bahan beracun, korosif, mudah terbakar, mudah meledak, reaktif terhadap air/asam, dan gas bertekanan. Bahan ini dapat berpengaruh dan berdampak pada manusia/pekerja maupun lingkungan seperti keracunan, ledakan, kebakaran, dan iritasi. Prinsip utama dalam sistem manajemen B3 meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian yang berupa pengawasan.

Pengelola harus terkualifikasi dan ditetapkan sesuai dengan tugas dan wewenangnya dalam pengorganisasian B3. Hal ini sangat perlu karena dengan adanya wewenang dan tanggung jawab akan memudahkan penelusuran jika terjadi sesuatu yang tidak dinginkan, yakni siapa pelaku dan siapa yang harus bertanggung jawab. Penetapan kualifikasi personel sangat dibutuhkan karena untuk dapat menangani bahan berbahaya dan beracun dengan baik maka dibutuhkan pengetahuan dasar yang memadahi mengenai B3 yakni sifat fisik, kimia, dan bahayanya dari bahan- bahan tersebut.

Secara umum penyimpanan B3 harus memenuhi persyaratan diantaranya: ruangan dingin dan berventilasi, jauh dari sumber panas/api, tersedia alat pelindung seperi sarung tangan, masker, pelindung badan/jas lab dll. Untuk bahan yang reaktif harus disimpan dalam keadaan tertutup rapat dan terpisah dengan bahan yang lain untuk mencegah agar tidak terjadi kontak dengan udara maupun bahan lain disamping persyaratan diatas. Hal ini dilakukan karena bahan reaktif bersifat bahaya (dapat bereaksi spontan) akibat ketidakstabilan atau kemudahan terurai, bereaksi dengan zat lain atau terpolimerisasi yang bersifat eksotermik sehingga eksplosif. Beberapa bahan reaktivitasnya terhadap gas lain menghasilkan gas beracun.

Beberapa bahan kimia bereaksi hebat dengan bahan kimia lain dan bahan-bahan yang berhubungan tersebut disebut inkompatibel. Contoh: Asetilene yang akan bereaksi hebat dengan Klorin; Asam Nitrat akan bereaksi dengan cairan yang mudah terbakar seperti etanol/alkohol.

Prinsip utama dalam menangani bahan-bahan berbahaya tersebut adalah mendapat informasi sebanyak mungkin lebih dahulu sebelum menanganinya. Tidaklah mungkin dapat mengenal cara penanganan dari semua jenis bahan kimia, bukan saja tidak praktis tetapi masing-masing memiliki sifat yang berbeda. Cara penanganan yang tepat untuk setiap bahan kimia, hanya dapat diperoleh dari pabrik atau pemasok yang memang telah berpengalaman dengan bahan tersebut. Informasi spesifikasi bahan.

Dalam pelaksanaannya, prosedur pengelolaaan B3 harus ditetapkan dan penempatan/penggudangan yang baik harus memenuhi persyaratan. Hal ini sangat penting karena penggudangan yang tidak memenuhi persyaratan dan kegiatan pemakaian/ penggunaan tanpa adanya prosedur sering menimbulkan kecelakaan kerja. Selain itu dalam penanganan B3 perlu adanya instruksi kerja dan rekaman serta mendapatkan pengawasan melalui inspeksi, audit dan pengujian oleh organisasi yang berwewenang ataupun oleh manajemen yang lebih tinggi agar bila terjadi sesuatu dapat tertlusur. Salah satu sumber kecelakaan dalam menangani bahan kimia berbahaya adalah faktor penyimpanan. Banyak sekali kebakaran dan ledakan berasal dari tempat penyimpanan. Untuk dapat memahami cara penyimpanan yang aman, maka selain harus mengetahui sifat-sifat berbagai jenis bahan kimia berbahaya, juga perlu memahami reaksi kimia akibat interaksi dari bahan-bahan yang disimpan. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah batas waktu penyimpanan. Untuk zat tertentu seperti Eter, parafin cair, dan olefin membentuk peroksida jika berkontak dengan udara dan cahaya. Semakin lama disimpan semakin besar jumlah peroksida yang terbentuk. Zat sejenis eter tak boleh disimpan melebihi satu tahun, kecuali ditambah inhibitor. Eter yang telah dibuka harus dihabiskan selama 6 bulan. Material Safety Data Shet (MSDS) Dalam MSDS terdapat keterangan mengenai suatu bahan yaitu identitas, sifat, penanganan dan lain-lain yang berkaitan dengan keselamatan. Untuk itu sebelum bahan kimia tersebut diterima, disimpan dan digunakan, maka keterangaan yang ada dalam MSDS tersebut harus dipahami. Menangani bahan berbahaya tanpa mengetahui informasi tersebut di atas dapat mengakibatkan kecelakaan kerja dan sakit akibat kerja.

KESIMPULAN

Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari pekerjaan, apapun jenis pekerjaan selalu dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari pekerjaan berisiko rendah hingga berisiko tinggi. Disamping itu pemahaman dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih kurang di perhatikan oleh pekerja formal maupun informal. Pada hal faktor K3 sangat penting dan harus diperhatikan oleh pekerja dan hal ini menjadi tanggung jawab bersama, perlu adanya kerja sama antara pemerintah, perusahaan dan pekerja agar terhindar dari Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan upaya perlindungan tenaga kerja dari bahaya, penyakit dan kecelakaan akibat kerja maupun lingkungan kerja. Penegakan diagnosis spesifik dan sistem pelaporan penyakit akibat kerja penting dilakukan agar dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Manajemen B3 memerlukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Dengan menerapkan sistem manajemen B3 maka pemakaian, penanganan, maupun penyimpanan B3 diharapkan akan lebih terkontrol/terkendali dan tertelusur, sehingga keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan lingkungan akan terjaga. Dalam pelaksanaan penanganan B3 sangat tergantung dari jenis, sifat dan bahaya dari bahan tersebut. Karena masing- masing B3 memiliki sifat yang berbeda, maka cara penanganan yang paling tepat hanya dapat diperoleh dari pabrik atau pemasok bahan tersebut.

REFERENSI

  1. Republik Indonesia. Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja. Presiden Republik Indonesia: Jakarta; 1993
  2. Efendi, F. dan Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009.
  3. Jeyaratnam J. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
  4. Organisasi Perburuhan Internasional. Hidup Saya, Pekerjaan Saya, Pekerjaan Yang Aman. Jakarta: 2008
  5.  Suaeb A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Universitas Gunadarma; 2013
  6. Rudiyanto. Publik Berhak Tahu Kecelakaan Kerja. Katiga. 54(8). 2014:14-17.
  7. Grahanintyas, D., Wignjosoebroto, S. dan Latiffanti, E. Analisa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja (Studi Kasus: Pabrik Teh Wonosari PTPN XII). Jurnal Teknik Pomits. 2012; Volume 1(1): 1-6
  8. Zulkarnain Adjraam, “Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Bahan- bahan Berbahaya dan Beracun”, Lokakarya Keselamatan dan Kesehatan Kerja BATAN, Tahun 1991.
  9. Anonim, “Panduan Bahan Berbahaya “ edisi 1, Departemen Kesehatan RepublikIndonesia, Tahun 1985.
  10. Anomim, “National Workshop on Safety and Control of Toxic Chemicals and Pollutansts”, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1989
  11. Nur Tri Harjanto dkk, “Identifikasi potensi bahaya non radiasi di Instalasi Radiometalurgi”, Prosiding hasil-hasil penelitian EBN tahun 2008, ISSN 0854-5561, PTBN-BATAN, Tahun 2008.
  12. BAMBANG SUPARDJO, “Keselamatan Pemakaian Bahan Peledak” Lokakarya Keselamatan dan Kesehatan Kerja BATAN, Tahun 1991.