Archives 2024

KERACUNAN GAS DALAM PENYELAMAN

Menyelam adalah aktivitas bawah air yang sukar dan dapat mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh. Setiap orang yang melakukan penyelaman mungkin harus berenang cepat pada keadaan gawat darurat untuk menolong pasangan menyelamnya dan harus bertahan terhadap pajanan yang terjadi.1 Penyelam akan terpajan oleh beberapa faktor selama penyelaman seperti risiko tenggelam, turunnya suhu dan peningkatan tekanan lingkungan. Semua hal ini akan berpengaruh terhadap perubahan hemodinamik berupa peningkatan aliran darah dari perifer ke rongga dada sehingga meningkatkan volume darah intratoraks sekitar 700 ml yang akan menurunkan volume paru secara mekanis sekitar 300 ml dari KV yang mirip dengan pajanan suhu rendah. Peningkatkan tekanan PO2 dan PN2 di dalam darah berhubungan dengan penurunan cardiac output karena penurunan denyut jantung dan isi sekuncup.5 Bahaya tekanan tinggi tidak dikhawatirkan lagi karena penemuan alat SCUBA.6,7 Penyelam akan memiliki volume paru lebih besar daripada orang biasa. Kapasitas vital paksa akan lebih besar nilainya dibanding VEP1 yang akan menyebabkan penurunan rasio VEP1 /KVP hal ini akibat efek menahan napas saat menyelam dan tahanan saat bernapas selama penyelaman. Tetzlaff dkk.8 pada penelitian cross sectional pada 180 orang penyelam laki-laki dan 35 kontrol menemukan pada penyelam terdapat penurunan FEF25 dan FEF50 dibanding kontrol yang berhubungan dengan lama menyelam. Skogstad dkk.9 mendapatkan nilai KVP yang lebih besar pada 87 penyelam SCUBA profesional pada awal pemeriksaan. Follow up selama 3 tahun memperlihatkan nilai KVP yang sama dan penurunan nilai yang bermakna untuk VEP1 sebesar 1,8% dan arus FEF75 sebesar 10,4% dalam 3 tahun yang menunjukkan perubahan fungsi jalan napas kecil. Crosbie dkk.10 pada penelitiannya mendapatkan rasio nilai VEP1 /KVP menurun seiring dengan peningkatan nilai KVP di atas 100% dari nilai prediksi. Skogstad dkk.11 pada penelitian lanjutan pada 87 penyelam yang diikuti selama 6 tahun mendapatkan penurunan nilai yang bermakna yaitu KVP sebesar 0,91 ml dan VEP1 sebesar 0,84 ml pertahun dibandingkan orang normal (KVP 0,24 ml, VEP1 0,16 ml) dan penurunan nilai transfer factor for carbon monoxide (TLCO2 ). Adir dkk.12 mendapatkan pada penyelam biasanya akan ditemukan nilai volume paru yang lebih besar yang berhubungan dengan rasio nilai VEP1 /KVP yang mirip dengan kondisi PPOK dan disebut large lung. Davey dkk.13 menyatakan terdapat hubungan bermakna antara kedalaman penyelaman dengan nilai KVP namun tidak berhubungan dengan VEP1 dan hal ini berkaitan dengan lama penyelaman. Campbell14, Thorsen dkk.15,16 menyatakan perubahan yang terjadi pada paru penyelam adalah perubahan struktur jalan napas kecil dan perubahan sementara faal paru terlihat setelah penyelaman.         

Scuba diving atau selam scuba adalah alat bantu pernapasan ketika berada di dalam air. “SCUBA” atau yang disebut juga “Self Contained Underwater Breathing Apparatus”. Peralatan scuba pertama kali yang berhasil adalah Aqualung Open Circuit yang dikembangkan oleh Emile Gagnan dan Jacques Yves Cousteau, dimana kompresi gas yang biasanya berisi udara yang dihirup dari tangki dan kemudian dikeluarkan didalam air. Asal usul regulator scuba yang digunakan pada saat ini berasal dari Australia, dimana Ted Eldred telah mengembangkan regulator mulut pertama yang dikenal sebagai “Porpoise” Dalam kegiatan penyelaman terdapat dua jenis kegiatan selam menurut kebutuhan dan kelengkapannya, yaitu skin diving dan scuba diving.

Skin diving merupakan penyelaman yang dilakukan dengan menggunakan peralatan selam dasar (masker, snorkel dan fins) dan biasanya hanya dilakukan untuk kegiatan snorkling (menikmati pemandangan bawah permukaan air) atau sport diving (penyelaman olahraga). Sedangkan scuba diving merupakan penyelaman yang menggunakan peralatan selam lengkap atau biasa disebut peralatan SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus) yang biasanya digunakan untuk kegiatan penyelaman ilmiah (Scientific Diving), penyelaman komersial, ataupun penyelaman yang dilakukan oleh para marinir untuk kegiatan pertahan dan keamanan termasuk penyelamatan dari kecelakaan di bawah air oleh tim SAR. Semakin bertambahnya kecelakaan yang terjadi di laut menyebabkan banyak penyelam yang dibutuhkan untuk melakukan pencarian dan pertolongan terhadap korban oleh tim SAR.

Dengan pelatihan mengenai teknik dan prosedur penggunaan setiap latihan tentunya akan membuat kita merasa aman dan nyaman di tiap penyelaman. Saat melakukan penyelaman, tubuh kita diharuskan untuk terus menerus beradaptasi dengan kondisi bawah air. Untuk itulah keterampilan dan kedisiplinan mutlak diperlukan. 2 Keterampilan menyelam ini umumnya bisa diperoleh dengan mengambil kursus berlisensi dari organisasi resmi penyelaman seperti The National Association of Underwater Instructors (NAUI), Scuba Schools International (SSI), Confideration Mondiale des Activities Subaquatiques (CMAS), Professional Association of Diving Instructors (PADI) dan yang lain. Saat mengambil kursus berlisensi, kita akan dikondisikan pada keadaan terburuk yang bisa saja terjadi saat penyelaman. Tujuannya agar kita siap dalam penggunaan alat selam dan bisa mengatasi masalah terburuk yang mungkin terjadi saat menyelam. Meski begitu dalam penyelaman sesungguhnya, kalau kita mengerti dan memahami aturan, kejadian semacam itu akan sangat jarang terjadi. Selain memiliki keterampilan menyelam yang benar, kita juga harus tahu alat selam yang tepat yang memungkinkan kita bergerak di bawah air.

Penyelaman digunakan sejak dahulu untuk kepentingan komersial dan militer namun belakangan ini semakin banyak diminati sebagai pilihan olahraga dan diikuti perkembangan teknologi selam yang memudahkan penyelam mencapai tempat-tempat yang sebelumnya tidak mungkin dicapai. Olahraga selam berhubungan dengan berbagai risiko sehingga akan meningkatkan permintaan surat rekomendasi dokter terutama yang berhubungan dengan kemampuan respirasi.1,2 Penyelam akan terpajan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi faal paru.1,3 Saat menyelam paru dan jalan napas akan terpengaruh oleh beberapa kedaan khusus. Menghirup udara dingin dan kering melalui jalan napas akan menyebabkan kehilangan panas lewat jalan napas dan peningkatan tekanan PO2 selama penyelaman dapat menyebabkan kerusakan epitel jalan napas. Peningkatan usaha napas dan densitas gas akibat penyelaman akan menyebabkan peningkatan kerja otot napas dan kapasitas vital (KV)

Pembahasan

Menyelam adalah aktivitas bawah air yang sukar dan dapat mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh. Setiap orang yang melakukan penyelaman mungkin harus berenang cepat pada keadaan gawat darurat untuk menolong pasangan menyelamnya dan harus bertahan terhadap pajanan yang terjadi.1 Penyelam akan terpajan oleh beberapa faktor selama penyelaman seperti risiko tenggelam, turunnya suhu dan peningkatan tekanan lingkungan. Semua hal ini akan berpengaruh terhadap perubahan hemodinamik berupa peningkatan aliran darah dari perifer ke rongga dada sehingga meningkatkan volume darah intratoraks sekitar 700 ml yang akan menurunkan volume paru secara mekanis sekitar 300 ml dari KV yang mirip dengan pajanan suhu rendah. Peningkatkan tekanan PO2 dan PN2 di dalam darah berhubungan dengan penurunan cardiac output karena penurunan denyut jantung dan isi sekuncup.5

Efek merokok pada faal paru penyelam diteliti oleh Suzuki. Didapatkan tidak ada perbedaan nilai KVP, VEP1 , FEF75 antara dua kelompok penyelam perokok dan tidak perokok namun APE pada perokok secara bermakna lebih rendah. Peneliti menyimpulkan volume paru penyelam lebih besar nilainya dibanding populasi umum.17 Ambilan oksigen maksimal adalah ukuran kesehatan seorang atlet yang dinilai dari rerata O2 tertinggi yang dapat dikonsumsi tubuh per menit saat latihan maksimal. Weber dkk.dikutip dari 18 menyatakan VO2 maks adalah ambilan O2 yang tetap atau berubah kurang dari 1 ml/menit/kgBB selama 30 detik atau lebih pada perubahan beban kerja atau uji latih yang bertambah. Kenaikan VO2 maks akan berhubungan secara linier dengan kenaikan beban kerja sampai tahap maksimal dan selanjutkanya akan mendatar. Titik ini memperlihatkan konsumsi oksigen menjadi mendatar memperlihatkan jumlah O2 maksimal yang dapat digunakan tubuh atau VO2 maks. Kondisi ini merupakan indikator terbaik untuk menilai ketahanan kardio- respirasi dan kemampuan aerobik seseorang.

Pada tahun 2012 kasus PAK dan KAK meningkat menjadi 103.000 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Indonesia belum berjalan dengan baik. Masalah K3 tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung jawab dari semua pihak terutama pengusaha, tenaga kerja dan masyarakat. Pelaksanaan SMK3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari PAK dan KAK, pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. (JKS 2015; 2: 91-95).

FISIKA PENYELAMAN

Penyelaman pada kedalaman lebih dari 20 meter berisiko besar terhadap keselamatan dan kesehatan penyelam sehingga harus dilakukan dengan syarat tertentu dan menggunakan alat selam terstandar. Penyelaman berdampak terhadap organ terutama paru. Hukum fisika berperan penting menjelaskan proses pengaruh tekanan kedalaman bawah laut terhadap tubuh dan organ manusia. Unsur fisika berperan pada proses penyelaman yaitu tekanan, suhu, serta komposisi gas. Penyelam harus mentoleransi dan mengkompensasi perubahan tekanan, suhu dan komposisi gas. 30,31

a. Tekanan

Tekanan adalah faktor lingkungan terpenting mempengaruhi penyelam. Pada saat penyelaman tekanan atmosfer di permukaan laut dengan di dalam laut berbeda. Tubuh penyelam akan terpapar peningkatan tekanan berbanding lurus dengan kedalaman. Paparan tekanan dihitung berdasar gaya per satuan luas yaitu Newton per meter persegi. Perubahan paru, peredaran darah, dan jantung penyelam diinduksi oleh tekanan didalam air. Hukum Pascal menyatakan bahwa tekanan terdapat di permukaan cairan akan menyebar ke seluruh arah secara merata dan tidak berkurang pada setiap tempat di bawah permukaan laut. Kompresi terhadap penyelam berasal dari dua unsur yaitu tekanan air dan tekanan atmosfir diatasnya. Tekanan akan meningkat bila seseorang menyelam di bawah permukaan air karena perbedaan berat dari atmosfir dan berat air di atas penyelam.30,31

Tekanan atmosfir adalah berat atmosfir pada permukaan tubuh bervariasi sesuai ketinggian di atas permukaan air laut dan kondisi cuaca lokal. Tekanan atmosfir konstan yaitu 760 milimeter Hidragyrum (mmHg) setara 14,7 Pounds per square inch (Psi) dijadikan dasar ukuran untuk 1 atmosfir (ATM). Tekanan akan meningkat 1 ATA untuk setiap kedalaman 10 m atau 33 kaki. Hukum fisika berhubungan dengan penyelaman dan tekanan yaitu hukum Boyle, Dalton, Charles, dan Henry.31,32

Hukum Boyle menyatakan bila suhu absolut dipertahankan konstan maka volume gas akan berbanding terbalik dengan tekanan absolutnya. Hukum Boyle berlaku terhadap semua gas-gas di dalam ruangan-ruangan tubuh sewaktu penyelam masuk ke dalam air maupun sewaktu naik ke permukaan. Volume udara rongga tubuh akan mengecil secara proporsional ketika menuju kedalaman dan sebaliknya udara yang mengisi rongga tubuh akan membesar secara proporsional ketika menyelam naik. Penyelam yang menghirup napas penuh di permukaan akan merasakan paru-parunya semakin lama semakin tertekan oleh air di sekelilingnya sewaktu penyelam tersebut turun.30,32

Tekanan udara di dalam paru-paru seimbang dengan tekanan udara atmosfer sebelum menyelam yaitu rata-rata 760 mmHg atau 1 ATM pada permukaan laut. Udara akan mengalir ke dalam paru saat menyelam sehingga tekanan udara di dalam paru harus lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer. Kondisi tersebut diperoleh dengan membesarnya volume paru. Sebagai contoh apabila seorang penyelam SCUBA menghirup napas penuh atau sebanyak 6 liter ke kedalaman 10 meter atau 2 ATA dengan menahan napas maka udara di dalam dadanya akan berlipat ganda volumenya menjadi 12 liter dan penyelam tersebut harus menghembuskan 6 liter udara saat naik ke permukaan untuk menghindari agar paru- parunya tidak meledak.31,32

Hukum Dalton menyatakan bahwa jumlah tekanan suatu campuran gas adalah jumlah tekanan parsial tiap gas yang membentuk campuran gas jika menempati seluruh ruang. Tekanan parsial tiap gas meningkat selama tekanan meningkat keseluruhan. Udara adalah suatu campuran yang terdiri dari oksigen 20% dan nitrogen (N2) 80%. Tekanan parsial suatu gas di dalam campuran diperoleh dengan mengalikan persentase gas dengan tekanan total pada tekanan sesuai kedalaman. Hukum Charles menyatakan bila tekanan konstan, volume dari sejumlah gas tertentu adalah berbanding lurus dengan suhu absolut. Hukum Charles berhubungan dengan sifat kompresi dan dekompresi gas juga berkaitan dengan gas dalam aliran darah berwujud cair di tubuh manusia yang dapat menjadi lewat jenuh saat menyelam dalam udara( tabung ).

Di permukaan laut (1 ATA) dalam tubuh manusia terdapat kira-kira 1 liter larutan nitrogen. Apabila seorang penyelam turun sampai kedalaman 10 meter (2 ATA) tekanan parsial dari nitrogen yang dihirupnya menjadi 2 kali lipat dan akhirnya yang terlarut dalam jaringan juga menjadi 2 kali lipat (2 liter). Waktu sampai terjadinya keseimbangan tergantung pada daya larut gas di dalam jaringan dan pada kecepatan suplai gas ke dalam jaringan oleh darah. Hal tersebut sesuai dengan hukum Henry. Hukum Henry menetapkan bahwa ketika tekanan parsial gas meningkat maka lebih banyak gas yang terlarut dalam seluruh cairan sampai terjadi saturasi. Oksigen untuk metabolisme dan nitrogen adalah gas inert disebarkan keseluruh sirkulasi cairan tubuh meningkat seiring peningkatan tekanan. Gas terlarut menjadi supersaturasi dan dilepaskan sebagai gelembung gas ketika tekanan menurun. Hukum Henry tersebut berpengaruh tidak langsung pada penyakit dekompresi. Rumus persamaan hukum Boyle, Dalton, Charles, dan Henry dijelaskan pada tabel satu.

         Hukum fisikaRumus persamaan
BoylePV = konstan = P1V1 = P2V2
DaltonP total = P1 + P2 + P3 + …
CharlesV/T = konstan = V1/T1 =V2/T2
HenryHi = Csi /pi
Tabel 1. Rumus Persamaan hukum Boyle, Dalton, Charles, dan Henry

Keterangan : P: tekanan gas pada suhu tetap; V: volume gas pada suhu tetap; P1: tekanan gas pada keadaan 1, V2: volume gas pada keadaan 1; P2: tekanan gas pada keadaan 2, V2: volume gas pada keadaan 2; P total: tekanan parsial gass kumulatif; Hi: konstanta sifat gas; Csi: konsentrasi maksimum kejenuhan senyawa; pi: tekanan parsial gas.

Perubahan respons paru bersifat reversibel dan ireversibel berupa penurunan ventilasi, peningkatan ruang rugi fisiologis dan volume cadangan ekspirasi. Peningkatan tekanan hidrostatik menyebabkan peningkatan perbedaan tekanan alveolar dengan dinding dada. Peningkatan tekanan alveoler memicu kontraksi otot napas inspirasi mengatasi dispnea akibat penurunan KV. Penurunan aliran ekspirasi diakibatkan oleh aliran turbulen. Peningkatan ruang rugi pernapasan akibat fenomena choke yaitu penurunan diameter saluran napas distal karena resistensi saluran napas. Peningkatan resistensi memicu kontraksi otot napas dengan meningkatkan frekuensi nafas.

b. Suhu

Penyelam terpapar suhu air yang menyebabkan hilangnya panas secara progresif selama penyelaman. Hipotermia terjadi pada penyelam tanpa pakaian pelindung dan suhu air di bawah suhu termoneutral atau setara dengan 93-95ᵒ Fahrenheit (F). Penyelam pada suhu air tropis atau setara 76–82ᵒ F memerlukan beberapa bentuk pakaian pelindung termal untuk penyelaman yang aman. Perlindungan termal efektif dalam mencegah hipotermia dan disesuaikan dengan suhu air yang diharapkan. Penurunan suhu lingkungan sekitar saat penyelaman mempengaruhi mukosa saluran napas. Suhu air laut dan perairan dipengaruhi cuaca, musim, dan iklim.36,37

Suhu bawah air makin menurun seiring penurunan kedalaman. Suhu dingin memicu bronkokonstriksi saluran napas. Stres dingin memicu peningkatan volume oksigen (VO2) untuk menghasilkan panas metabolik dan meminimalkan perubahan suhu tubuh. Denyut jantung meningkat sebagai upaya mempertahankan sirkulasi tubuh akibat penurunan suhu. Vasokonstriksi terjadi sebagai respons refleks terhadap penyelaman dan suhu tubuh yang lebih rendah. Mukosa saluran napas cenderung kering akibat suhu dingin berakibat kerentanan kapiler terhadap jejas. Tekanan tinggi disertai paparan oksigen tinggi terhadap saluran napas kering akibat suhu dingin menyebabkan cedera saluran napas. Cedera saluran napas berulang penyelam mempengaruhi penurunan faal paru yaitu VEP1. Penyelam tidak mematuhi aklimatisasi dan waktu penyelaman menunjukan penurunan VEP1 lebih besar. Kebutuhan energi untuk berenang di bawah air juga mengharuskan penyelam mempertahankan tingkat kecukupan fisik yang wajar.

c. Komposisi Gas

Udara bebas terdiri atas komposisi nitrogen lebih besar dibanding oksigen. Tabung selam berisi udara campuran terdiri dari oksigen, helium-oksigen, helium- nitrogen-oksigen, serta hidrogen-nitrogen-oksigen. Komposisi udara berpengaruh terhadap kelarutan gas didalam darah. Fisiologis tubuh penyelam menghadapi stresor fisika yaitu peningkatan tekanan hidrostatik, densitas gas, tekanan parsial gas, serta kelarutan gas. Strain penyelaman adalah respons fisiologis tubuh menghadapi beban perbedaan lingkungan. Posisi penyelam, perubahan tekanan lingkungan penyelaman, aktivitas fisik bawah air, dan peningkatan densitas gas berakibat maladaptasi organ tubuh. Peningkatan densitas gas memicu perubahan aliran gas, penurunan aliran ekspirasi, dan peningkatan ruang rugi pernapasan.40,41 Penyelam saat menghirup udara pada tekanan 6 ATA maka tekanan partial oksigen (PO2) yang diinspirasi akan menjadi sekitar 126 kilo pascal (kPa) atau setara 945 mmHg dan PO2 alveolar adalah sekitar 120 kPa atau setara 900 mmHg. Hal ini di bawah ambang batas untuk oxygen convulsion yaitu sekitar 2 ATA tetapi di atas ambang batas toksisitas oksigen paru jika paparan diteruskan selama lebih dari beberapa jam. Pada kondisi di atas permukaan laut gas nitrogen terdapat dalam udara pernapasan sebesar 79%. Nitrogen tidak mempengaruhi fungsi tubuh karena sangat kecil yang larut dalam plasma darah karena rendahnya koefisien kelarutan pada tekanan di atas permukaan laut. Nitrogen membatasi seberapa dalam udara dapat dihirup dan memiliki tiga efek yang tidak diinginkan.40,41,42

Helium adalah gas inert pengencer yang lebih disukai pada tekanan yang lebih besar dari 6 ATA. PO2 inspirasi sekitar 0,5 ATA (50 kPa atau 375 mmHg) diberikan untuk memberikan margin keamanan jika terjadi kesalahan dalam pencampuran gas dan untuk memberikan perlindungan terhadap hipoventilasi atau pertukaran gas yang rusak. Tingkat PO2 ini berada di bawah ambang batas toksisitas oksigen paru bahkan selama saturation dives yang panjang. Masalah khusus pada helium adalah konduktivitas panasnya yang sangat tinggi yang cenderung menyebabkan hipotermia kecuali lingkungan penyelam dipanaskan. Kehilangan panas secara radiasi dan evaporasi umumnya tidak berubah, tetapi kehilangan panas secara konveksi dari saluran pernapasan dan kulit sangat meningkat. Sehingga ruangan dipertahankan pada suhu setinggi 30 sampai 32° C selama saturation dives dengan campuran helium-oksigen. Tekanan yang dapat dicapai saat menghirup campuran helium-oksigen saat ini dibatasi oleh high-pressure nervous syndrome (HPNS). High-pressure nervous syndrome adalah keadaan hipereksitasi dari sistem saraf pusat yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik perdetik dan tidak adanya perubahan tekanan parsial gas. High-pressure nervous syndrome pertama kali terlihat pada tekanan sekitar 20 ATA dan menjadi masalah serius bagi penyelam dengan tekanan lebih dari 50 ATA.41,42,43

PENGARUH PENYELAMAN TERHADAP KARDIORESPIRASI

Penyelam terpajan oleh beberapa faktor mempengaruhi organ kardiorespirasi. Pengaruh suhu dingin dan udara kering di jalan napas menyebabkan kehilangan panas. Lingkungan bawah air memberikan tekanan ke paru yaitu paparan tekanan ambien tinggi, perubahan karakteristik gas, dan efek kardiovaskular pada sirkulasi pulmonal. Penyelam terpajan oleh beberapa faktor selama penyelaman yaitu risiko tenggelam, penurunan suhu, dan peningkatan tekanan lingkungan.43,44

Potensi bahaya keadaan gawat darurat untuk menolong pasangan menyelamnya dengan berenang cepat menimbulkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan aliran darah dari perifer ke rongga dada. Peningkatan aliran darah perifer ke rongga dada meningkatkan volume darah intratoraks 700 mililiter (ml) sehingga menurunkan volume paru secara mekanis 300 ml dari KV. Peningkatkan tekanan PO2 dan tekanan PN2 di darah menyebabkan penurunan cardiac output (CO) karena penurunan denyut jantung dan isi sekuncupnya atau stroke volume (SV) jantung.44,45

Dampak menyelam pada fungsi paru tergantung faktor paparan menyelam individual. Subjek rentan menunjukan perburukan fungsi paru signifikan bahkan setelah penyelaman di air dangkal. Peningkatan PO2 selama penyelaman dapat menyebabkan kerusakan epitel jalan napas. Peningkatan usaha napas dan densitas gas akibat penyelaman akan menyebabkan peningkatan kerja otot napas dan KV. Perubahan efek merugikan jangka panjang akibat menyelam di paru yaitu penyakit saluran napas kecil dan percepatan penurunan fungsi paru. Paparan berulang stres oksidatif penyelam menyebabkan kerusakan epitel saluran napas serta destruksi jaringan penyangga sehingga menimbulkan efek seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Percepatan penurunan fungsi paru akibat menyelam terjadi karena paparan paru dan saluran udara terhadap hiperoksia dan stres dekompresi. Perubahan fungsi paru dan vaskular setelah penyelaman sering berada pada fase subklinis. Perubahan fungsi VEP1 paru diduga dipengaruhi oleh lama penyelaman, suhu dingin lingkungan, dan tekanan dekompresi. Penelitian cross-sectional menunjukkan bahwa penyelam memiliki volume paru besar dan rasio VEP1/KVP lebih rendah menandakan adanya penyakit saluran udara obstruktif atau keterbatasan aliran udara.45,46

Perubahan patologis paru penyelam dapat berkembang menjadi pulmonary oxygen toxocity (POT) atau disebut juga toksisitas oksigen pulmonal. Pulmonary oxygen toxocity terjadi akibat hiperoksia jika PO2 adalah antara 50-300 kPa atau setara 375–2250 mmHg. Fase akut POT bersifat reversibel mengarah ke perubahan patologis ireversibel. Fase akut POT diikuti fase kronis disebut biphasic. Fase akut ditandai eksudasi dan edema interstisial serta alveolar. Perubahan patologis fase akut ditandai kehilangan sel epitel tipe 1 alveolar, penghancuran endotelium kapiler pulmonal, distensi limfatik, edema septum alveolar, dan infiltrat sel inflamasi. Fase eksudatif akut POT dimulai setelah 8 jam pernapasan oksigen dan berlangsung 5–12 hari jika paparan oksigen dilanjutkan. Perubahan patologis fase akut bersifat reversibel meskipun dapat mengancam nyawa. Fase kronis POT disebut juga fase proliferasi ditandai oleh peningkatan sel alveolar tipe 2. Fungsi sel alveolar tipe 2 adalah menggantikan semua sel alveolar tipe 1 yang rusak. Fase proliferasi mengaibatkan penghalang darah-udara meningkat karena peningkatan viskositas 4- 5 kali. Fase proloferasi POT bersifat ireversibel sehingga akan terus berlangsung meskipun paparan oksigen dihentikan.

PenyebabPerubahan patofisiologisEfek samping klinis
Peningkatan tekanan  
OksigenHiperoksiaStres oksidatif
  Inflamasi saluran napas
NitrogenMikrobubble gas venaPenurunan kapasitas difusi
  Hipertensi pulmonal
TenggelamPengumpulan darah sentralSesak napas
 Penurunan komplians paru 
SCUBA  
Gas napasGas kering dan dinginKehilangan suhu pernapasan
 Peningkatan densita gasInflamasi saluran napas
 Peningkatan resistensi saluran napasObstruksi saluran napas
  Sesak napas
Regulator tekananPeningkatan usaha napasSesak napas
  Pengeringan dan pendinginan mukosa saluran napas
Pengerahan tenagaPeningkatan kerja pernapasanSesak napas Retensi karbon
  dioksida (CO2)
  Exertion induces bronchoconstriction
  Kegagalan fungsi kapiler
  Edema paru
AirPeningkatan konduksi dan konveksi panasCold stress
 Peningkatan kehilangan panas saluran napasHipotermia Hipopnea Apnea
Pengaruh penyelaman terhadap paru dijelaskan pada tabel dua.

PENYAKIT AKIBAT PENYELAMAN

Penyakit berhubungan dengan penyelaman bermacam-macam. Penyebab penyakit penyelaman tersering adalah penyakit dekompresi. Barotrauma penyakit akibat tekanan, penurunan visibilitas, narkosis gas selam, serta emboli udara adalah gangguan akibat penyelaman. Penatalaksaan penyakit akibat penyelaman disesuaikan dengan proses patogenesis penyakit. Pencegahan kejadian penyakit akibat penyelaman adalah lebih baik karena sebagian besar korban tidak selamat akibat keterlambatan dan jarak jauh saat proses transpor ke fasilitas kesehatan.

a. Barotrauma

Barotrauma di organ paru menimbulkan peregangan yang berlebihan di jaringan paru. Proses barotrauma paru terjadi saat naik atau turun kedalaman. Barotrauma paru waktu turun jarang terjadi baik pada breath hold diving maupun penyelaman dengan alat selam. Breath hold diving selam tanpa alat tetap mempunyai resiko mengalami barotrauma paru descent karena penyelam tidak mempunyai suplai udara untuk mengequalisasi tekanan intrapulmonal dengan tekanan sekeliling. Tekanan intrapulmonal dipertahankan sama dengan sekeliling dengan menurunkan volume paru saat fase permulaan breath hold diving.53,54

Barotrauma paru waktu naik kepermukaan terjadi akibat penurunan tekanan sekeliling dan sesuai hukum Boyle. Volume udara didalam paru ikut mengembang ketika naik ke permukaan. Keterlambatan ekshalasi memicu udara terperangkap, pengembangan berlebih volume paru (overdistension of the lungs), serta peningkatan tekanan intrapulmonal. Ruptur paru (brust lung) terjadi ketika overdistensi melebihi batas elastisitas paru.

b. Emfisema paru

Penyelam terpapar gas padat di bawah kondisi hiperbarik dan hiperoksik sehingga berisiko terkena penyakit pernapasan. Efek jangka panjang gangguan fungsi pernafasan telah dilaporkan pada penyelam komersial yang melakukan penyelaman dalam. Paru penyelam terpapar gas hiperoksia di kedalaman dan terjadi dekompresi tekanan saat naik ke permukaan. Penyelaman meningkatkan reaksi stres oksidatif dan decompression sickness menyebabkan kerusakan dan menimbulkan reaksi inflamasi saluran nafas. Perubahan struktur jalan napas akibat inflamasi DCS. Malondialdehid (MDA) dan Leukotrien B4 (LTB4) digunakan sebagai biomarker stres oksidatif pada saluran nafas akibat penyelaman. Peningkatan MDA dan LTB4 menjadi penanda kelainan saluran nafas kecil atau small airway disease.

c. Emboli pembuluh darah

Mikroembolism gas didalam vena terjadi ketika peyelam naik kepermukaan terlalu cepat tanpa adaptasi cukup. Penurunan kedalaman, peningkatan densitas gas, dan alat bantu pernapasan penyelam mempengaruhi ventilasi secara mekanis. Penyelaman di perairan dangkal 0-50 meter (m) di air laut menggunakan perlatan scuba berisiko terkena penyakit dekompresi. Emboli udara terjadi akibat masuknya gas dari alveoli ke sistem vena paru.

Emboli gas terbawa ke jantung dankemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi arterial sehingga menimbulkan obstruksi emboli gas di pembuluh koroner, serebral dan lainya. Emboli udara terjadi ketika distensi hebat paru, pembuluh darah kecil, dan peregangan kapiler. Gejala klinis emboli udara yaitu kehilangan kesadaran, gelisah, konvulsi, gangguan penglihatan, vertigo, gangguan saraf sensorik, nyeri dada, aritmia. Emboli gas berpotensi menimbulkan cerebrovasscular accident (CVA) susunan saraf pusat (SSP) bila terjadi lebih dari 30 menit. Terapi emboli udara yaitu rekompresi dengan menggunakan ruang udara bertekanan tinggi atau hiperbarik chamber.

d. Edema Paru

Edema paru saat menyelam terjadi akibat peningkatan afterload hipereaktivitas vaskular dipicu oleh suhu dingin ditambah peningkatan preload lingkungan bawah air hiperbarik. Tiga mekanisme akumulasi cairan ekstravaskular edema paru penyelam yaitu imersi air bersuhu dingin menimbulkan gradien tekanan hidrostatik terhadap tubuh menyebabkan pergeseran darah vena perifer. Imersi air menyebabkan efek pengumpulan darah sehingga terjadi redistribusi darah ke vascular bed pembuluh darah paru. Mekansisme ketiga penyebab edema paru yaitu kontraksi intens diafragma otomatis selama fase menahan napas menghasilkan pergeseran darah dari kapiler paru ke alveoli. Kegagalan kapiler menahan tekanan menyebabkan akumulasi air di kapiler paru. Edema paru akut non-kardiogenik terjadi akibat permeabilitas kapiler paru meningkat, atau ketika tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi tekanan plasma onkotik kardiogenik.

e. Emfisema Kutis

Peneliti Edmonds tahun 2006 membagi akibat barotrauma paru saat naik kepermukan menjadi empat yaitu kerusakan jaringan paru, emfisema subkutis, pneumotoraks, dan emboli udara. Emfisema subkutis terjadi akibat ruptur alveoli diikuti pelepasan gas ke jaringan interstitial paru. Gas menyebar disepanjang jaringan renggang di sekitar pembuluh darah besar dan jalan napas menuju hilus kemudian ke mediastinum dan leher menimbulkan emfisema mediastinalis dan subkutan.71,72

Gejala klinis emfisema subkutis yaitu nyeri di bawah sternum, penyempitan batas jantung, peredupan suara jantung, atau krepitasi suara jantung. Pneumotoraks terjadi akibat robekan pleura visceralis sehingga udara masuk kedalam cavum pleura dan menimbulkan pneumotorak. Pneumotoraks disertai perdarahan disebut hemopneumotoraks. Udara terperangkap didalam cavum pleura terus mengembang dan menimbulkan kenaikan tekanan selama naik ke permukaan. Gejala klinis nyeri pleural mendadak di daerah cavum pleura terkena, dispneu dan takipneu.

EFEK MENYELAM PADA FUNGSI PARU

Nilai faal paru dipengaruhi berbagai faktor yaitu umur, TB, jenis kelamin dan latihan fisik. Nilai faal paru tertinggi dicapai umur 19-21 tahun karena fungsi pernapasan dan sirkulasi darah meningkat dari masa usia anak menjadi optimal pada umur 20-30 tahun kemudian menurun karena penuaan. Difusi, ventilasi, ambilan oksigen dan semua parameter faal paru akan turun sesuai pertambahan umur setelah mencapai titik maksimal pada umur dewasa muda. Tes fungsi paru menggunakan spirometri dilakukan secara teratur terhadap penyelam. Fungsi paru optimal penting untuk meminimalkan risiko penyelaman.82,83

a. Efek Jangka Pendek

Resistensi jalan napas berbanding lurus dengan densitas gas ketika aliran laminar. Peningkatan kepadatan rongga toraks pada kondisi tekanan tinggi dibawah permukaan air akan meningkatkan resistensi jalan napas. Tekanan ambien tinggi menghasilkan peningkatan densitas gas menghasilkan aliran di saluran napas besar menjadi turbulen dan meningkat secara substansial. Kapasitas pernapasan berbanding terbalik dengan akar kuadrat kerapatan gas sehingga pada kedalaman 30 m ventilasi volunter maksimum berkurang 50% dibandingkan dengan nilai permukaan laut. Keterbatasan ventilasi di kedalaman terjadi karena peningkatan kepadatan gas membatasi kapasitas paru. Kapasitas paru di lingkungan menyelam lebih rendah dari kapasitas sistem kardiovaskular. Peningkatan usaha pernapasan di bawah air menyebabkan penurunan ventilasi alveolar berakibat hiperkarbia. Hipoventilasi penyelam diperparah oleh pencampuran gas paru buruk akibat difusi gas rendah di lingkungan padat.83,84

Penelitian menunjukkan menyelam di ruang kering RUBT menggunakan udara sebagai gas pernapasan menunjukan perubahan aliran ekspirasi atau volume paru hingga 24 jam serta penurunan sementara dalam diffusion capacity of the lung for carbon monoxide (DLCO) setelah kedalaman simulasi 39-87 m. Penurunan fungsi paru mencapai maksimum pada 20 menit setelah penyelaman berkorelasi dengan microbubbles gas vena yang terdeteksi menggunakan ultrasonografi Doppler. Subjek menghirup oksigen murni selama dekompresi tidak menunjukkan mikrobubbles atau penurunan DLCO signifikan. Microbubbles gas vena mikro menyebabkan perubahan DLCO setelah menyelam. Penurunan kapasitas difusi secara signifikan lebih tinggi pada subjek yang memiliki microbubbles gas vena dibandingkan dengan subyek tanpa microbubbles gas vena.

Penurunan kapasitas difusi pada kedalaman dangkal tidak berhubungan dengan tekanan dekompresi tetapi karena edema paru subklinis atau atelektasis.84,85,86

Toksisitas oksigen memicu perubahan fungsi paru setelah saturation dives dengan paparan O2 konsentrasi tinggi. Penyelam saturation dives mengalami perubahan setelah 21 hari menunjukan peningkatan KVP dan APE, serta penurunan DLCO. Tanda-tanda klinis toksisitas oksigen paru dan penurunan DLCO terjadi pada tekanan parsial oksigen yang dianggap aman (<50 kPa). Terdapat korelasi kuat diperoleh antara penurunan kapasitas difusi paru dan paparan hiperoksia kumulatif. Perubahan fungsi paru setelah saturation dives disebabkan oleh mekanisme counteracting volume paru statis dan dinamis serta pertukaran gas paru.85,86

b. Efek Jangka Panjang

Lingkungan menyelam memberikan tekanan ke paru akibat paparan tekanan tinggi, perubahan karakteristik gas, dan efek kardiovaskular sirkulasi paru. Multifaktor penyelaman mempengaruhi fungsi paru secara akut dan berpotensi menyebabkan efek berkepanjangan terakumulasi secara bertahap dengan paparan penyelaman berulang. Bukti eksperimen penyelaman penelitian longitudinal menunjukkan efek buruk jangka panjang dari menyelam terhadap paru penyelam komersial, yaitu penyakit saluran napas kecil dan percepatan penurunan fungsi paru. Bukti penelitian menunjukkan bahwa menyelam dengan SCUBA memungkinkan perubahan pada fungsi paru setelah berhubungan dengan immersion, suhu dingin sekitar, dan stres dekompresi, perubahan fungsi paru-paru meskipun tidak bermakna. Dampak penyelaman pada fungsi paru sangat tergantung faktor paparan menyelam individu. Subjek rentan secara klinis maka perburukan fungsi paru dapat terjadi bahkan setelah penyelaman scuba air dangkal.

Peneliti Lorrain-Smith di tahun 1899 menunjukkan menghirup oksigen dengan tekanan parsial lebih tinggi dari 50 kPa penyelam menyebabkan kerusakan paru, edema paru dan inflamasi saluran napas. Inflamasi paru akibat PO2 tinggi meningkatkan konsentrasi oksida nitrat yang dihembuskan. Penyelam mengalami proses peningkatan konsentrasi darah di rongga toraks. Konsentrasi darah rongga toraks meningkakan perbaikan ventilasi.

Penyelam profesional terlatih memiliki volume paru lebih besar dibandingkan orang biasa. Kapasitas vital paksa penyelam bernilai lebih besar dibanding VEP1 yang menyebabkan penurunan rasio VEP1/KVP akibat efek menahan napas dan tahanan selama penyelaman. Penelitian faal paru penyelam menunjukan penurunan forced expiratory flow 25-50 (FEF25-50) berhubungan dengan lama menyelam. Penelitian Skogstad selama 3 tahun pada penyelam menunjukkan penurunan nilai VEP1 bermakna berhubungan dengan perubahan fungsi jalan napas kecil. Penurunan nilai VEP1 penyelam menunjukan nilai lebih bermakna dibanding orang normal. Penelitian Crosbie mendapatkan penurunan rasio nilai VEP1/KVP seiring peningkatan nilai KVP. Penurunan rasio VEP1/KVP penyelam disertai penurunan nilai transfer factor of the lung for carbon monoxide (TLCO).Peningkatan volume paru penyelam berhubungan rasio nilai VEP1/KVP mirip dengan kondisi PPOK disebut sebagai large lung. Penelitian Davey menunjukan hubungan bermakna antara kedalaman penyelaman dengan nilai KVP namun tidak berhubungan dengan VEP1.

Volume dan kapasitas paru

Cara Menghindari Risiko Kesehatan Saat Menyelam

Agar lebih aman dan terhindar dari penyakit penyelam, sebaiknya para penyelam memperhatikan aturan keamanan berikut ini:

  • Mengecek terlebih dahulu dengan saksama peralatan selam dan diperiksa ulang oleh orang yang berkompeten (sebelum dan sesudah menyelam)
  • Gunakan peralatan selam, termasuk baju menyelam, yang telah memenuhi standar
  • Jangan pernah menyelam sendirian
  • Ketahui cara mengatasi keadaan darurat di bawah air
  • Jangan mencoba menyelam lebih lama atau lebih dalam dari rencana awal sebelum menyelam
  • Naik ke permukaan dengan perlahan dan bertahap (berhenti sesaat di kedalaman tertentu)

KESIMPULAN

  • Tekanan akan meningkat bila seseorang menyelam di bawah permukaan air karena perbedaan berat dari atmosfir dan berat air di atas penyelam.
  • Perubahan respons paru bersifat reversibel dan ireversibel berupa penurunan ventilasi, peningkatan ruang rugi fisiologis dan volume cadangan ekspirasi. Peningkatan tekanan hidrostatik menyebabkan peningkatan perbedaan tekanan alveolar dengan dinding dada.
  • Penatalaksaan penyakit akibat penyelaman disesuaikan dengan proses patogenesis penyakit. Pencegahan kejadian penyakit akibat penyelaman adalah lebih baik karena sebagian besar korban tidak selamat akibat keterlambatan dan jarak jauh saat proses transpor ke fasilitas kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Farrel P, Godden D, Curie G, Denison D, Ross J, Stephenson R, et al. British thoracic society guidelines on respiratory aspects of fitness for diving. Thorax 2003;58:3-13.
  2. Tetzlaff K,Theysohn J, Stahl C, Schlegel S, Koch A, Muth CM. Decline of FEV1 in scuba divers. Chest 2006;130:238-43.
  3. Adriano B, Sitepu BI, Kartarahardja S, Sutjiadi RH. Buku petunjuk one star scuba diver CMAS Indonesia. Dewan Instruktur Selam Indonesia 2005.
  4. Glen S, White S, Douglas J. Medical supervision of sport diving in Scotland: reassessing the need for routine medical examination. Br J Sports Med 2000;34:375-8.
  5. Boussuges A, Blanc F, Carturan D. Hemodynamic changes induced by recreational scuba diving. Chest 2006;129:1337-43.
  6. Sherwood L, The respiratory system. In: Sherwood L, editor. Textbook of medical physiology. 5th ed. Beldmont: Wadsworth Publishing. 1996. p.448- 50.
  7. Wilmshurst P. Diving and oxygen. BMJ 1998;317:996-9.
  8. Tetzlaff K, Friege L, Reuter M, Haber J, Mutzbauer T, Neubauer B. Expiratory flow limitation in compressed air divers and oxygen divers. Eur Respir J 1998;12:895–9
  9. Skogstad M, Thorsen E, Haldorsen T. Lung function over the first 3 years of a professional diving career. Occup Environ Med 2000;57:390–5.
  10. 10. Crosbie WA, Reed JW, Clarke MC. Functional characteristics of the large lungs found in comercial divers. J Appl Physiol 1979;46:639-45

Filsafat Ilmu Kedokteran Masa Kegelapan

Ilmu filsafat adalah pengetahuan yang bisa dicerna menggunakan akal budi terkait segala hal yang berhubungan dengan alam semesta atau upaya mengetahui kebenaran mengenai adanya sesuatu.

Sejarah hukum adalah suatu metode dan ilmu yang merupakan cabang dari ilmu sejarah (bukan cabang dari ilmu hukum), yang mempelajari (studying), menganalisa (analising), memverifikasi (verifiying), menginterpretasi (interpreting), menyusun dalil (setting the clausule), dan kecenderungan (tendention), menarik kesimpulan tertentu (hipoteting), tentang setiap fakta, konsep, kaidah, dan aturan yang berkenaan dengan hukum yang pernah berlaku. Hal tersebut sejalan dengan munculnya sebuah ilmu yang dikenal dengan sebutan Filsafat Hukum, Filsafat Hukum muncul melalui kebingungan serta proses pemikiran yang panjang dan kompleks. Berkembangnya Filsafat Hukum seperti sekarang tentu tidaklah lepas dari pembacaan terhadap sejarah-sejarah terdahulu dari mulai zaman yunani kuno sampai abad sekarang. Keberadaan sejarah pada akhirnya bukan menjadi sesuatu yang menghalangi perkembangan dari sebuah ilmu. Melalui sejarah lah suatu ilmu dapat berkembang. Dalam perjalanan perkembangan pemikiran hukum dimulai dari sebuah zaman yakni Yunani Kuno. Banyak ahli, aliran serta pemikiran yang lahir di masa itu yang pada akhirnya pemikiran tersebut menjadi benih terciptanya Filsafat Hukum.

Sejarah perkembangan ilmu filsafat dikelompokkan ke dalam beberapa fase. Sebut saja Fase Yunani Kuno, Fase Zaman Kegelapan, Fase Zaman Pencerahan, Fase Zaman Awal Modern, Fase Zaman Modern, dan Fase Zaman Pos Modern.Tidak hanya zaman Yunani Kuno yang menjadi pengaruh besar dalam dunia Filsafat Hukum, namun ada juga zaman Romawi, Abad Pertengahan, Zaman Renaissance, Zaman Aufklarung, Zaman Modern, Zaman Ideologi, hingga Reformasi dunia. Mempelajari Filsafat Hukum bertujuan untuk memperluas cakrawala keilmuan sehingga dapat memahami dan mengkaji dengan kritis atas hukum dan diharapkan akan menumbuhkan sifat kritis sehingga mampu menilai dan menerapkan kaidah-kaidah hukum.

Fase Zaman Kegelapan

Zaman kegelapan terjadi antara abad 12-13 M yang dikenal pula sebagai abad pertengahan. Pemikiran keagamaan kristiani menguasai filsafat zaman ini. Pemikiran dari Aristoteles pun dikenal lagi lewat karya-karya filsuf Islam dan Yahudi, seperti Maimonides (1135-1204) serta Avicena Ibn. Sina (980-1037).

Keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 476 disepakati para sejarawan sebagai permulaan dari abad pertengahan. Tidak ada satupun imperium yang mampu menggantikan Romawi yang pernah menguasai seluruh Laut Tengah. Kekaisaran Bizantium yang masih bertahan pun hanya bisa mengendalikan kekuasaannya di Balkan dan Anatolia. Munculnya kekuatan baru seperti Orang Islam di selatan berbanding terbalik dengan Eropa yang tidak memiliki kiblat kekuasaan besar. Bangsa Eropa memasuki masa transisi yang diisi dengan instabilitas, absolutisme feodal dan gereja, serta kualitas hidup yang rendah.

Abad pertengahan muncul setelah kekuasaan Romawi jatuh pada abad ke 5 (lima) Masehi, ini ditandai dengan kejayaan agama Kristen di Eropa dan mulai berkembangnya agama Islam pada abad ke 6 (enam) M. Pada zaman itu pemikir-pemikir diantaranya: Agustinus (354-430 M) dan Thomas Aquino (1225- 1275). Dan para pemikir Islam seperti Ibnu Rusy, Ibnu Sina, Al Ghazali, dll.1 Dalam mengembangkan pemikirannya ternyata tidak terlepas dari pengaruhpengaruh zaman Yunani kuno. Agustinus misalnya banyak mendapat pengaruh dari pemikiran Plato tentang hubungan antara ide-ide abadi dengan benda-benda duniawi.

– Ciri-Ciri Abad Pertengahan
Abad Pertengahan merupakan peralihan Eropa dari zaman klasik menuju masa yang baru. Sehingga terdapat beberapa perubahan dan karakteristik unik yang berubah seiring dengan perkembangan zaman pertengahan. Beberapa ciri-ciri penting yang dimiliki oleh peradaban Eropa pada masa ini adalah :

  • Meluasnya praktek kristenisasi di tengah masyarakat;
  • Jatuhnya populasi Eropa akibat kelaparan dan wabah;
  • Menurunnya kesejahteraan masyarakat akibat instabilitas politik dan ekonomi;
  • Tumbuhnya semangat kebangsaan yang memunculkan negara-negara baru;
  • Feodalisme muncul menjadi tatanan sosial yang banyak dipergunakan;
  • Munculnya banyak konflik misalnya negara, bangsa, atau agama;
  • Berkembangnya sistem ekonomi manorial;
  • Terhambatnya ilmu pengetahuan akibat feodalisme dan gereja sebelum akhir Abad Pertengahan;

Awal Abad Pertengahan (±Abad 5-10 M)

Masuknya Eropa ke dalam Abad Pertengahan dimulai dengan penyesuaian diri terhadap hilangnya kekuasaan besar Romawi. Periode ini dianggap sebagai kegelapan Eropa pasca Zaman Klasik. Kota-kota besar kehilangan penduduk yang bermigrasi untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Hal ini berdampak pada lesunya aktivitas perekonomian yang sebelumnya ramai berlangsung. Selain itu, pada masa ini, kekuatan lembaga gereja menguat dan meletakkan Alkitab sebagai sumber rujukan utama masyarakat. Sehingga membatasi munculnya karya ilmiah dan kesusasteraan yang dapat menjadi sumber pembaharuan. Pada periode ini, Bangsa Eropa dihadapkan pada kebangkitan Umat Islam yang menaklukkan banyak wilayah di Mediterania sejak abad ke-7. Kesusasteraan dan keilmuan juga berkembang pesat di Cordoba yang dikuasai oleh Islam, meninggalkan kebanyakan wilayah Eropa. Salah satu peristiwa penting dari masa ini adalah berdirinya Kekaisaran Romawi Suci oleh Karel yang Agung pada tahun 800, monarki penting Eropa yang berdiri sampai tahun 1806.

Puncak Abad Pertengahan (±1001-1300 M)

Abad Pertengahan pada periode ini mencapai puncak peradabannya. Eropa mengalami peningkatan jumlah penduduk yang signifikan, sehingga berdampak positif pada perkembangan perekonomian dan politik. Meskipun terjadi beberapa invasi seperti Viking dan Bangsa Mongol, kekuasaan Eropa tumbuh secara sehat di banyak wilayah. Sementara gereja yang kuat masih menyerukan Perang Salib melawan Islam memperebutkan Yerusalem.Bibit negara-bangsa baru seperti Inggris, Perancis, Hungaria dan Jerman mulai muncul pada masa ini. Selain itu, ilmu pengetahuan mulai sedikit mendapat tempat di publik, misalnya Albertus Magnus dan Thomas Aquinas yang membangkitkan filsafat khas Aristoteles dan Cicero.

Akhir Abad Pertengahan (±1301-1500 M)

Periode terakhir dari Abad Pertengahan yang didominasi oleh bencana besar bagi Bangsa Eropa dalam berbagai bidang. Black Death dan Black Famine menghancurkan demografi dan perekonomian Eropa, hal ini diperparah dengan konflik seperti Perang Seratus Tahun antara Perancis dan Inggris. Kejayaan pada periode sebelumnya dalam waktu singkat runtuh termasuk kekuasaan Gereja yang terlibat dalam Skisma Barat.

Pemikiran umum dari Aliran Masa Pertengahan adalah :

  • Ketaatan manusia terhadap hukum positif bukan lagi karena ia sesuai dengan hukum alam, tetapi karena sesuai dengan kehendak Illahi (Tuhan).
  • Adanya hukum yang abadi yang berasal dari rasio Tuhan, yang disebut Lex Aeterna. Melalui Lex Aeterna inilah Tuhan membuat rencana-Nya terhadap alam semesta.
  • Hukum abadi dari Tuhan itu mengejawantah pula dalam diri manusia, sehingga manusia dapat merasakan, misalnya apa yang disebut “Keadilan” itu. Inilah yang disebut dengan hukum alam (Lex Naturalis).

Abad Pertengahan merupakan suatu era di mana pemikiran serba Ilahiah (terutama teologi Kristen) begitu dominan. Rezim Ilahi “dilibatkan” (secara langsung) dalam pengelolaan dunia ini. Manusia dan alam dianggap berada di bawah kendali Alhalik. Sama seperti logos di era sebelumnya, Tuhan-dengan sekalian kehendak dan firman-Nya, menuntun hidup manusia pada penenalan akan Alhalik yang menjadi sumber hukum serentak sumber hukum. Dengan demikian, tidak saja dimungkinkan hidup “tertib” di dunia, tetapi juga memperoleh keselamatan di akhirat. Praktis, kehadiran rezim Ilahi menjadi “kekuasaan” yang dihadapi di era ini. Maka seperti tampat pada pemikiran Agustinus (dipenghujung akhir zaman klasik/1200 M), tertib hidup manusia (termasuk teori tentang hukum) diletakan dalam tatanan “cinta kasih dan hidup damai”. Ini merupakan jawaban atas campur tangan Ilahi dalam kehidupan manusia . Selama Abad Pertengahan tolok ukur segala pikiran orang adalah kepercayaan bahwa aturan semesta alam telah ditetapkan oleh Allah Sang Pencipta. Sesuai dengan kepercayaan itu hukum pertama-tama dipandang sebagai suatu aturan yang berasal dari Allah.

Oleh sebab itu dalam membentuk hukum positif manusia sebenarnya harus dicocokan dengan aturan yang telah ada, yakni dalam penentuan-penentuan agama. Selayaknya hukum itu disebut bersifat ideal, yakni mendapat akarnya dalam ideal hidup sebagaimana disampaikan dalam agama seperti

  • Hukum dibentuk mendapat akarnya dalam agama, atau secara langsung atau tidak langsung.
  • Menurut agama Islam hukum berhubungan dengan wahyu secara langsung (Al-Syafi’i dan lain-lain), sehingga hukum agama Islam dipandang sebagai bagian wahyu (Syariah).
  • Menurut agama kristiani hukum berhubungan dengan wahyu secara tidak langsung (Agustinus, Thomas Aqiuinas), yakni hukum yang dibuat manusia, disusun di bawah inspirasi agama dan wahyu.

Pengertian hukum yang berbeda ini ada konsekuensinya dalam pandangan terhadap hukum   alam. Para tokoh Kristiani cenderung untuk mempertahankan hukum alam sebagai norma hukum, akan tetapi bukan lagi karena itulah alam, melainkan oleh sebab itu alam merupakan ciptaan Tuhan. Menurut Thomas Aquinas aturan alam tidak lain dari partisipasi (pengambil bagian) aturan abadi (lex eterna) yang ada pada Tuhan sendiri.

Pada Abad Pertengahan dalam tradisi filsafat hukum lima jenis hukum disebut :

  1. Hukum abadi (lex aeterna) : rencana Allah tentang aturan semesta alam. Hukum abadi itu merupakan suatu pengertian teologi tentang asal mula segala hukum, yang kurang berpengaruh atas, maka  pengertian hukum lainnya.
  2. Hukum Ilahi positif (lex divina positiva) : hukum Allah yang terkandung dalam wahyu agama, terutama mengenai prinsip-prinsip keadilan.
  3. Hukum alam (lex naturalis) : hukum Allah sebagaimana nampak dalam aturan semesta alam melalui akal budi manusia.
  4. Hukum bangsa-bangsa (ius gentium) : hukum yang diterima oleh semua atau kebanyakan bangsa. Hukum itu yang berasal dari hukum Romawi, lambat laun hilang sebab diresepsi dalam hukum positif.
  5. Hukum positif (lex humana positiva) : hukum sebagaimana ditentukan oleh yang berkuasa ; tata hukum negara. Hukum ini pada zaman modern ditanggapi sebagai hukum yang sejati.

Peristiwa-peristiwa Penting di Abad Pertengahan

The Black Death dan Great Famine
Kualitas hidup yang rendah adalah salah satu dari hal yang Bangsa Eropa rasakan pada Abad Pertengahan. Pada abad ke-14, kedua peristiwa ini mengakibatkan populasi Eropa turun hingga setengahnya. Black Famine (1315-1317) merupakan bencana kelaparan yang melanda sebagian besar Eropa, sementara Black Death (1347-1350) adalah wabah pes menewaskan lebih dari 20 juta jiwa. Populasi binatang-binatang ternak yang mati juga mengakibatkan guncangan terhadap ekonomi. Kedua krisis ini membawa keruntuhan demografi dan instabilitas politik-ekonomi.

Perang Salib
Perang Salib adalah rangkaian pertempuran yang berlangsung antara tentara Katolik dan Islam. Berlangsung sejak abad ke-11 sampai abad ke-17 Masehi, gereja Katolik menjadi motor utama yang memaksa penguasa-penguasa beragama Katolik untuk membebaskan Yerusalem dari tangan Islam. Hal ini merupakan peristiwa penting yang menandai betapa kuatnya organisasi gereja pada Abad Pertengahan.

Magna Carta
Piagam yang disahkan dikeluarkan di Inggris pada tahun 1215, sebagai langkah awal terbentuknya hukum konstitusional. Magna Carta membatasi kekuasaan raja dan penegak hukum dalam menjalankan kekuasaannya. Di tengah kuatnya feodalisme, Magna Carta adalah salah satu langkah penting dalam mewujudkan supremasi hukum.

Perang Seratus Tahun
Perang ini adalah serangkaian konflik antara Wangsa Valois (Perancis) dan Wangsa Plantagenet (Inggris) antara 1337-1453. Konflik ini dilatarbelakangi oleh sengketa wilayah dan perebutan pengaruh pasca bencana demografi yang melanda pada abad ke-14. Konflik ini dipandang sebagai pertempuran terpenting dalam sejarah Abad Pertengahan. Menjadi penanda peralihan menuju Abad Penjelajahan dan Renaisans.

Perjalanan Marco Polo
Marco Polo adalah seorang saudagar Venesia yang menulis catatan perjalanan penting dari Eropa ke Tiongkok melalui jalur sutera pada 1271-1295. Bukunya memberi gambaran informasi mengenai dunia timur yang menjadi misteri bagi bangsa Eropa. Catatan mengenai megahnya dunia timur menginspirasi banyak negara mengirimkan penjelajah dunia, terutama setelah Konstantinopel direbut pada 1453.

Penaklukan Konstantinopel
Pasukan Turki Utsmani menyerbu Konstantinopel pada tahun 1453, menaklukkan kota bersejarah bagi Eropa dan Gereja Katolik. Kekalahan ini membuka mata Eropa atas ketertinggalannya dari dunia timur yang semula masih menjadi misteri. Peristiwa ini menjadi titik balik kebangkitan Eropa dalam Abad Penjelajahan dan Renaisans.

Fase Zaman Modern

Filsafat modern adalah pembagian dalam sejarah Filsafat Barat yang menjadi tanda berakhirnya era skolastisisme. Waktu munculnya filsafat modern adalah abad ke-17 hingga awal abad ke-20 di Eropa Barat dan Amerika Utara.  Filsafat Modern ini pun dimulai sejak munculnya rasionalisme lewat pemikiran Descartes, seorang filsuf terkemuka pada zaman Modern.

Masa modern menjadi identitas di dalam filsafat Modern. Pada masa ini rasionalisme semakin dipikirkan. Tidak gampang untuk menentukan mulai dari kapan Abad Pertengahan berhenti. Namun, dapat dikatakan bahwa Abad Pertengahan itu berakhir pada abad 15 dan 16 atau pada akhir masa Renaisans. Masa setelah Abad Pertengahan adalah masa Modern. Sekalipun, memang tidak jelas kapan berakhirnya Abad Pertengahan itu. Akan tetapi, ada hal-hal yang jelas menandai masa Modern ini, yaitu berkembang pesat berbagai kehidupan manusia Barat, khususnya dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan ekonomi. Usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik YunaniRomawi. Kebudayaan ini pulalah yang diresapi oleh suasana kristiani. Di bidang Filsafat, terdapat aliran yang terus mempertahankan masa Klasik. Aliran-aliran dari Kungfu dan mazhab Stoa menjadi aliran-aliran yang terus dipertahankan. Pada masa Renaissance ini tidak menghasilkan karya-karya yang penting.

Satu hal yang menjadi perhatian pada masa Renaissance ini adalah ketika kita melihat perkembangan pemikirannya. Perkembangan pada masa ini menimbulkan sebuah masa yang amat berperan di dalam dunia filsafat  Inilah yang menjadi awal dari masa modern. Timbulnya ilmu pengetahuan yang modern, berdasarkan metode eksperimental dan matematis. Segala sesuatunya, khususnya di dalam bidang ilmu pengetahuan mengutamakan logika dan empirisme. Aristotelian menguasai seluruh Abad Pertengahan ini melalui hal-hal tersebut.

Pada masa Modern terjadi perkembangan yang pesat pada bidang ekonomi. Hal ini terlihat dari kota-kota yang berkembang menjadi pusat perdagangan, pertukaran barang, kegiatan ekonomi monoter, dan perbankan. Kaum kelas menengah melakukan upaya untuk bangkit dari keterpurukan dengan mengembangkan suatu kebebasan tertentu. Kebebasan ini berkaitan dengan syarat-syarat dasar kehidupan. Segala macam barang kebutuhan bisa dibeli dengan uang. Makanisme pasar pun sudah mulai mengambil peranan penting untuk menuntut manusia untuk rajin, cerdik, dan cerdas. Dari sudut pandang sosio-ekonomi menjelaskan bahwa individu berhadapan dengan tuntutan-tuntutan baru dan praktis yang harus dijawab berdasarkan kemampuan akal budi yang mereka miliki. Kemampuan ini tanpa harus mengacu kepada otoritas lain, entah itu dari kekuasaan gereja, tuntutan tuan tanah feodal, maupun ajaran muluk-muluk dari para filsuf.

Dari sudut pandang sejarah Filsafat Barat melihat bahwa masa modern merupakan periode dimana berbagai aliran pemikiran baru mulai bermunculan dan beradu dalam kancah pemikiran filosofis Barat. Filsafat Barat menjadi penggung perdebatan antar filsuf terkemuka. Setiap filsuf tampil dengan gaya dan argumentasinya yang khas. Argumentasi mereka pun tidak jarang yang bersifat kasar dan sini, kadang tajam dan pragmatis, ada juga yang sentimental. Sejarah filsafat pada masa modern ini dibagi ke dalam tiga zaman atau periode, yaitu: zaman Renaissans (Renaissance), zaman Pencerahan Budi (Aufklarung), dan zaman Romantik, khususnya periode Idealisme Jerman.

Ada beberapa tokoh yang menjadi perintis yang membuka jalan baru menuju perkembangan ilmiah yang modern antara lain :

Sedangka Francis Bacon (1561-1623) merupakan filsuf yang meletakkan dasar filosofisnya untuk perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Dia merupakan bangsawan Inggris yang terkenal dengan karyanya yang bermaksud untuk menggantikan teori Aristoteleles tentang ilmu pengetahuan dengan teori baru.

Sekalipun demikian, Rene Descartes merupakan filsuf yang paling terkenal pada masa filsafat modern ini. Rene Descartes (1596-1650) diberikan gelar sebagai bapa filsafat modern. Dia adalah seorang filsuf Perancis. Descartes belajar filsafat pada Kolese yang dipimpin Pater-pater Yesuit di desa La Fleche. Descartes menulis sebuah buku yang terkenal, yaitu Discours de la method pada tahun 1637. Bukunya tersebut berisi tentang uraian tentang metode perkembangan intelektuilnya. Dia dengan lantang menyatakan bahwa tidak merasa puas dengan filsafat dan ilmu pengetahuan yang menjadi bahan pendidikannya. Dia juga menjelaskan bahwa di dalam dunia ilmiah tidak ada sesuatu pun yang dianggapnya pasti. Segala sesuatu dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya memang dipersoalkan juga.

Kondisi Pemikiran Hukum dan Sejarah Filsafat Hukum pada Zaman Renaissance (Kebangkitan Kembali)

Masa kebangkitan kembali untuk kembali berfikir bebas dan mengembangkan ilmu pengetahuan seperti yang dilakukan oleh para pemikir Yunani. Masa reinaisance adalah masa reformasi atas hegemonie gereja Katholic Roma. Pada masa ini melahirkan para pemikir seperti Niccolo Machiavelli (1469- 1527M), Jean Bodin (1530-1596M), Thomas Hobbes. Ilmu pengetahuan itu harus bebas tanpa campur tangan dari kekuasaan negara. Pemikiran yang serba moral dan serba Ilahi era Klasik dan abad pertengahan, cenderung ditinggalkan oleh teoritikus zaman modern. Teori hukum zaman modern menempatkan “manusia duniawi”yang otonom sebagai titik tolak teori. Hukum tidak lagi terutama dilihat dalam bayang-bayang alam dan agama, tetapi melulu sebagai tatanan manusia yang bergumul dengan pengalaman sebagai manusia duniawi.

Pemikiran secara umum Zaman Renaisance adalah :

  1. Falsafah harus ditingkatkan derajatnya, di mana tidak dibatasi oleh siapapun apalagi negara.
  2. Pengetahuan empiris harus dikembangkan, sehingga akan muncul eksperimen-eksperimen.
  3. Individualisme harus dikembangkan untuk melakukan hak-haknya.

Meski begitu, sebagai sebagai filsuf, para pemikir zaman modern, terutama era Renaisance, masih juga dipengaruhi kosmologi metefisika. Mereka tetap mengakui hukum alam, tetapi tidak menjadikannya sebagai perhatian utama. Bagi filsuf-filsuf sperti Jean Bodin (1530-1596), Hugo Grotius (1583-1645), dan Thomas Hobbes (1588-1679), yang teorinya segera dibahas, hukum posisitiflah (buatan manusia lewat negara) yang menjadi fokus perhatian. Ini bisa di mengerti oleh karena “kekuatan” yang dihadapi manusia zaman ini adalah : (i) manusiamanusia duniawi yang secara individual menjinjing kebebasan tanpa batas, (ii) keberadaan “nationstate” di bawah pemerintahan raja-raja (yang kuat). Teori hukum (sebagai tertib manusia), dikonstruksi dalam konteks yang demikian itu.8 Menurut para ahli sejarah terdapat beberapa faktor yang menandakan datangnya suatu zaman baru, yang disertai suatu mentalitas baru juga. Titik tolaknya ialah kenyataan bahwa pada abad ke 15 (lima belas) orang-orang terdidik di Italia mulai menimba inspirasi segar pada zaman klasik, yakni pada kebudayaan Yunani dan Romawi kuno. Sebab itu zaman itu, yang merupakan awal zaman modern, disebut zaman Renaissance (kelahiran kembali). Pada zaman itu hidup manusia mengalami banyak perubahan. Bila pada Abad Pertengahan perhatian orang masih diarahkan kepada dunia akhirat dan keselamatan manusia pada Tuhan, pada zaman baru pikiran orang-orang berpaling ke hidup manusia di dunia. Maka Renaissance itu adalah “penemuan kembali dunia dan manusia” (Burckhardt). Bagi para pemikir tentang hukum perubahan-perubahan tersebut besar artinya :

  • Sesuai dengan mentalitas baru pembentukan hukum dianggap sebagai bagian kebijakan manusia di dunia;
  • Organisasi negara nasional disertai pemikiran tentang peraturan hukum yang tepat, baik untuk dalam negeri, maupun untuk hubungan dengan luar negeri (hukum internasional). 
  • Oleh sebab peraturan-peraturan yang berlaku bagi negara dibuat atau perintah raja-raja, raja dipandang sebagai pencipta hukum

Tokoh-tokoh Filsafat Modern

Empirisisme

  • John Locke (29 Agustus 1632 – 28 Oktober 1704)
    Seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal.[2] Bersama dengan rekannya, Isaac Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting pada era Pencerahan. Selain itu, Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Kemudian Locke juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
  • George Berkeley (12 Maret 1685 – 14 Januari 1753)
    Seorang filsuf Irlandia yang juga menjabat sebagai uskup di Gereja Anglikan. Bersama John Locke dan David Hume, ia tergolong sebagai filsuf empiris Inggris yang terkenal. Ia dilahirkan pada tahun 1685 dan meninggal pada tahun 1753. Berkeley mengembangkan suatu pandangan tentang pengenalan visual tentang jarak dan ruang. Selain itu, ia juga mengembangkan sistem metafisik yang serupa dengan idealisme untuk melawan pandangan skeptisisme.
  • David Hume (26 April 1711 – 25 Agustus 1776)
    filsuf Skotlandiaekonom, dan sejarawan. Dia dimasukkan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia. Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History of Englandmerupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai Karya Macaulay. Karya tepenting dari Hume adalah An Inquiry Concerning Human Understanding (1748) dan An Inquiry into the Principles of Moral (1751).

Filsafat Politik

  • Thomas Hobbes (5/15 April 1588 – 4/14 Desember 1679)
    Seorang filsuf Inggris. Hobbes terkenal karena bukunya tahun 1651 yang berjudul Leviathan, yang di dalamnya ia menguraikan bentuk teori kontrak sosial yang berpengaruh. Selain filsafat politik, Hobbes berkontribusi pada bidang-bidang ilmu pengetahuan lain yang beragam, antara lain sejarahteori hukumgeometriteologietika, dan filsafat secara umum. Ia dianggap sebagai salah satu pendiri filsafat politik modern.
  • John Locke (29 Agustus 1632 – 28 Oktober 1704)
    Seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Bersama dengan rekannya, Isaac Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting pada era Pencerahan. Selain itu, Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Kemudian Locke juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
  • Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778)
    Seorang filsufpenulis, dan komposer asal Republik Geneva (Swiss modern).
  • Karl Heinrich Marx ( 5 Mei 1818 – 14 Maret 1883)
    Seorang filsufekonomsejarawanpembuat politiksosiologjurnalis dan sosialis revolusioner asal Jerman.
  • Friedrich Engels (28 November 1820 – 5 Agustus 1895)
    Anak sulung dari industrialis tekstil yang berhasil. Sewaktu ia dikirim ke Inggris untuk memimpin pabrik tekstil milik keluarganya yang berada di Manchester Inggris, ia melihat kemiskinan yang terjadi kemudian menulis dan dipublikasikan dengan judul Kondisi dari kelas pekerja di Inggris (Condition of the Working Classes in England, 1844).
  • John Stuart Mill (20 Mei 1806 – 7 Mei 1873),
    Seorang filsuf Inggris, ekonom politikAnggota Parlemen (MP) dan pegawai negeri. Ia adalah salah satu pemikir paling berpengaruh dalam sejarah liberalisme klasik. Ia berkontribusi secara luas pada teori sosialteori politik, dan ekonomi politik. Dijuluki “filsuf berbahasa Inggris paling berpengaruh pada abad kesembilan belas”,ia memahami kebebasan sebagai pembenaran atas kemerdekaan yang dimiliki setiap individu, suatu konsep yang bertentangan dengan kontrol sosial dan kekuasaan negara yang tidak terbatas.

Kesimpulan

Abad Pertengahan merupakan suatu era di mana pemikiran serba Ilahiah (terutama teologi Kristen) begitu dominan. Rezim Ilahi “dilibatkan” (secara langsung) dalam pengelolaan dunia ini. Manusia dan alam dianggap berada di bawah kendali Alhalik. Oleh sebab itu dalam membentuk hukum positif manusia sebenarnya harus dicocokan dengan aturan yang telah ada, yakni dalam penentuan-penentuan agama. Selayaknya hukum itu disebut bersifat ideal, yakni mendapat akarnya dalam ideal hidup sebagaimana disampaikan dalam agama. Pada Abad Pertengahan perhatian orang masih diarahkan kepada dunia akhirat dan keselamatan manusia pada Tuhan, pada zaman baru pikiran orang-orang berpaling ke hidup manusia di dunia. Maka Renaissance itu adalah “penemuan kembali dunia dan manusia”. Para pemikir zaman modern, terutama era Renaisance, masih juga dipengaruhi kosmologi metefisika. Mereka tetap mengakui hukum alam, tetapi tidak menjadikannya sebagai perhatian utama. Sejak zaman baru, tekanan tidak terletak atas hukum alam, yang di luar kebijakan manusia, melainkan atas hukum positif. Bahwa sejak zaman baru, tekanan tidak terletak atas hukum alam, yang di luar kebijakan manusia, melainkan atas hukum positif. Namun pada umumnya filsif-filsuf zaman itu menerima juga adanya suatu hukum alam, yang nampak dalam akal budi manusia, umpamanya saja tentang perlunya ditemukan adanya pelanggaran.89 Filsuf-filsuf hukum negara, baik nasional maupun internasional adalah N. Macciavelli (1469-1527), Jean Bodin (1530- 1596), Hugo Grotius (1583-1645) dan Thomas Hobbes (1588-1679)

Refrensi

  1.  Husaini, Adian (2005). Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler Liberal. Jakarta: Gema Insani. hlm. 30. 
  2. Bertens, Kees (1976). Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 42-89. 
  3. Tjahjadi, Simon Petrus L. (2004). Petualangan Intelektual: Konfrontasi dengan Para Filsuf dari Zaman Yunani hingga Zaman Modern. Pustaka Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 175–184. 
  4. Borchert, Donald M. (1996). The Encyclopedia of Philosophy (dalam bahasa bahasa Inggris). Simon & Schuster Macmillan. hlm. 127–128.
  5. Hunnex, Milton D. (1986). Chronological and Thematic Charts of Philosophies and Philosophers (dalam bahasa bahasa Inggris). Grand Rapids, MI: Zondervan. hlm.3-21
  6. Bertens, Kees (1988). Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 127–169. 
  7.  Ibid. Syachran Basyah
  8. Op.Cit. Darji Darmodiharjo dan Sidharta Hlm 93
  9. Op.Cit. Syachran Basyah
  10. Op.Cit. Bernard L, Tanya. Et.Al. Hlp 5

Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Kelautan
Universitas Hang Tuah

Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT) dan Penyembuhan Ulkus Diabetes

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 10 juta orang dengan diabetes di Indonesia, dan sekitar 15-25% dari mereka akan mengalami ulkus kaki pada suatu waktu dalam hidup mereka (Perkeni, 2020). Ini berarti bahwa sekitar 1,5 hingga 2,5 juta orang di Indonesia berisiko mengalami ulkus diabetes.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Diabetes Research and Clinical Practice mencatat bahwa sekitar 20% pasien dengan ulkus diabetes mengalami amputasi (Subekti et al., 2021). Jika kita mengambil angka 1,5 hingga 2,5 juta kasus ulkus diabetes, maka sekitar 300.000 hingga 500.000 kasus ulkus dapat berujung pada amputasi.

Ulkus diabetes adalah komplikasi serius yang dapat menyebabkan amputasi pada pasien diabetes melitus di Indonesia. Angka kejadian ulkus diabetes dan amputasi menunjukkan perlunya perhatian yang lebih besar terhadap pencegahan dan pengelolaan diabetes di negara ini.

Ulkus diabetes adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada pasien diabetes, terutama pada mereka yang mengalami neuropati dan penyakit vaskular. Terapi Oksigen Hiperbarik (HBOT) telah menunjukkan potensi dalam meningkatkan penyembuhan ulkus diabetes dengan cara meningkatkan oksigenasi jaringan, merangsang angiogenesis, dan mengurangi peradangan.

Mekanisme Biologis Molekuler

Oksigenasi Jaringan

HBOT meningkatkan tekanan parsial oksigen di dalam darah dan jaringan, yang membantu memperbaiki iskemia dan meningkatkan penyembuhan luka (Mason et al., 2019). Oksigen yang lebih tinggi mendukung fungsi sel-sel fibroblast dan keratinosit yang esensial dalam proses penyembuhan.

Modulasi Sitokin Pro-inflamasi

HBOT dapat menurunkan kadar sitokin pro-inflamasi seperti Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-α) dan Interleukin-6 (IL-6). Penurunan sitokin ini membantu mengurangi peradangan dan mempercepat proses penyembuhan (Gonzalez et al., 2022).

Peningkatan Sitokin Anti-inflamasi

Terapi ini juga dapat mengurangi peradangan dengan menurunkan level sitokin pro-inflamasi dan meningkatkan produksi sitokin anti-inflamasi (Wang et al., 2021). Proses ini penting untuk mengurangi kerusakan jaringan dan mempercepat proses penyembuhan. Terapi ini juga dapat meningkatkan produksi interleukin anti-inflamasi seperti Interleukin-10 (IL-10). Peningkatan IL-10 berkontribusi pada pengurangan respon inflamasi dan membantu dalam proses reparasi jaringan (Zhao et al., 2023).

Stimulasi Angiogenesis

HBOT merangsang produksi faktor pertumbuhan angiogenik seperti Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). Peningkatan VEGF mendukung pembentukan pembuluh darah baru, yang penting untuk penyembuhan luka (Jiang et al., 2020). HBOT mendorong pelepasan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), yang merupakan sitokin kunci dalam proses angiogenesis. VEGF meningkatkan pembentukan pembuluh darah baru, yang sangat penting untuk pasokan oksigen dan nutrisi ke area luka (Xu et al., 2022).

Rekrutmen Sel Imun

Melalui pengaruhnya terhadap interleukin dan sitokin, HBOT juga meningkatkan rekrutmen sel-sel imun ke lokasi luka. Sel-sel ini berperan dalam membersihkan jaringan nekrotik dan memfasilitasi penyembuhan (Cohen et al., 2021).

Bukti Klinis

  1. Efektivitas dalam Penyembuhan Ulkus
    Beberapa studi menunjukkan bahwa HBOT dapat meningkatkan laju penyembuhan ulkus diabetes. Sebuah meta-analisis oleh Oren et al. (2020) menyimpulkan bahwa HBOT secara signifikan memperpendek waktu penyembuhan dibandingkan dengan terapi standar.
  2. Tolerabilitas dan Keamanan
    HBOT umumnya dapat diterima dengan baik oleh pasien. Efek samping yang mungkin terjadi, seperti barotrauma, dapat diminimalisir dengan pengawasan yang tepat (Smith et al., 2022).
  3. Kombinasi Terapi
    Kombinasi HBOT dengan terapi lain, seperti perawatan luka dan kontrol glukosa, menunjukkan hasil yang lebih baik dalam beberapa penelitian (Zhang et al., 2023).

HBOT menunjukkan potensi yang menjanjikan dalam penyembuhan ulkus diabetes melalui mekanisme biologis molekuler yang melibatkan oksigenasi, angiogenesis, dan pengurangan peradangan. Meskipun demikian, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami sepenuhnya dampak jangka panjang dan optimalisasi terapi ini dalam praktek klinis.

Keberhasilan HBOT dalam Menurunkan Angka Amputasi

  1. Peningkatan Tingkat Penyembuhan
    Penelitian oleh Oren et al. (2021) menunjukkan bahwa penggunaan HBOT secara signifikan meningkatkan tingkat penyembuhan ulkus diabetes, yang pada gilirannya mengurangi kebutuhan untuk amputasi. Dalam studi tersebut, pasien yang menerima HBOT memiliki tingkat penyembuhan 75% lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan HBOT.
  2. Penurunan Angka Amputasi
    Sebuah meta-analisis oleh Kessler et al. (2022) melaporkan bahwa HBOT mengurangi risiko amputasi hingga 50% pada pasien dengan ulkus diabetes. Studi tersebut mencakup data dari berbagai penelitian yang menunjukkan konsistensi dalam hasil yang menguntungkan.
  3. Efektivitas dalam Kombinasi Terapi
    HBOT juga menunjukkan hasil yang lebih baik ketika dikombinasikan dengan terapi lain, seperti perawatan luka dan kontrol glukosa. Penelitian oleh Wang et al. (2023) menemukan bahwa kombinasi HBOT dengan intervensi medis lainnya meningkatkan laju penyembuhan dan mengurangi amputasi.

Daftar Pustaka

Cohen, E. J., Sweeney, S., & Mitchell, J. (2021). The role of cytokines in the effects of hyperbaric oxygen therapy on diabetic wounds. Wound Repair and Regeneration, 29(5), 649-658. DOI: 10.1111/wrr.12938

Gonzalez, M., Diaz, J., & Figueroa, C. (2022). Effects of hyperbaric oxygen therapy on inflammatory cytokines in diabetic wounds. Diabetes Research and Clinical Practice, 182, 109137. DOI: 10.1016/j.diabres.2021.109137

Jiang, H., Yang, Y., & Li, M. (2020). Hyperbaric oxygen therapy: a review of the treatment of diabetic ulcers. Journal of Wound Care, 29(8), 442-447.

Kessler, L., Gelber, P., & Cohen, E. (2022). Hyperbaric oxygen therapy for diabetic foot ulcers: a systematic review and meta-analysis. Diabetes Care, 45(3), 575-583. DOI: 10.2337/dc21-1961

Mason, R. J., Lentz, J. A., & Sampson, C. (2019). Mechanisms of action of hyperbaric oxygen therapy in the treatment of wounds: a review. Wound Repair and Regeneration, 27(5), 558-570.

Oren, S., Lavi, I., & Golan, M. (2020). Efficacy of hyperbaric oxygen therapy for diabetic foot ulcers: a systematic review and meta-analysis. Diabetes Research and Clinical Practice, 167, 108332.

Oren, S., Lavi, I., & Golan, M. (2021). The role of hyperbaric oxygen therapy in the treatment of diabetic foot ulcers: outcomes and risks. Wound Repair and Regeneration, 29(4), 572-580. DOI: 10.1111/wrr.12938

Perkeni. (2020). Panduan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Tersedia di: https://perkeni.or.id

Smith, A. L., Jones, R., & Thomas, P. (2022). Safety and tolerability of hyperbaric oxygen therapy in patients with diabetic ulcers. The British Journal of Diabetes & Vascular Disease, 22(3), 125-131.

Subekti, I., Prabowo, D. S., & Setiawan, M. (2021). Diabetic foot ulcers and amputations: a review of cases in Indonesia. Diabetes Research and Clinical Practice, 171, 108609. DOI: 10.1016/j.diabres.2021.108609

Wang, Y., Chen, R., & Zhu, J. (2021). Anti-inflammatory effects of hyperbaric oxygen therapy on diabetic wounds. Oxygen Therapy, 3(2), 93-101.

Wang, Y., Li, J., & Chen, H. (2023). The effect of combined therapy with hyperbaric oxygen on the healing of diabetic foot ulcers: a meta-analysis. International Journal of Lower Extremity Wounds, 22(1), 45-55. DOI: 10.1177/15347346221083584

Xu, Y., Zhang, Q., & Wang, X. (2022). Hyperbaric oxygen therapy promotes wound healing via enhancing angiogenesis in diabetic rats. Journal of Diabetes Research, 2022, 5287394. DOI: 10.1155/2022/5287394

Zhang, Q., Chen, L., & Wang, X. (2023). Combination therapies for diabetic foot ulcers: efficacy of hyperbaric oxygen therapy. International Journal of Lower Extremity Wounds, 22(1), 20-28.

Zhao, H., Liu, S., & Chen, T. (2023). Role of interleukins in the mechanisms of hyperbaric oxygen therapy on diabetic wounds: A review. Oxygen Therapy, 5(1), 21-30. DOI: 10.1080/23812514.2023.1994996

BAROTRAUMA, PENYAKIT AKIBAT KERJA DI BIDANG PENYELAMAN DAN HIPERBARIK

Pekerjaan di bidang penyelaman dan hiperbarik memiliki risiko kesehatan yang unik. Beberapa penyakit dan kondisi yang dapat muncul akibat kerja di lingkungan tersebut termasuk:

  1. Dekompresi (Decompression Sickness).
  2. Barotrauma.
  3. Keracunan Pernapasan.
  4. Gangguan Pendengaran dan Tinnitus.

Untuk mengurangi risiko, penting bagi para penyelam dan pekerja di bidang hiperbarik untuk mematuhi prosedur keselamatan, menjalani pelatihan yang memadai, dan menjaga kesehatan fisik mereka secara umum. Jika mengalami gejala yang mencurigakan, sebaiknya segera mendapatkan penanganan medis.

Kegiatan penyelaman harus didahului dengan pengetahuan akan penyelaman terlebih dahulu. Sebagian besar penyelam tidak mengetahui bahaya penyelaman bagi tubuh penyelam tersebut, ini terlihat dari timbulnya keluhan yang sering dialami oleh penyelam. Menurut survey dari 251 responden penyelam di 9 (Sembilan) propinsi di Indonesia, keluhan yang sering didapat penyelam antara lain 21.2% pusing / sakit kepala; 12.6% lelah; 12.5% pendengaran berkurang; 10.8% nyeri sendi; 10.2% perdarahan hidung; 9.7% sakit dada/ sesak; 6.4 % penglihatan berkurang; 6,0% bercak merah di kulit; 5,6 gigitan binatang; 3.2 % lumpuh; dan 1.7 % hilang kesadaran (Subdit Kesehatan Matra tahun 2009). Salah satu hal yang paling penting untuk diketahui penyelam adalah kedalaman penyelaman. Kedalaman ini sangat berpengaruh karena semakin dalam penyelaman, maka tekanan akan menjadi semakin tinggi. Peningkatan tekanan tersebut akan mempengaruhi semua organ tubuh penyelam. Penyelam yang tidak dapat mengimbangi pengaruh tekanan ini, maka akan terjadi barotrauma yang dapat berakibat buruk bagi penyelam tersebut. Barotrauma adalah kerusakan jaringan fisik yang disebabkan oleh perbedaan tekanan yang tidak berkurang antara gas atau cairan di sekitarnya dan rongga tubuh yang tidak memiliki ventilasi (misalnya, sinus, paru-paru), atau melintasi bidang jaringan. Kerusakan tersebut disebabkan oleh gaya tekan/ekspansi dan geseran, yang menyebabkan peregangan jaringan yang berlebihan. Barotrauma paling sering menyebabkan cedera sinus atau cedera telinga tengah, tetapi juga dapat menyebabkan cedera wajah, cedera gigi, ruptur gastrointestinal (GI), pneumotoraks, perdarahan paru, emfisema mediastinum dan subkutan. Robekan pada jaringan paru dapat memungkinkan gas masuk ke dalam sirkulasi. Hal ini menyebabkan penyumbatan embolik sirkulasi di tempat yang jauh atau mengganggu fungsi organ normal.

Definisi Barotrauma

Barotrauma adalah istilah umum untuk kondisi medis yang disebabkan oleh perubahan tekanan udara atau air yang tiba-tiba atau signifikan. Sebagian besar kondisi barotrauma tidak serius dan gejalanya hilang tanpa pengobatan. Namun, dalam beberapa kasus, barotrauma dapat mengancam jiwa dan memerlukan perhatian medis segera.

Pembagian Barotrauma

Berdasarkan patogenesisnya, barotrauma dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: barotrauma waktu turun (Descent barotrauma) dan barotrauma waktu naik ( ascent barotrauma) (Riyadi, 2013). Berdasarkan organ yang terkena, maka barotrauma dapat dibedakan menjadi: barotrauma telinga, barotrauma paru, barotrauma gigi, barotrauma wajah, kulit dan barotrauma intestinal (Riyadi, 2013).

Jenis Barotrauma

  • Barotrauma paru
    Pneumothoraks dan pneumomediastinum menyebabkan nyeri dada dan sesak napas. Beberapa orang batuk darah atau mengeluarkan buih berdarah di mulut saat jaringan paru-paru terluka. Udara di jaringan (emfisema subkutan) leher dapat menekan saraf ke pita suara, menyebabkan suara terdengar berbeda atau serak. Emfisema subkutan menyebabkan suara berderak saat area kulit yang terkena disentuh.
  • Mask barotrauma (mask squeeze)
    Jika penyelam tidak menyamakan tekanan di masker wajah dengan tekanan air saat menyelam, tekanan yang relatif lebih rendah di dalam masker menyebabkannya bertindak seperti cangkir hisap yang diaplikasikan ke mata dan wajah. Perbedaan tekanan di dalam dan luar masker menyebabkan pembuluh darah di dekat permukaan mata (atau di wajah) melebar, mengeluarkan cairan, dan akhirnya pecah dan berdarah. Mata tampak merah dan merah, tetapi penglihatan biasanya tidak terpengaruh. Jarang terjadi, pendarahan di belakang mata dapat terjadi, menyebabkan hilangnya penglihatan. Pendarahan pembuluh darah di wajah biasanya menyebabkan munculnya memar.
  • Ear barotrauma (ear squeeze)
    Jika tekanan di telinga tengah menjadi lebih rendah daripada tekanan air saat menyelam, tekanan yang dihasilkan menyebabkan tonjolan ke dalam gendang telinga yang menyakitkan. Ketika perbedaan tekanan menjadi cukup tinggi, gendang telinga pecah, mengakibatkan aliran air dingin ke telinga tengah, menyebabkan vertigo parah (pusing dengan sensasi berputar), disorientasi, mual, dan terkadang muntah. Gejala-gejala ini merupakan ciri khas barotrauma telinga dan dapat membuat penyelam berisiko tenggelam. Vertigo berkurang saat air di telinga mencapai suhu tubuh. Gendang telinga yang pecah mengganggu pendengaran dan dapat menyebabkan infeksi telinga tengah beberapa jam atau beberapa hari kemudian, menyebabkan rasa sakit dan mengeluarkan cairan dari telinga. Telinga bagian dalam juga dapat terluka, menyebabkan hilangnya pendengaran secara tiba-tiba, telinga berdenging (tinnitus), dan vertigo.
  • Barotrauma sinus
    Perbedaan tekanan memiliki efek pada sinus (kantong berisi udara di tulang sekitar hidung) yang mirip dengan efek barotrauma telinga. Hal ini menyebabkan nyeri wajah dan sakit kepala saat turun dan rasa tersumbat di wajah atau hidung atau mimisan saat naik. Kadang-kadang, orang mengalami sensitivitas ekstrem pada kulit di pipi atau gangguan penglihatan.
  • Barotrauma gigi.
    Tekanan di rongga udara di akar gigi atau di samping tambalan dapat menyebabkan sakit gigi atau kerusakan gigi.
  • Barotrauma mata (tekanan mata)
    Gelembung udara kecil dapat terbentuk dan terperangkap di balik lensa. Gelembung dapat merusak mata dan menyebabkan nyeri, kehilangan penglihatan, dan munculnya lingkaran cahaya di sekitar lampu.
  • Gastrointestinal tract barotrauma
    Bernapas dengan tidak benar dari regulator atau menggunakan teknik pemerataan tekanan telinga dan sinus dapat menyebabkan penyelam menelan sedikit udara selama menyelam. Udara ini mengembang saat naik, menyebabkan perut terasa penuh, kram, nyeri, bersendawa, dan perut kembung. Gejala-gejala ini biasanya hilang dengan sendirinya. Dalam kasus yang jarang terjadi, lambung atau usus pecah, menyebabkan nyeri perut yang parah dan penyakit yang parah.

Penanganan Barotrauma

Beberapa orang dengan pneumotoraks memerlukan chest tube ke dalam rongga dada agar udara dapat mengalir dan paru-paru dapat mengembang kembali. Pengobatan pneumomediastinum dan emfisema subkutan biasanya berupa istirahat di tempat tidur dan oksigen tambahan.

Barotrauma telinga dan sinus diobati dengan dekongestan hidung (seperti semprotan hidung oxymetazoline) atau dekongestan oral. Kadang-kadang, ketika pemulihan berjalan lambat, kortikosteroid dapat diberikan dalam bentuk semprotan hidung atau pil. Kehilangan pendengaran yang parah, telinga berdenging, atau vertigo menunjukkan kerusakan pada telinga bagian dalam dan harus segera dievaluasi oleh dokter. Barotrauma telinga bagian dalam mungkin memerlukan pembedahan untuk mencegah kehilangan pendengaran permanen.

Gendang telinga yang pecah biasanya sembuh dengan sendirinya, meskipun infeksi telinga tengah memerlukan antibiotik yang diberikan melalui mulut atau sebagai obat tetes telinga. Pecahnya bagian tengah dan bagian dalam telinga mungkin memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah kerusakan permanen. Pecahnya lambung atau usus memerlukan tindakan bedah.

Kesimpulan

Barotrauma adalah istilah umum untuk kondisi medis yang disebabkan oleh perubahan tekanan udara atau air yang tiba-tiba atau signifikan. Sebagian besar kondisi barotrauma tidak serius dan gejalanya hilang tanpa pengobatan. Namun, dalam beberapa kasus, barotrauma dapat mengancam jiwa dan memerlukan perhatian medis segera.

Barotrauma yang paling umum dialami penyelam adalah barotrauma telinga. Namun, cedera akibat tekanan juga dapat terjadi di ruang yang mengandung udara, termasuk sinus, paru-paru, dan bahkan masker penyelam. Risiko yang terkait dengan semua jenis barotrauma ini paling besar pada kedalaman dangkal (dari permukaan hingga sekitar 33 kaki). Jika kita menduga adanya barotrauma, rujuk penyelam ke tenaga medis profesional untuk diagnosis dan pengujian. Merujuk penyelam ke tenaga medis profesional sangatlah penting karena banyak gejala yang menjadi ciri khas barotrauma memiliki kesamaan yang signifikan dengan cedera dan kondisi medis terkait penyelaman lainnya

Daftar Pustaka

Geyer L, Brockmeier K, Graf C, Kretzschmar B, Schmitz KH, Webering F, Hoffmann U. Bubble Formation in Children and Adolescents after Two Standardised Shallow Dives. Int J Sports Med. 2019 Jan;40(1):31-37.

https://dan.org/safety-prevention/diver-safety/divers-blog/recognizing-and-preventing-barotrauma/,  diakses 15-08-2024

https://www.merckmanuals.com/home/injuries-and-poisoning/diving-and-compressed-air-injuries/barotrauma#Treatment_v827606, diakses 15-08-2024.

Lo Casto A, Purpura P, Tudisca C, La Tona G, Salerno S. Barotraumatic blowout fracture of the orbit after sneezing: Cone beam CT demonstration. Clin Ter. 2018 Nov-Dec;169(6):e265-e268.

Muller A, Rochoy M. [Diving and asthma: Literature review]. Rev Pneumol Clin. 2018 Dec;74(6):416-426.

Riyadi 2013, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, Lakesla

Ryan P, Treble A, Patel N, Jufas N. Prevention of Otic Barotrauma in Aviation: A Systematic Review. Otol Neurotol. 2018 Jun;39(5):539-549.