Membangun Perspektif Baru Kekuatan TNI-AL
SEMUA pasti ingat lirik lagu kanak-kanak yang membanggakan nenek moyang bangsa Indonesia sebagai seorang pelaut. Lirik ini mendeskripsikan bahwa leluhur orang Indonesia adalah para pengarung samudra yang gagah perkasa. Sejarah menulis betapa hebat kekuatan armada Nusantara di masa lampau mampu membuat armada yang kuat menjelajah dunia. Penjelajahan ini menempuh perjalanan dari Nusantara hingga ke Afrika dan Eropa, yang terekam salah satunya di relief di Candi Borobudur.
Kedigdayaan para pelaut Nusantara ini tak luput dari pandainya mereka dalam mengorganisasi para anggotanya, dalam mengendalikan kondisi dan memberikan perintah pada situasi pelik (command of control). Hal-hal ini yang kemudian diimplementasikan sebagai dasar-dasar pembentukan kekuatan militer laut sebuah negara (Muklis Paeni, dalam Connie RB, 2023). Command of control bahkan dapat menjadi standar ukuran kekuatan militer antarnegara. Negara yang memiliki command of control yang kuat akan sulit untuk ditaklukkan dalam pertempuran. Dan sea command control adalah salah satu kontrol militer penting yang masih sahih diterapkan dalam ilmu pertempuran modern saat ini.
Saat ini Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau seyogianya memiliki angkatan laut (AL) terkuat di dunia. Tak bisa dimungkiri, meskipun kekuatan para anggota militer laut Indonesia cukup melegenda, kekuatan militer maritim Indonesia belum mendominasi kekuatan militer laut dunia.
Beberapa wilayah perbatasan laut dan pulau RI terus berada dalam bahaya pencaplokan wilayah. Belum lagi penyelundupan, eksploitasi kekayaan laut, dan pelbagai ancaman lainnya. Permasalahan-permasalahan itu seolah menjadi momok yang mempertanyakan, di mana keberadaan kekuatan maritim Indonesia, ataukah itu hanya legenda belaka? Tentu saja hal ini harus menjadi perhatian masyarakat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan terbesar sekaligus penentu kebijakan masa depan bangsa ini.
Berbagai strategi sudah dirancang untuk diterapkan yang mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, yang terdiri atas daratan dan lautan. Strategi-strategi tersebut meliputi pembangunan dan ketahanan infrastruktur di pulau-pulau terluar Indonesia, yang akan saling mendukung dengan pos-pos militer laut di batas perairan Indonesia. Pengontrolan aktivitas laut Indonesia dan perbatasannya harus dilakukan secara rutin dan saksama. Dengan pelaporan periodik yang dapat dipertanggungjawabkan, yang akan menjadi data yang andal, tidak hanya untuk aspek pertahanan keamanan, tapi juga untuk pengembangan potensi laut Indonesia.
Strategi-strategi lain yang harus dimiliki oleh para penggawa laut Indonesia adalah menyamakan kekuatan internal dan eksternal dengan yang dimiliki pihak lain di luar kedaulatan NKRI. Hal tersebut pernah diterapkan kerajaan maritim Gowa, yang merupakan salah satu leluhur bangsa ini. Keberadaan benteng-benteng pertahanan yang lengkap dengan persenjataan, pembangunan infrastruktur pasar dan gudang, protokoler kerja sama antarwilayah dan negara, kemampuan untuk berbicara bahasa asing, adalah cara-cara yang ditempuh kerajaan maritim Gowa dalam mempertahankan kedaulatannya (Muklis Paeni, dalam Connie RB, 2023).
Kerajaan Aceh yang salah satu kekuatan armada lautnya sanggup memberangus tentara-tentara VOC dalam perebutan wilayah. Meskipun pasukan tersebut beranggota para perempuan, yang juga dipimpin laksamana perempuan, Malahayati, tapi mampu menewaskan gubernur jenderal VOC masa itu, Jenderal Jan Pieter Zoen Coen. Itu membuktikan bahwa kekuatan maritim Indonesia bukan baru-baru saja dibentuk, tapi telah menempuh perjalanan sejarah yang panjang dan seyogianya makin mengukuhkan keberadaannya di mata dunia.
Bukan hanya itu, industri kapal dan kapal perang juga telah dibangun di Indonesia sejak lama, saat bernama Nusantara. Bahkan, salah satunya diceritakan sebagai produsen untuk kapal-kapal Kerajaan Inggris dan Spanyol, yang kemudian berlayar ke wilayah Asia untuk melakukan kolonialisasi. Hal itu menunjukkan betapa sesungguhnya Nusantara telah begitu maju dalam pengetahuan dan pemahaman dunia. Namun sayangnya, saat ini kondisi memaksa untuk memercayai yang sebaliknya. Indonesia sebagai wilayah maritim yang kekuatannya pernah menggemparkan dunia terpinggirkan begitu saja entah karena apa.
Mengembalikan Kekuatan Maritim
Kekuatan maritim Indonesia harus kembali secara menyeluruh. Sudah saatnya Jalesveva Jayamahe mewujud dan terakui. Justru di laut kita menang tidak lagi hanya menjadi simbol dan slogan. Tapi harus menjadi pernyataan tegas dari sebuah negara maritim yang ditunjang dengan industri maritim dan kekuatan armada militer yang tangguh.
Presiden Joko Widodo telah mencanangkan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia (2019), adalah momentum yang harus direbut dan dibuktikan dengan meningkatkan kompetensi teknologi, kemampuan prajurit laut dan alutsista yang modern, profesional, dan mandiri. Oleh karena itu, target kemandirian sebagai negara bahari yang berdikari harus dapat terpenuhi. Karena segalanya terpenuhi oleh alam Nusantara yang dermawan.
Saat ini sudah waktunya kita berkompetisi dengan negara-negara lain. Memainkan peran strategis secara geopolitik dan geostrategis dengan melakukan transfer knowledge ilmu pengetahuan tentang teknologi kelautan. Untuk selanjutnya mengadaptasikannya dengan hal-hal yang sejalan dengan apa yang sudah kita miliki dan yakini.
Pengembalian kepercayaan diri yang sempat tergerus pada saat kolonialisasi dapat kita mulai dari lautan. Penguasaan lautan Indonesia yang menghormati alam dan manusia adalah strategi utama dalam proses perwujudan kejayaan dan kekuatan maritim Indonesia. Indonesia dapat kembali menjadi jaya hanya bila kita padu dalam mewujudkannya. Mengandalkan kekuatan maritim, didukung kekuatan TNI-AL yang solid, profesional, dan militan, kejayaan bangsa Indonesia akan kembali bersinar. Jalesveva Jayamahe. Dirgahayu Ke-78 TNI-AL tahun 2023. (*)
*) HISNINDARSYAH, Dokter TNI-AL, anggota Kelompok Ahli (Pokli) RSPAL dr Ramelan Surabaya